© Yayasan WWF Indonesia / Nurhadi Pratama
Potensi kelautan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil (KKP3K) Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KDPS) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, saat ini menjadi tumpuan hidup masyarakat, terutama dalam industri pariwisata dan perikanan. Upaya perlindungan dan cara pengelolaan potensi kelautan yang bijaksana dan berkelanjutan telah menjadi perhatian bagi Pemerintah Kabupaten Berau. Dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2019 yang mengatur ketentuan penangkapan ikan dan alat tangkap ramah lingkungan yang diperbolehkan agar tidak merusak ekosistem laut, serta Peraturan daerah (Perda) Kabupaten Berau tentang Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (Rippda) Tahun 2017-2025, telah menjadi harapan baru bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Berau dalam pengembangan pariwisata untuk menjadi sektor andalan.
Sayangnya, upaya-upaya perlindungan terhadap ekosistem laut khususnya di wilayah KDPS, masih jarang menjadi perhatian bagi masyarakat lokal maupun pihak-pihak lain yang diharapkan dapat mendukung upaya-upaya tersebut. Yayasan WWF Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Taka dan Universitas Mulawarman melalui EU Ocean Governance Project melakukan pemantauan kesehatan terumbu karang, serta mengkaji daya dukung wisata selam dan pantai di wilayah KDPS yang dilaksanakan pada bulan Maret dan Juni 2021 lalu.
Wisata Pantai Kepulauan Derawan
Credit WWF-Indonesia / Ilham yakin
Sebagai tindak lanjut dari pengambilan data tersebut, dilakukan diseminasi mengenai hasil kajian pemantauan kesehatan terumbu karang serta pengkajian daya dukung wisata selam dan pantai kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Berau, Pemerintah Kampung dan mitra lainnya. Kegiatan diseminasi ini dilaksanakan pada bulan April 2022 secara daring dengan menghadirkan Yunda Zuliarsih (Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Berau) selaku moderator dan mengundang 3 narasumber yaitu Kartika C. Sumolang (Yayasan WWF Indonesia), Erwiantono (Universitas Mulawarman), dan Miko Budi Raharjo (Yayasan Taka).
Wisata Selam di Kepulauan Derawan
Credit WWF-Indonesia / Ricky Masiwa
Pengambilan data untuk pemantauan kesehatan terumbu karang dilaksanakan di 20 titik di dalam kawasan KDPS dengan 5 titik tambahan di luar kawasan sebagai kontrol. Dalam pemantauan ini terdapat 3 zona yaitu, Zona Inti (Zona Larang Tangkap), Zona Pemanfaatan Terbatas (Zona Pemanfaatan) dan Zona Lainnya. Pengambilan data pemantauan kesehatan terumbu karang dilakukan dengan pemantauan langsung terhadap ikan kecil, ikan besar, dan pengamatan bentik. Hasil pemantuan kesehatan terumbu karang ini menunjukan rata-rata presentase tutupan karang keras secara keseluruhan dalam kategori sedang (32,80 ± 1,52%). Sedangkan kelimpahan total ikan target tertinggi pada pengamatan 16 famili di dalam KDPS adalah pada Zona Inti (3.141 ± 803 individu/ha).
Melalui pengambilan data tersebut juga ditemukan adanya indikasi nelayan yang masih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, pengambilan penyu beserta turunannya, serta adanya patahan karang di dasar laut— yang paling mudah dikenali— akibat jangkar. Yunda Zuliarsih menambahkan, “Selain hal tersebut, ada beberapa hal juga yang masih menjadi tantangan selama ini, yaitu maraknya aktivitas penangkapan ikan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem (destructive fishing); ramainya pembangunan resort di atas laut dan pelabuhan, terutama di wilayah Pulau Derawan dan Pulau Maratua; dan juga penambangan liar batu karang seperti yang terjadi di Pulau Balikukup”.
