MEMATRI ASA LESTARI DI JANTUNG SUMATERA
Suasana pagi ceria dibumbui dengan senyuman hangat selalu menyambut kehadiran kami di sekolah. Riuh rendah gelak tawa murid-murid juga menambah semangat positif kala itu. Perjalanan kami mengenalkan kehidupan Lestari di sekolah- sekolah di jantung Sumatera, bermula dari SMPN 1 Hulu Kuantan yang terletak di desa Sampurago, Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Setidaknya, ada sekitar 170 siswa yang berasal dari 4 desa.
Kegiatan bersama siswa selalu menjadi kegiatan favorit tim edukasi WWF- Indonesia di Riau. Aktivitas kreatif dan interaktif seperti permainan punah atau lestari, refleksi berita lokal terkini, menonton video bersama dan tukar pendapat mewarnai pertemuan kami. Tidak jarang respon dan reaksi anak-anak mengundang decak kagum dan gelak tawa.
Ketika itu kami mengadakan sesi pengenalan kehidupan Lestari. Kegiatan pun dimulai dengan perkenalan dan disusul dengan permainan punah atau Lestari. Permainan ini menggunakan permen berbagai warna yang menjadi simbol dari sumber daya alam seperti tanah, air dan tumbuhan. Anak- anak dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok mendapatkan tumpukan permen dengan warna berbeda. Aturannya adalah masing masing anggota kelompok diperkenankan untuk mengambil permen, yang paling banyak mengambil dialah yang terkaya. Tetapi, apabila ada permen yang tersisa maka jumlah sisa permen akan dikali 2.
Permainan ini biasanya dipandu oleh guru yang juga telah mendapatkan pengenalan sesi Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (ESD). Seusai ibu guru menghitung sampai 3, anak-anak pun berebutan mengambil permen. Tentu saja disertai dengan ekspresi antusias dan tawa canda khas anak-anak. Hampir setiap kelompok mengambil seluruh tumpukan permen yang ada di atas meja. Ada anggota kelompok yang medapatkan banyak, sedikit atau setidaknya satu. Permainan juga disertai keluhan dan aduan dari murid yang hanya mendapatkan sedikit permen.
Di akhir permainan ibu guru memberikan pertanyaan pemantik kepada anak-anak dengan tujuan memaknai permainan tersebut. “Apa yang terjadi apabila sumber daya alam yang diibaratkan dengan permen tersebut habis tak bersisa?”, “Apakah ada kehidupan dimuka bumi?” Beberapa anak terlihat merenung dan berpikir. Kemudian, salah satu dari mereka berujar ”seharusnya ambil sesuai kebutuhan saja”. Ada juga yang menambahkan “tidak boleh rakus dan serakah”. Ibu guru menjelaskan bahwa sumber daya alam harus dikelola sebaik mungkin agar tidak terjadi kelangkaan. Selain itu, di dunia ini, sumber daya alam tidak terdistribusi secara merata, ada daerah yang kaya akan hasil lautnya, ada yang hanya memiliki hasil hutan, ada pula yang identik dengan padang tandus. Hal ini diibaratkan seperti jumlah permen warna warni yang dimiliki setiap anak. Sehingga untuk pemenuhan setiap daerah terjadi transaksi jual beli sumber daya alam. Aktivitas ini akan memberikan keuntungan ekonomi tetapi jika tidak dilakukan dengan bertanggung jawab tentu saja akan berdampak negatif pada daerah tersebut.
Lebih jauh lagi, murid-murid mendapatkan sesi tentang 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dikemas dengan konteks lokal, video dan visual yang menarik oleh kakak kakak dari WWF. Beberapa SDGs dicontohkan dengan berita lokal mengenai kondisi di wilayah Kuantan Singingi, seperti berita kemiskinan (SDGs 1), kelangkaan BBM (SDGs 7), dan Kemitraan pemerintah kabupaten Kuantan singingi dengan entitas lain (SDGs 17). Selain itu, murid juga belajar membaca grafik dan diagram tentang beberapa SDGs seperti, grafik kebutuhan air di Kuantan singingi (SDGs 6), perubahan iklim (SDGs 13) yang dijelaskan melalui video singkat di mana setelahnya anak-anak diminta menyimpulkan.
Sementara itu, terkait SDGs 15, ekosistem laut, dinarasikan dengan ekosistem bikini bottom yang memiliki banyak plankton baik penghasil oksigen. Aktivitas ini mendorong mereka untuk berdialog dan mengungkapkan perasaan serta pikirannya. Contoh sederhana dan dekat dengan keseharian siswa dapat membantu siswa dalam mempelajari Pembangunan berkelanjutan secara bertahap. Murid murid kelas 7 masih terlihat canggung dan malu ketika di minta berpendapat, berbeda dengan kelas 8 yang lebih berani dalam menjawab. Untuk menambah keseruan, kegiatan ini juga di selingi dengan beberapa quiz berhadiah dan permainan memasangkan logo SDGs dengan labelnya. Viola, salah satu murid kelas 8 mengungkapkan pembelajaran ini sangat seru dan memberikan pengetahuan baru.
Selain menekankan tentang pengetahuan terhadap pembangunan berkelanjutan dan masa depan lestari, siswa juga dihimbau untuk melakukan aksi kecil seperti membawa botol minum ke sekolah, membuang sampah ke tempatnya, mengolah sumber daya alam dengan bijak, dan belajar dengan tekun. Dari sedikit pengetahuan yang kami bagi dengan anak-anak, semoga melahirkan perubahan kecil dalam mewujudkan masa depan yang berkelanjutan. Perjalanan mematri asa lestari di jantung Sumatera masih panjang, seperti hidup yang terus bergulir.