MERETAS DINDING KETERBATASAN AKSI DAN SUARA IKLIM PEREMPUAN ADAT
Bukan sebuah perjuangan yang mudah bagi Kelompok Perempuan Adat Inger Wewal dalam menjalankan Program Suara untuk Aksi Perubahan Iklim Berkeadilan atau Voices for just Climate Action (VCA). Program aksi iklim yang didanai Kementerian Luar Negeri Belanda dan digerakkan oleh WWF-Indonesia untuk Tanah Papua ini, telah dimulai sejak awal 2021 dan akan berakhir pada 2025.
Program yang dilakukan dengan skema kerja sama kemitraan ini bertujuan untuk merealisasikan solusi iklim lokal secara inklusif, efektif, dan berkelanjutan melalui dukungan aktor-aktor iklim, termasuk kelompok perempuan adat.
Salah satu mitra VCA adalah kelompok perempuan Inger Wewal dari Kampung Sawe Suma, Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Kelompok beranggotakan 60 perempuan adat ini dihadapkan pada sejumlah keterbatasan dalam menjawab tujuan program VCA. Keterbatasan mereka berhubungan erat dengan persyaratan kapasitas pendukung kerja-kerja berorganisasi di era teknologi global.
Keterbatasan sumber daya manusia merujuk pada rendahnya latar belakang pendidikan masing-masing anggota kelompok yang menyebabkan kelompok ini kesulitan mengemas narasi dan skema aksi iklim lokal mereka agar bisa terdokumentasi, terekognisi, dan teradopsi dalam kebijakan.
Sebagian besar anggota kelompok perempuan adat ini tidak menyelesaikan pendidikan dasar. Bahkan ada yang sama sekali tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal. Meski begitu, keterbatasan ini tidak memadamkan semangat mereka menyuarakan aksi dan solusi iklim lokal mereka.
“Tong trada yang sekolah tinggi-tinggi dan banyak di antara kitorang yang tra pernah skolah, tapi tong punya otak ini, Tuhan kasih untuk berpikir,” kata Amo, pemimpin Kelompok Perempuan Adat Inger Wewal.
Semangat Amo kemudian menjadi motivasi bagi semua anggota kelompok untuk terus berupaya menembus batas keterbatasan yang dimiliki hinga dapat menggapai harapan dalam pergerakan aksi iklim.
Salah satu langkah yang diambil para perempuan ini untuk menjawab tantangan yang mereka hadapi adalah melibatkan dan memberdayakan generasi muda Kampung Sawe Suma. Generasi muda Kampung Sawe Suma saat ini bisa mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Melalui program VCA WWF-ID, kelompok perempuan adat ini mengadakan kegiatan penguatan kapasitas penguasaan informasi dan teknologi (pengoperasian komputer dan internet) yang didukung langsung oleh WWF-Indonesia Program Papua pada Juli Agustus 2023. Pelatihan tersebut melibatkan para pengurus Kelompok Perempuan Adat Inger Wewal dan 11 pemuda Kampung Sawe Suma yang didominasi remaja putri.
“Sa berharap tong punya hambatan membuat laporan kegiatan aksi iklim perempuan adat Sawe Suma yang su hampir 3 tahun ini bisa terjawab. Tapi yang terpenting anak muda dong bisa melanjutkan apa yang mama-mama di kampung sedang lakukan untuk selamatkan lingkungan,” kata Amo.
Prioritas Amo bukan tanpa alasan. “Karena yang akan jadi korban dampak perubahan iklim ini sebenarnya tong punya generasi muda,” katanya.
Langkah dan harapan itu telah membuahkan hasil dan memberikan dampak baik bagi perkembangan organisasi kelompok Inger Wewal dalam aksi perubahan iklim perempuan adat Sawe Suma. Dua pemuda telah berkomitmen mendukung kegiatan Inger Wewal dengan membantu menulis laporan.
Salah seorang dari mereka, Lince, kini telah berinisiatif untuk memiliki sebuah laptop secara mandiri untuk menjawab komitmen berpartisipasi dalam aksi dan suara kelompok perempuan adat terhadap dampak perubahan iklim.
Terlepas dari itu, penguatan kapasitas tersebut juga telah menolong Lince dalam menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa baru di sebuah perguruan tinggi di Kota Jayapura.
Melalui ide dan langkah yang diambil perempuan adat Sawe Suma untuk melibatkan generasi muda dalam menyuarakan aksi iklim, telah memberikan pembelajaran yang baik bahwa keterbatasan-keterbatasan perempuan adat bisa ditembus melalui aksi kolektif yang melibatkan banyak pihak, terutama generasi muda.
“Sa bangga bisa mengoperasikan komputer, sa senang bisa jadi bagian dari pergerakkan sa punya mama-mama dong punya aksi iklim di Sawe Suma ini,” kata Lince. (*)