
BADAK
(Rhinocerotidae)
Status
Kritis
Populasi
300
Habitat
Hutan rawa dataran rendah hingga Hutan perbukitan
Berat
600 - 950 Kg
Panjang
Sebagai salah satu satwa yang terancam punah di dunia, dua dari lima spesies badak di dunia saat ini hidup di Indonesia. Spesies pertama adalah badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Badak ini juga merupakan kerabat dekat badak purba dan cenderung lebih berambut daripada spesies badak lainnya. Spesies lainnya yang bertahan di hutan Indonesia adalah Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Berbeda dengan kerabatnya, badak Jawa hanya memiliki satu cula. Kedua spesies ini bertahan dari ancaman kepunahan akibat penyempitan habitat, penyakit menular, hingga perburuan ilegal.
Namun, kedua spesies tersebut menyandang status kritis (Critically Endangered/CR) dalam Daftar Merah IUCN, sebuah lembaga konservasi internasional dan satwa dilindungi dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Yang menjelaskan bahwa kedua spesies ini tidak boleh disakiti, dibunuh, dipelihara, ataupun diperdagangkan. Bila hukum ini dilanggar, maka pelakunya akan dijerat hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp100 juta.
Sama halnya seperti gajah yang diburu gadingnya, badak diburu untuk diambil culanya kemudian dijual ke pasar gelap. Perdagangannya bahkan hingga ke pasar internasional dan ini merupakan tindak kejahatan transnasional.
Cula badak dipercaya sebagai obat tradisional yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, kenyataannya hal tersebut tidak terbukti secara ilmiah. Cula badak tersusun dari zat keratin sama halnya seperti kuku dan rambut manusia sehingga tidak memiliki khasiat apapun.
A. BADAK SUMATERA
Ciri-ciri fisik:
Saat anak badak Sumatera lahir hingga remaja biasanya kulitnya ditutupi oleh rambut yang lebat berwarna coklat kemerahan. Bersamaan dengan bertambahnya usia satwa ini, rambut yang menutupi kulitnya semakin jarang dan berubah kehitaman. Panjang tubuh satwa dewasa berkisar antara 2 – 3 meter dengan tinggi 1 – 1,5 meter. Berat badan diperkirakan berkisar antara 600 – 950 kg. Para ahli memperkirakan tidak ada satu pun populasi badak Sumatera yang jumlah individunya dalam satu wilayah jelajah melebihi 75 ekor. Kondisi tersebut menyebabkan mamalia besar ini sangat rentan terhadap kepunahan baik akibat bencana alam, penyakit, perburuan, atau kerusakan genetis. Kurang dari 25 ekor diyakini saat ini bertahan hidup di Sabah, sedangkan untuk Kalimantan tidak ada informasi atau data yang akurat tentang keberadaan satwa bercula dua ini.
MENGAPA SPESIES INI PENTING
Sebagai satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula, Badak Sumatera adalah badak yang memiliki ukuran terkecil dibandingkan semua sub-spesies badak di dunia, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang besar. Populasi terbesar dan mungkin paling memadai untuk berkembang biak (viable) saat ini terdapat di Sumatera.Sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung Malaysia. Populasinya di alam saat ini diperkirakan kurang dari 300 ekor. Meskipun indikasi yang ada menunjukkan jumlah populasi sebenarnya lebih rendah dari perkiraan tersebut yang menyebabkan satwa ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN, sebuah lembaga konservasi internasional dan satwa dilindungi dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
B. BADAK JAWA
Ciri-ciri Fisik
Badak Jawa pernah hidup di hampir semua gunung-gunung di Jawa Barat, diantaranya berada hingga diatas ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 1960-an, diperkirakan sekitar 20 sd 30 ekor badak saja tersisa di TN Ujung Kulon.
Populasinya meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 1967 hingga 1978 setelah upaya perlindungan dilakukan dengan ketat, yang didukung oleh WWF-Indonesia. Sejak akhir tahun 1970-an, jumlah populasi Badak Jawa tampaknya stabil dengan angka maksimum pertumbuhan populasi 1% per tahun.
