FESTIVAL KATALOKA TAK SEKEDAR PAGELARAN BUDAYA, TETAPI JUGA KOMITMEN PELESTARIAN ALAM NEGERI KATALOKA
Oleh: Umi Kalsum Madaul (Assistant for Responsible Marine Tourism Program, WWF-Indonesia)
Doa dan parade bendera kerajaan membuka rangkaian acara Festival Kataloka hari itu (27/12/16). Dua hal yang untuk pertama kalinya diperlihatkan pada masyarakat yang menghadiri pagelaran budaya dan adat persembahan Negeri Kataloka ini, negeri kecil di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku.
Tarian ambareas, tari adat Desa Buan Rumana, Kataloka dipertontonkan dalam panggung pembuka Festival Kataloka. Rombongan penari adat (hadrat) dengan lenso (sapu tangan) dan tifa (rebana), Raja Kataloka, dan lembaga adat (saniri) Negeri Kataloka, dan penari-penari dari seluruh penjuru Pulau Gorom pun ikut memeriahkan festival yang perdana digelar ini.
Hingga hari pertama tahun 2017, Festival Kataloka diisi dengan berbagai, tari-tarian adat pulau Gorom, pameran baju-baju kerajaan dan benda-benda yang bernilai sejarah, serta diskusi budaya, sampai lomba menyanyikan lagu daerah Gorom, pulau tempat Negeri Kataloka berada. Wilayah kerajaan ini memang mencakup sebagian Pulau Gorom, Garogos, dan Koon.
Tak hanya kaya akan keunikan budaya dan adat istiadat, Negeri Kataloka juga kaya akan alamnya. Perairan Pulau Koon adalah salah satu lokasi pemijahan ikan karang dengan kepadatan tertinggi di Indonesia Timur – sebuah komoditas bernilai ekonomi tinggi. Tak heran, Koon ditetapkan sebagai sebuah kawasan konservasi perairan yang diharapkan dapat dijaga bersama masyarakatnya.
Bupati dan jajaran Pemerintah Daerah Seram Bagian Timur yang turut hadir pada pembukaan Festival Kataloka boleh berbangga pada cerminan kepedulian dan kecintaan masyarakat Kataloka pada daerahnya. Hal inilah yang jelas terlihat dalam diskusi budaya bersama perangkat desa dan dusun se-Kecamatan Pulau Gorom, beserta para saniri di Petuanan Adat Negeri Kataloka.
Diskusi budaya ini mengangkat tema mengembalikan adat dan budaya Negeri Kataloka – yang saat ini hampir terlupakan. Leluhur Negeri Kataloka mencontohkan penjagaan terhadap sumber daya alam. Misalnya, meletakkan batu-batu dari gunung di sepanjang pesisir untuk melindungi pantai dari abrasi.
Raja-raja terdahulu juga menerapkan sistem Ngam (sasi), pembatasan pemanfaatan sumber daya melalui pelarangan pengambilan sumber daya dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya, untuk menjaga kelestarian sumber daya alam baik laut maupun darat agar warga masih dapat menikmati hasilnya di masa depan.
Selama ratusan tahun, mekanisme ini terbukti mendorong warga menghargai alam, ‘mengunci’ warga pada posisi yang setara dalam kewajiban dan hak. Siapapun wajib mengawasi area dari kegiatan merusak dan berhak menerima manfaat dari perairan Kataloka.
Masyarakat diharapkan tidak melupakan apa yang telah dilakukan oleh leluhur terdahulu untuk tetap menjaga kelestarian alam, budaya, maupun adat istiadat Negeri Kataloka. Diskusi ini, menjadikan Festival Kataloka benar-benar tak hanya ajang pamer gemerlap budaya, tetapi juga pembangkitan kesadaran warga menjaga alamnya.
Lembaga Adat Wanu Atalo’a (Leawana) yang didirikan Raja Kataloka menjalankan peran terbaiknya dalam merancang Festival Kataloka. Gelaran ini dicanangkan menjadi agenda tahunan Negeri Kataloka untuk mempromosikan wilayah Gorom dan sekitarnya sebagai destinasi wisata.
Festival Kataloka tahun 2016 ditutup dengan pertunjukan seni berupa penampilan para pemenang lomba menyanyikan lagu daerah serta tarian adat Negeri Kataloka. Negeri kecil ini akan menjumpai kamu lagi dalam pagelaran Festival Kataloka berikutnya tahun ini, pada bulan Oktober atau November nanti.