KAWASAN KONSERVASI BELUM MENJADI “SANCTUARY” BAGI DUYUNG DI PULAU KEI DAN SEKITARNYA (1)
Oleh: Syarif Yulius Hadinata (Marine Species Assistant) dan Taufik Abdillah (Marine Spatial and Monitoring Officer) - Inner Banda Arc Sub-seascape (IBAS), WWF-Indonesia
Duyung (Dugong dugong) adalah mamalia laut herbivor pemakan lamun, terutama dari jenis Halophila dan Halodule. Mereka satu-satunya spesies dari famili Dugongidae, dan salah satu dari empat spesies dalam ordo Sirenia (Marsh et al., 1978).
Di Indonesia, habitat duyung tersebar dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku, hingga Papua. Namun, meski mendiami hampir seluruh penjuru nusantara, menurut Salm et al (1982), jumlah populasi duyung di Indonesia sangat rendah.
Pada tahun 1970, diperkirakan jumlah duyung di Indonesia mencapai 10.000 individu. Sedangkan, pada tahun 1994, populasi duyung diperkirakan tersisa 1.000 individu. Padahal, secara hukum, duyung dilindungi melalui UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya serta dalam UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
Pada skala internasional, duyung terdaftar dalam Global Red List of The International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status Vulnerable to Extinction, atau rentan teradap kepunahan. Duyung tercatat dalam Appendix I The Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). Artinya, bagian tubuh duyung tidak dapat diperdagangkan dalam bentuk apapun.
Terlepas dari peraturan hitam di atas putih, hidup duyung di perairan negeri kita belum juga terjamin. Undang-undang tidak serta merta memberi dampak baik bagi populasi duyung di Indonesia. Pada 22-28 Desember 2016 lalu, WWF-Indonesia melakukan Studi Sebaran dan Ancaman Dugong dan Habitat Lamun di Perairan Kepulauan Kei. Dengan mengambil perspektif masyarakat Desa Dian Pulau, Tetoat, Wirin, dan Sitniohoi di Pulau Keci Kecil, studi ini ternyata mengungkap hasil yang memprihatinkan.
Hidup duyung masih menemui berbagai ancaman yang tinggi - baik dari faktor alam dan antropogenik (faktor manusia). Sedangkan, dari faktor antropogenik, perburuan duyung masih dapat dijumpai di tempat di mana mereka seharusnya dijaga: Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Taman Pulau Kecil, Pulau Kei, Pulau-Pulau dan Perairan Sekitarnya, Kabupaten Maluku Tenggara.
Di kawasan yang disahkan sebagai kawasan konservasi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 6/KEPMEN-KP/2016 pada 5 Februari 2016, duyung masih ditangkap baik untuk konsumsi hingga diperdagangkan.
Sebanyak empat dari lima duyung yang tertangkap pada tahun 2016 adalah hasil sampingan (bycatch) dari nelayan pengguna jaring, sedangkan satu individu dilakukan penangkapan secara sengaja. Kalau populasi duyung terus menurun, berapa banyak duyung yang tersisa di tahun mendatang?