ORANGUTAN

(Pongo sp)

Status

Kritis

Populasi

71.820*

Habitat

Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah & Hutan Rawa Gambut

Berat

91 Kg

Panjang

1,25-1,5 Meter

Overview

Indonesia memiliki tiga spesies orangutan, yakni orangutan Sumatera (Pongo abelii), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Ketiganya berstatus Kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah IUCN. Ini diakibatkan karena hilangnya hutan yang menjadi habitat primata satu ini, padahal orangutan memiliki peran penting untuk menjaga regenerasi hutan, yakni sebagai penebar biji.

Orangutan merupakan satwa yang dilindungi dalam hukum nasional, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam CITES, status ketiga spesies orangutan ini adalah Appendix I yang artinya spesies ini tidak boleh diperdagangkan. Sayangnya, primata ini banyak diburu karena dianggap hama oleh masyarakat di sekitar habitatnya. Tidak hanya itu, bayi orangutan juga banyak diperjualbelikan secara illegal dan ini adalah sebuah tindak kejahatan.


A. ORANGUTAN SUMATERA

Ciri-ciri fisik:

  • Orangutan Sumatera (Pongo abelii) mempunyai kantung pipi yang panjang pada orangutan jantan. 
  • Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai 1,5 meter. 
  • Berat orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram, sedangkan yang jantan sekitar 50-90 kilogram. Bulu-bulunya berwarna coklat kemerahan.
  • Jantan dewasa umumnya penyendiri sementara para betina sering dijumpai bersama anaknya di hutan. Rata-rata setiap kelompok terdiri dari 1-2 orangutan dan kedua jenis kelamin mempunyai daya jelajah sekitar 2-10 kilometer yang banyak bertumpang tindih tergantung pada ketersediaan buah di hutan. Setelah disapih pada umur 3,5 tahun, anak orangutan akan berangsur-angsur independen dari induknya setelah kelahiran anak yang lebih kecil. Orangutan Sumatera betina mulai berproduksi pada usia 10-11 tahun, dengan rata-rata usia reproduksi sekitar 15 tahun.

Sekitar 60% makanan orangutan adalah buah-buahan seperti durian, nangka, leci, mangga dan buah ara, sementara sisanya adalah pucuk daun muda, serangga, tanah, kulit pohon dan kadang-kadang telur serta vertebrata kecil. Mereka juga tidak hanya mendapatkan air dari buah-buahan tetapi juga dari lubang-lubang pohon. Orangutan Sumatera diketahui menggunakan potongan ranting untuk mengambil biji buah. Hal ini menunjukkan tingkat intelegensi yang tinggi pada orangutan Sumatera.


MENGAPA SPESIES INI PENTING

Orangutan Sumatera (Pongo abelii) adalah jenis orangutan asli Indonesia yang paling terancam di antara dua spesies orangutan yang ada di Indonesia. Orangutan Sumatera mempunyai perbedaan dalam hal fisik maupun perilaku dibandingkan dengan 'saudaranya' di Borneo. Spesies yang saat ini hanya bisa ditemukan di provinsi-provinsi bagian utara dan tengah Sumatera ini kehilangan habitat alaminya dengan cepat karena pembukaan hutan untuk perkebunan dan pemukiman serta pembalakan liar.

Saat ini terdapat 13 kantong populasi orangutan di Pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut, kemungkinan hanya tiga kantong populasi yang memiliki sekitar 500 individu dan tujuh kantong populasi terdiri dari 250 lebih individu. Enam dari tujuh populasi tersebut diperkirakan akan kehilangan 10-15% habitat mereka akibat penebangan hutan sehingga populasi ini akan berkurang dengan cepat.

Menurut IUCN, selama 75 tahun terakhir, populasi orangutan sumatera telah mengalami penurunan sebanyak 80%. Dalam IUCN Red List, Orangutan Sumatera dikategorikan Kritis (Critically Endangered).


B. ORANGUTAN KALIMANTAN

Ciri-ciri fisik:

  • Orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) adalah bagian dari keluarga besar kera dan merupakan mamalia arboreal terbesar.
  • Satwa ini memiliki rambut panjang dan kusut berwarna merah gelap kecoklatan, dengan warna pada bagian wajah mulai dari merah muda, merah, hingga hitam.
  • Berat orangutan Borneo jantan dewasa bisa mencapai 50 hingga 90 kg dan tinggi badan 1,25 hingga 1,5 m. Sementara jantan betina memiliki berat 30 - 50 kg dan tinggi 1 m.
  • Bagian tubuh seperti lengan yang panjang tidak hanya berfungsi untuk meraih makanan seperti buah-buahan, tetapi juga untuk berayun dari satu pohon ke pohon lainnya, menggunakan jangkauan dan kaki untuk pegangan yang kuat.
  • Pelipis seperti bantal yang dimiliki oleh orangutan Borneo jantan dewasa membuat wajah satwa ini terlihat lebih besar. Akan tetapi, tidak semua orangutan Borneo jantan dewasa memiliki pelipis seperti bantal.
  • Jakun yang dimiliki dapat digelembungkan untuk menghasilkan suara keras, yang digunakan untuk memanggil dan memberitahu keberadaan mereka.