Kartika C. Sumolang, Yayasan WWF Indonesia, saat mempresentasikan lokasi pemantauan survei terumbu karang kepada peserta diseminasi kajian
Credit WWF-Indonesia / Novita Forentina
Selain pemantauan kesehatan terumbu karang, potensi wisata selam dan wisata pantai di wilayah KDPS yang selama ini menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara juga perlu dikaji daya dukungnya. Berdasarkan hasil kajian daya dukung wisata pantai dan selam yang dilakukan di lokasi pengamatan terpilih yaitu di Kampung Derawan dan Kampung Biduk-Biduk. Kedua lokasi ini memiliki daya tarik ekowisata bahari yang besar dan memiliki fasilitas yang hampir sama. Tetapi, akses jalannya cukup menantang ditambah biaya yang tinggi. Walaupun aksesibilitas ini tidak berkaitan langsung terhadap pengelolaan pariwisata, tetapi hal ini sangat penting untuk diperhatikan karena bisa memengaruhi ekonomi kreatif di wilayah ini. Selain itu, sebagian daerah wisata sangat penting untuk memiliki fasilitas umum dan akses telekomunikasi yang baik.
Daya dukung wisata pantai pada lokasi pengamatan tersebut berkisar antara 372 orang per hari sampai dengan 537 orang per hari. Sedangkan daya dukung wisata selamnya, rata-rata jumlah penyelam yang dapat diterima dalam satu lokasi adalah 68 penyelam per hari. Dari hasil kajian daya dukung wisata pantai dan selam tersebut memiliki status sangat sesuai untuk dikembangkan bagi kegiatan ekowisata berkelanjutan, yaitu dengan menerapkan standar keamanan, kenyamanan, dan bertanggung jawab.
Informasi dan data dari diseminasi ini diharapkan dapat terwujud sinergi serta saling memberikan saran antar mitra untuk pengembangan khususnya wilayah di Kabupaten Berau. Adapun strategi-strategi yang bisa dilakukan untuk mendukung upaya perlindungan dan pemanfaatan ekosistem terumbu karang serta pengelolaan pariwisata wisata selam dan pantai secara berkelanjutan di KDPS ini salah satunya dengan melibatkan berbagai mitra, baik instansi, lembaga maupun kelompok dan dilakukan secara partisipatif bersama masyarakat.
Selanjutnya, Yayasan WWF Indonesia akan turut andil dalam memfasilitasi dan bersinergi bersama mitra dalam mendorong pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir secara berkelanjutan. Kemudian melakukan identifikasi dan inventarisasi titik wisata selam (dive spot) di KDPS untuk mendukung pengembangan wisata selam di masa mendatang. Hal ini bisa menjadi acuan dalam mendorong para pemangku kepentingan untuk pembuatan pusat informasi wisata (Tourism Information Center – TIC), baik di level kabupaten maupun kampung sebagai pusat informasi objek wisata, atraksi wisata, serta hal lain yang berkaitan dengan pariwisata di lokasi tersebut.
Pengelolaan wisata bahari yang berkelanjutan dan partisipasi aktif dari semua seluruh pemangku kepentingan dalam menjaga kesehatan ekosistem laut dan pesisir tersebut akan berkontribusi positif dalam peningkatan efektifitas pengelolaan KDPS. Sehingga diharapkan akan dapat mendatangkan keuntungan, bukan hanya untuk ekosistem, tetapi juga bagi masyarakat yang tinggal di Kawasan KDPS.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sustainable Diving And Beach Tourism Management Strategies In Derawan Islands
The marine potential of the Coastal and Small Islands Protected Area (KKP3K) of the Derawan Islands and Surrounding Waters (KDPS) in Berau Regency, East Kalimantan, is currently the foundation of people's lives, especially in the tourism and fisheries sector. Efforts to protect and manage marine potential wisely and sustainably have become a concern for the Berau Regency Government. With the issuance of Regional Regulation Number 16 of 2019 which regulates the provisions for fishing and environmentally friendly fishing gear that are allowed so as not to damage the marine ecosystem, as well as the Regional Regulation (Perda) of Berau Regency concerning the Regional Tourism Development Master Plan (Rippda) for 2017-2025, it has become a new hope for the Regional Government of Berau Regency in tourism development to become a mainstay sector.
Unfortunately, efforts to protect marine ecosystems, especially in the KDPS area, are still rarely a concern for local communities and other parties who are expected to support these efforts. WWF-Indonesia in collaboration with Taka Foundation and Mulawarman University through the EU Ocean Governance Project has monitored the health of coral reefs, and assessed the carrying capacity of diving and beach tourism in the KDPS area which was carried out in March and June 2021.
