FESTIVAL SUBAYANG-BIO DAN INISIASI SUBAYANG BERSIH DI RIMBANG BALING
Festival Subayang – Bio kembali digelar pada akhir minggu lalu (30-31 Maret) di Desa Gema, Kampar Kiri Hulu, Kampar, Riau. Sungai Subayang yang membelah kawasan hutan Bukit Rimbang Baling menjadi pusat dari rangkaian acara yang digelar oleh panitia dengan dukungan dari Pemerintah Kampar, Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Genpi Kampar dan WWF Program Riau. Di hari kedua, Warrior WWF, Wulan Guritno ikut serta dalam kegiatan susur Sungai Subayang bersama iring-iringan pemusik tradisional yang merupakan peserta dari berbagai desa di Rantau Kampar Kiri.
Dengan berperahu, Wulan Guritno yang juga ditemani oleh penulis cerita dan sutradara muda, Robby Ertanto Soediskam mengikuti susur sungai tersebut sambil menikmati sugihan musik gondang oguang. Meskipun terterpa terik matahari, keduanya menikmati suguhan keindahan alam perbukitan dan liukan Sungai Subayang. Rombongan berhenti di Muara Sidu, salah satu hamparan dataran dengan bebatuan di tengah-tengah Sungai Subayang. Para pemusik tradisional ini pun menampilkan kebolehan mereka dihadapan para pengunjung festival dan tamu.
Rombongan kemudian kembali menuju pusat lokasi acara dan mampir beberapa saat di Stasiun Lapangan Subayang. Di lokasi ini juga ada bangunan laboratorium air tawar, kedua fasilitas ini dibangun oleh WWF untuk menjadi pusat edukasi dan kegiatan masyarakat. Kegiatan yang rencananya akan dilanjutkan menuju air terjun Batu Dinding mengingat waktu akhirnya dibatalkan.
Ketika ditanya, Wulan Guritno siap sedia dan akan senang sekali bisa ke lokasi air terjun karena memang kedatangan mereka ingin mengeksplorasi daerah Rimbang Baling dan segala cerita kehidupan masyarakatnya. Tidak jadi ke air terjun, Wulan dan Robby memanfaatkan waktu mencari ide-ide untuk cerita film yang akan mereka buat tentang alam yang harapannya dapat menggugah semua pihak untuk beraksi nyata terhadap penyelamatan alam dan keanekaragaman hayatinya.
Sementara itu, di lokasi acara festival, digelar sosialisasi pengolahan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup dan pemerintahan Desa Gema. Narasumber yang dihadirkan mampu membuka mata masyarakat bahwa sampah adalah emas. Kegiatan ini merupakan awal dari inisiasi gerakan “Subayang Bersih.”
Gema sebagai ibu kota kecamatan Kampar Kiri Hulu dan akses utama menuju desa-desa yang berada hulu Sungai Subayang menjadi representatif Rimbang Baling. Permasalahan sampah yang belum dapat terkelola selama ini menjadi kepedulian banyak pihak,apa lagi Rimbang Baling sekarang mulai menggeliat dengan kunjungan-kunjungan wisata.
Yul Achyar, Kabid Pengembangan Sumberdaya Pariwisata Provinsi Riau menyatakan.” Sudah banyak wisatawan yang datang ke Subayang, masyarakatnya harus siap, kebersihan harus dijaga dan keramahannya.”
Sore hari, rangkaian festival adalah launching Subayang Bersih sebagai upaya gerakan bersama masyarakat Subayang untuk menjaga sungai dari sampah. Warrior WWF, Wulan Guritno dan ditemani oleh sutradara senior, Lukman Sardi yang datang kemudian bersama rombongan WWF lainnya, didaulat ikut serta dalam kegiatan tersebut. Pembawa acara yang juga merupakan ketua panitia kegiatan, Dody Rasyid Amin meminta kedua public figure ini untuk menyampaikan kesannya mengenai Rimbang Baling dan gerakan Subayang Bersih.
“Saya senang bisa menikmati Rimbang Baling, melihat bukit yang masih hijau, ini tidak mungkin dijumpai di Jakarta. Ditambah lagi kearifan lokalnya, kita harus bangga, ini Indonesia, ucap Lukman dengan suara lantang dihapadan ratusan masyarakat yang hadir.
“Sungainya yang bersih harus kita jaga,tradisinya harus kita jaga,’ tambah Lukman. Tidak kalah semangatnya,dengan gaya berbeda, Wulan Guritno memberikan himbauannya dimulai dengan bertanya ke salah satu pengunjung. “Kamu kalau buang sampah kemana? Ya, sampah dibuang pada tempatnya. Kita harus sama-sama menjaga alam karena kita tidak mau nanti tidak akan melihat alam yang indahnya seperti ini. Kita punya anak, anak kita punya anak lagi, terus begitu, mereka juga berhak melihat alam yang indah”, ucap Wulan.
Peluncuran Subayang bersih ditandai dengan pengambilan sampah-sampah di sekitar lokasi. Yang kemudian akan terus dilanjutkan karena Desa Gema sekarang sudah punya tim Bank Sampah yang beru saja dikukuhkan.
Ditanya mengenai rencana pembuatan film, baik Wulan dan Lukman menyampaikan ini baru tahap awal pencarian cerita , kita belum tahu nanti seperti apa. Namun keduanya meminta dukungan masyarakat. Proses penggalian cerita untuk film yang memiliki pesan kuat untuk lingkungan ini masih terus digali oleh Wulan, Lukman dan Robi. Kita lihat saja nanti, bisa saja tentang gajah atau yang lainnya.