Ekologi dan Habitat

  • Orangutan Borneo lebih banyak ditemukan di hutan dataran rendah (di bawah 500 m diatas permukaan laut) dibandingkan di dataran tinggi.
  • Hutan dan lahan gambut merupakan pusat dari daerah jelajah Orangutan, karena lebih banyak menghasilkan tanaman berbuah besar dibandingkan dengan hutan Dipterocarpaceae yang kering dan banyak mempunyai pohon-pohon tinggi berkayu besar, seperti keruing.
  • Orangutan Borneo sangat rentan dengan gangguan-gangguan di habitatnya, meskipun P.P. Morio menunjukkan toleransi yang relatif tak terduga mengenai degradasi habitat di bagian utara Pulau Borneo.


MENGAPA SPESIES INI PENTING

Pada tahun 2004, ilmuan memperkirakan bahwa total populasi orangutan di Pulau Borneo, baik di wilayah Indonesia maupun Malaysia terdapat sekitar 54 ribu individu. Diantara ketiga sub-spesies orangutan Borneo tersebut, P.p. pygmaeus merupakan sub-spesies yang paling sedikit dan terancam kepunahan, dengan estimasi jumlah populasi sebesar 3,000 hingga 4,500 individu di Kalimantan Barat dan sedikit di Sarawak, atau kurang dari 8% dari jumlah total populasi orangutan Borneo.


Ancaman

Status

Kritis

Total Populasi

71.820*

Ancaman Kerusakan

Kerusakan Habitat
Perburuan Liar
Perubahan Iklim

A. ORANGUTAN SUMATERA

Ancaman terhadap populasi orangutan Sumatera mencakup hilangnya habitat hutan yang menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pembukaan jalan, legal dan illegal logging, kebakaran hutan dan perburuan.

  • Habitat orangutan di Sumatera menghilang dengan sangat cepat. Di Sumatera Utara, diperkirakan tutupan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar di tahun 1985 menjadi 1,6 juta hektar pada 2007. Sebaran orangutan di masa yang lalu diperkirakan hingga ke Sumatera Barat (Yeager, 1999), tetapi saat ini sebaran orangutan di habitat aslinya hanya terdapat di Aceh dan Sumatera Utara serta areal reintroduksi orangutan di perbatasan Jambi dan Riau.
  • Sebuah rencana untuk membangun jalan besar melalui Ekosistem Leuser di bagian utara Sumatera saat ini mengancam habitat orangutan. Jalan raya ini setidaknya akan memotong Ekosistem Leuser di sembilan tempat dan unit-unit habitat tambahan orangutan di bagian utara yang lebih jauh. Diperkirakanjika jalan raya tersebut dibuat melintasi kawasan hutan, penebangan liar pun akan semakin meluas sehingga meningkatkan ancaman terhadap habitat orangutan Sumatera.
  • Perburuan: Meskipun telah dilindungi oleh hukum di Indonesia sejak 1931, perdagangan liar orangutan untuk dijadikan hewan peliharaan merupakan salah satu ancaman terbesar bagi satwa langka ini. Saat ini di beberapa lokasi di sumatera utara dilaporkan telah terjadi konflik antara orangutan dan manusia akibat adanya pembukaan hutan alam untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di habitat atau wilayah jelajah orangutan. Akibat fatal biasanya menimpa orangutan.


B. ORANGUTAN KALIMANTAN

Semua sub-spesies orangutan Borneo adalah spesies langka dan sepenuhnya dilindungi oleh perundang-undangan Indonesia. Spesies ini diklasifikasikan oleh CITES ke dalam kategori Appendix I (species yang dilarang untuk perdagangan komersial internasional karena sangat rentan terhadap kepunahan). Beberapa ancaman utama yang dihadapi oleh Orangutan Borneo adalah kehilangan habitat, pembalakan liar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan Orangutan untuk menjadi satwa peliharaan. Dalam satu dekade terakhir, di tiap tahunnya, paling tidak terdapat 1,2 juta ha kawasan hutan di Indonesia telah digunakan untuk aktivitas-aktivitas penebangan berskala besar, pembalakan liar, serta konversi hutan untuk pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pemukiman. Kebakaran hutan yang disebabkan oleh fenomena iklim seperti badai El Nino dan musim kering yang berkepanjangan juga mengakibatkan berkurangnya populasi Orangutan. Selama 2o tahun terakhir, habitat orangutan Borneo berkurang paling tidak sekitar 55%.