Derawan Islands Beach Tourism
Credit WWF-Indonesia / Ilham sure
As a follow-up to the data collection, dissemination was carried out on the results of coral reef health monitoring studies and assessment of the carrying capacity of diving and beach tourism to the East Kalimantan Provincial Government, Berau Regency Government, Village Government and other partners. This dissemination activity was carried out through an online presentation in April 2022 with Yunda Zuliarsih (Secretary of the Berau Regency Fisheries Service) as moderator and inviting 3 speakers, namely Kartika C. Sumolang (WWF Indonesia Foundation), Erwiantono (Mulawarman University), and Miko Budi Raharjo (Taka Foundation).
Diving in Derawan Islands
Credit WWF-Indonesia / Ricky Masiwa
Data collection for coral reef health monitoring was carried out at 20 points within the Derawan Islands and Surrounding Waters (KDPS) area with 5 additional points outside the area as controls. In this monitoring there are 3 zones, namely, the Core Zone (No Capture Zone), Limited Utilization Zone (Utilization Zone) and Other Zones. Data collection of coral reef health monitoring is carried out by direct monitoring of small fish, large fish, and benthic observations. The results of monitoring coral reef health show an average percentage of overall hard coral cover in the medium category (32.80 ± 1.52%). While the total abundance of target fish was highest in the observation of 16 families in the KDPS was in the Core Zone (3,141 ± 803 individuals/ha).
Through the data collection, there were also indications of fishermen who still use fishing gear that is not environmentally friendly, taking turtles, and their derivatives, and the presence of coral faults on the seabed — the easiest to recognize — due to anchors. Yunda Zuliarsih added, "In addition to this, there are also several things that are still a challenge so far, namely the rampant fishing activities that result in ecosystem damage (destructive fishing); the bustling development of resorts over the sea and ports, especially in the areas of Derawan Island and Maratua Island; and also illegal mining of coral rocks as happened on Balikukup Island".
Kartika C. Sumolang, WWF Indonesia Foundation, when presenting the monitoring location of coral reef surveys to study dissemination participants
Credit WWF-Indonesia / Novita Forentina
In addition to monitoring the health of coral reefs, the potential for diving tourism and beach tourism in the Derawan Islands and Surrounding Waters (KDPS) area which has been an attraction for domestic and foreign tourists also needs to be studied for its carrying capacity. Based on the results of a study of the carrying capacity of beach and diving tourism conducted at selected observation locations, namely in Derawan Village and Big Dipper Village. Both of these locations have a great marine ecotourism attraction and have almost the same facilities. However, road access is quite challenging plus transportation is costly. Although this accessibility is not directly related to tourism management, it is very important to note because it can affect the creative economy in this region. In addition, it is very important for tourist areas to have good public facilities and telecommunication access.
The carrying capacity of beach tourism at the observation location ranges from 372 people per day to 537 people per day. As for the carrying capacity of diving tourism, the average number of divers that can be accepted in one location is 68 divers per day. From the results of the study, the carrying capacity of beach and diving tourism has a very suitable status to be developed for sustainable ecotourism activities, namely by applying safety, comfort, and responsible standards.
Information and data from this dissemination are expected to realize synergy and provide mutual advice between partners for development, especially areas in Berau Regency. The strategies that can be done to support efforts to protect and utilize coral reef ecosystems as well as sustainable management of diving and beach tourism in this KDPS include various partners, both agencies, institutions and groups and are carried out in a participatory manner with the community.
Furthermore, WWF-Indonesia will take part in facilitating and synergizing with partners in encouraging community empowerment and welfare through sustainable use of marine and coastal resources. Then identify and inventory dive spots at the Derawan Islands and Surrounding Waters (KDPS) to support the development of diving tourism in the future. This can be a reference in encouraging stakeholders to create a tourism information center (TIC), both at the district and village levels as an information center for tourist attractions, tourist attractions, and other matters related to tourism in the location.
Sustainable marine tourism management and active participation of all stakeholders in maintaining the health of marine and coastal ecosystems will contribute positively to improving the effectiveness of the Derawan Islands and Surrounding Waters (KDPS) management. So it is hoped that it will be able to bring benefits, not only for the ecosystem, but also for the people living in the area.
Dengan cepat kedua tangannya bergerak memetik biji-biji kopi yang memerah. Keranjang rotan atau dalam bahasa setem...
Berpegang teguh pada komitmen untuk menjadi mitra pembangunan berkelanjutan, WWF-Indonesia terus berupaya untuk me...
Langit cerah. Warna biru terang memulas angkasa. Tak ada gumpalan awan putih, apalagi yang berwarna abu-abu gelap....
Get the latest conservation news with email