Berdasarkan pengamatan terhadap ukuran wilayah jelajah dan kondisi habitat, Ujung Kulon diperkirakan memiliki daya dukung bagi 50 individu badak. Hanya saja, populasi yang stagnan menandakan batas daya dukung sudah dicapai. Karena alasan tersebut serta upaya preventif menghindarkan populasi badak dari ancaman penyakit dan bencana alam, para ahli merekomendasikan adanya habitat kedua bagi Badak Jawa. Beberapa lokasi yang menjadi pertimbangan adalah: Hutan Baduy, Taman Nasional Halimun – Salak, Cagar Alam Sancang dan Cikepuh.
MENGAPA SPESIES INI PENTING
Sebagai satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula, Badak Sumatera adalah badak yang memiliki ukuran terkecil dibandingkan semua sub-spesies badak di dunia, meskipun masih tergolong hewan mamalia yang besar. Populasi terbesar dan mungkin paling memadai untuk berkembang biak (viable) saat ini terdapat di Sumatera.Sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung Malaysia. Populasinya di alam saat ini diperkirakan kurang dari 300 ekor. Meskipun indikasi yang ada menunjukkan jumlah populasi sebenarnya lebih rendah dari perkiraan tersebut yang menyebabkan satwa ini termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN, sebuah lembaga konservasi internasional dan satwa dilindungi dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus sondaicus) merupakan salah satu mamalia besar terlangka di dunia yang ada diambang kepunahan. Dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar, spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN. Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa. Populasi badak Jawa di Vietnam telah dinyatakan punah.
Status badak Jawa dilindungi sejak 1931 di Indonesia, yang diperkuat dengan penetapan Ujung Kulon di barat daya pulau Jawa sebagai taman nasional sejak 1992.
A. BADAK SUMATERA
Selama bertahun-tahun, perburuan Badak Sumatera untuk diambil cula maupun bagian-bagian tubuh lainnya - biasanya dipercaya sebagai bahan obat trandisional - telah berakibat pada semakin berkurangnya populasi satwa tersebut. Saat ini, hilangnya habitat hutan menjadi ancaman utama bagi kelangsungan hidup Badak Sumatera yang tersisa.
Rusaknya hutan diiringi dengan berbagai aktivitas yang tidak berkelanjutan oleh manusia telah menyebabkan semakin terdesaknya populasi Badak Sumatera menuju kepunahan. Dengan populasinya yang semakin kecil dan tingginya laju kerusakan hutan yang menyebabkan hutan terfragmentasi dalam kotak-kotak yang terisolir - maka, dalam beberapa kasus, Badak Sumatera dilaporkan keluar hutan dan masuk ladang penduduk mencari makanan. Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, ancaman utama terhadap habitat Badak Sumatera adalah perambahan hutan menjadi kebun kopi dan tanaman pertanian lainnnya. Seiring dengan pembukaan hutan yang begitu cepat dan semakin terbukanya akses terhadap lokasi di dalam taman nasional, ancaman serius lainnya pun muncul: perburuan.
Kehilangan habitat dan perburuan adalah ancaman yang paling utama bagi keberlangsungan hidup Badak Sumatera. Agar satwa ini mampu bertahan hidup, dibutuhkan upaya-upaya serius untuk menyelamatkan habitat hutan di Sumatera di mana sebagian besar populasi Badak Sumatera kini berada. Selain itu, upaya-upaya untuk menghentikan perdagangan cula badak dan produk-produk lainnya yang berasal dari tubuh satwa dilindungi tersebut harus dilakukan segera, agar insentif bagi para pemburu yang mengincar bagian-bagian tubuh Badak Sumatera pun dapat dikurangi.
B. BADAK JAWA
Sudah tidak ditemukan kasus perburuan liar badak Jawa sejak tahun 1990-an karena penegakan hukum yang efektif oleh otoritas taman nasional yang diiringin dengan inisiatif-inisiatif seperti Rhino Monitoring and Protection Unit (RMPU) serta patroli pantai.