Apa yang WWF lakukan?

A. ORANGUTAN SUMATERA

WWF-Indonesia membantu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mengembangkan Rencana Tata Ruang Berbasiskan Ekosistem Pulau Sumatera, sebagai upaya penyelamatan sebagai restorasi hutan tersisa di Sumatera (hingga Desember 2019). WWF juga bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melindungi lansekap hutan yang tersisa di Bukit Tiga Puluh dan Jambi di mana lansekap tersebut juga merupakan areal introduksi orangutan Sumatera di alam.

WWF-Indonesia juga bekerja bersama sejumlah LSM yang bergerak di bidang pelestarian Orangutan dalam mempublikasikan panduan teknis Penanganan Konflik Manusia dan Orangutan di dalam dan sekitar Perkebunan Kelapa Sawit. Dokumen tersebut dimaksudkan untuk membantu sektor industri dalam mengidentifikasi dan menentukan langkah-langkah yang tepat untuk mengadopsi praktik-praktik pengelolaan yang lebih baik (Better Management Practices/BMP) yang bermanfaat bagi konservasi dan industri. WWF juga terlibat secara aktif dalam pengembangan Rencana Aksi dan Strategi Konservasi Orangutan yang dirilis oleh Presiden RI tahun 2007.


B. ORANGUTAN KALIMANTAN

WWF bekerjasama dengan berbagai pihak seperti pemerintah Indonesia, organisasi dan masyarakat lokal, untuk menyelamatkan dan mengurangi kerusakan habitat orangutan. Tiga komponen WWF dalam melaksanakan kegiatan konservasi orangutan di Heart of Borneo adalah:

  • Memfaslitasi terciptanya sebuah jaringan dari kawasan-kawasan lindung sebagai sebuah kawasan perlindungan untuk spesies kunci, seperti orangutan
  • Menghubungkan kawasan-kawasan lindung tersebut dengan ‘koridor satwa’ yang dikelola secara teliti, memastikan orangutan dan spesies lain dapat bergerak dengan leluasa di dalamnya.
  • Memastikan semua kawasan lain di dalam maupun di perbatasan Heart of Borneo yang statusnya tidak dilindungi dapat dipertahankan sama seperti kawasan hutan dengan cara dikelola secara berkelanjutan. Lebih dari 70% populasi orangutan Borneo diperkirakan berada di luar kawasan-kawasan yang dilindungi, dengan mayoritas berada di dalam kawasan konsesi. Penelitian WWF menunjukkan bahwa orangutan Borneo mampu bertahan hidup di kawasan hutan konsensi, apabila dampak penebangan dikurangi melalui implementasi Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, penebangan dilakukan secara selektif, keutuhan pohon-pohon berbuah tetap dijaga , serta aktivitas perburuan dikontrol secara ketat.
  • Melakukan kampanye penyadartahuan tentang konservasi orangutan kapada kelompok-kelompok masyarakat, terutama masyarakat lokal yang tinggal berbatasan dengan habitat orangutan.

WWF juga telah menjalankan beberapa program konservasi orangutan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Barat, kerja konservasi WWF difokuskan untuk P.p. pygmaeus di Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum, serta koridor satwa yang ada di antaranya. Kedua taman nasional itu berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu. Sementara itu, kawasan-kawasan konsensi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat ditargetkan untuk perlindungan sub-spesies P.p. wurmbii. Di Kalimantan Tengah, kerja WWF untuk konservasi orangutan difokuskan pada orangutan yang berhabitat di Taman Nasional Sebangau. Program ini dijalankan hingga Desember 2019.

BAGAIMANA BISA MEMBANTU

  • Pelajari dan sebarkan informasi tentang orangutan Sumatera dan orangutan Borneo untuk tingkatkan kepedulian orang-orang di sekitar
  • Laporkan jika menemukan kejadian terkait orangutan Sumatera dan orangutan Borneo ke aparat setempat
  • Dukung upaya konservasi yang dilakukan baik oleh pemerintah Indonesia, WWF-Indonesia ataupun badan-badan konservasi lainnya

* sumber data populasi: MoEF (2017). Final Report Orangutan Population and Habitat Viability Assessment 2016. https://www.forina.org/_files/ugd/d1b392_25fc22daefbc4cff9f3b026b893e66e1.pdf?index=true 

BERITA & CERITA TERKAIT

Get the latest conservation news with email