Ancaman terbesar bagi populasi badak Jawa adalah:
A. BADAK SUMATERA
WWF bekerja di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang berlokasi di provinsi Lampung dan Bengkulu dan merupakan salah satu dari areal konservasi penting bagi Badak Sumatera yang tersisa di Sumatera (hingga Desember 2019). Diperkirakan sekitar 60 – 80ekor Badak Sumatera berada di taman nasional tersebut dan merupakan populasi terbesar kedua di dunia. Bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Taman Nasional, fokus kegiatan WWF-Indonesia di TNBBS mencakup upaya-upaya perlindungan habitat, pengelolaan kawasan, pengembangan masyarakat, advokasi dan kebijakan, serta pendidikan dan penyadartahuan.
WWF bersama mitranya saat ini berupaya merehabilitasi habitat badak Sumatera di TNBBS khususnya di beberapa lokasi yang dikonversi secara ilegal untuk pengembangan perkebunan kopi dan beberapa produk pertanian lainnya. Beberapa pembeli dan pedagang biji kopi internasional saat ini bekerjasama untuk memastikan bahwa hanya kopi yang ditanam secara berkelanjutan yang masuk ke dalam rantai suplai kopi global mereka. Beberapa di antaranya juga bekerjasama dengan WWF untuk meningkatkan pendapatan petani di areal penyangga taman nasional dengan cara meningkatkan teknik produksi kopi mereka. Patroli bersama antara masyarakat dan jagawana setempat dalam menjaga kawasan juga sangat membantu upaya penyadartahuan masyarakat di desa-desa di sekitar taman nasional. Tujuan dari upaya ini adalah supaya kawasan di taman nasional yang telah menjadi kebun kopi dapat direhabilitasi sehingga dapat berfungsi kembali sebagai hutan habitat badak Sumatera.
WWF juga membantu memperkuat upaya-upaya anti-perburuan satwa dilindungi di TNBBS. Tim patroli terlatih dikenal dengan nama Rhino Protection Unit (RPU) - yang dikelola oleh mitra LSM Yayasan Badak Indonesia dan International Rhino Foundation bersama dengan balai TNBBS - dengan dukungan dari WWF - secara regular berpatroli di areal-areal kunci di TNBBS dan terbukti efektif menstabilkan populasi badak Sumatera dari perburuan. Sejak tahun 2002, tidak pernah lagi ditemukan kasus perburuan badak Sumatera di TNBBS (hingga Desember 2019).
B. BADAK JAWA
WWF dan mitra kerjanya membantu petugas Balai Taman Nasional memonitor badak melalui kamera trap dan analisis DNA dari sampel kotoran. Sejak pertama kali dimulai pada tahun 2001, empat belas kelahiran badak berhasil didokumentasikan oleh kamera dan video jebak yang dioperasikan oleh WWF dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon.
Sejak Februari 2011 hingga Desember 2019, pengelolaan kamera dan video jebak secara penuh dilakukan oleh Balai Taman Nasional, sementara WWF memfokuskan kegiatanya pada observasi perilaku, pola makan, serta penelitian mengenai risiko dan ancaman wabah penyakit.
Observasi terhadap pola perilaku badak dapat memberikan informasi mengenai interaksi badak dengan lingkungan sekitarnya, data-data fisiologis (misalnya tingkat respirasi) yang mengindikasikan tingkat stres dan kondisi tiap individu badak. WWF bekerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Balai Taman Nasional dan masyarakat lokal untuk mengkaji kemungkinan pembuatan habitat kedua dan translokasi badak–yang telah diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kondisi kesehatan dan fertilitasnya) untuk menginisiasi populasi baru sambil tetap melindungi populasi aslinya di Taman Nasional Ujung Kulon. Kerja sama tersebut berlaku hingga Desember 2019.
BAGAIMANA BISA MEMBANTU
Get the latest conservation news with email