MENENGOK PRAKTIK PERIKANAN TUNA LOMBOK TIMUR: AWAL PENERAPAN SKEMA BISNIS BERKELANJUTAN
Oleh: Munawir (Capture Fisheries Officer, WWF-Indonesia)
“Ini lepa-lepa,” kata Irwanto, nelayan Suku Mandar asal Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Ia menunjuk pada sampan kecil dari kayu yang ia gunakan untuk memancing tuna. “Lepa-lepa ini membantu kami bergerak lebih leluasa dalam menentukan lokasi memancing, dan hemat penggunaan bahan bakar,” tambah dia.
Di Lombok Timur, hal unik ini yang saya amati pada kegiatan identifikasi praktik perikanan tuna. Pada 4-8 Maret lalu, Seafood Savers, inisiatif WWF-Indonesia untuk jaringan perusahaan perikanan bertanggung jawab, mengidentifikasi praktik perikanan tuna oleh perusahaan calon anggotanya.
Untuk menjadi anggota Seafood Savers, perusahaan perlu menjalani beberapa tahapan, salah satunya identifikasi praktik perikanan yang mereka jalankan bersama supply chain yang telah didafftarkan.
Ternyata, nelayan yang melakukan penangkapan tuna di Lombok Timur ini didominasi oleh nelayan andon (pendatang) dari Sulawesi Barat (Kabupaten Mamuju dan Majene). Mereka adalah Suku Mandar, suku pelaut yang memiliki semboyan turun temurun, dota lele ruppu dari na lele di lolangang. Lebih baik hancur perahu, daripada mundur dalam pelayaran.
Setiap nelayan memang punya strategi berbeda dalam menangkap tuna, meski metode penangkapannya sama-sama menggunakan handline. Para nelayan yang terlibat langsung dalam praktik perikanan tuna ini menjadi salah satu informan wawancara dalam rangkaian identifikasi. Selain tentunya pengusaha, Syahbandar Pelabuhan Perikanan Labuhan Lombok, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lombok Timur, dan DKP Provinsi NTB.
Perikanan tuna memang menjadi salah satu komoditas andalan negeri kita. Tercatat pada tahun 2013, Indonesia menjadi menjadi produsen tuna terbesar dunia dengan total produksi mencapai ± 750.000 ton (Sumber: FAO dan BPS). Untuk produksi dalam negeri, tuna adalah komoditas yang paling banyak diekspor kedua setelah udang.
Terdapat enam wilayah utama penangkapan tuna di Indonesia, yaitu Samudera Hindia Bagian Sumatera, Samudera Hindia Bagian Jawa, Selat Makassar, Teluk Cendrawasih, Teluk Tomini, dan Laut Banda. Lombok Timur sendiri berada di antara dua wilayah utama perairan penghasil tuna, Selat Makassar dan Samudera Hindia Bagian Jawa. Hal ini membuat potensi perikanan dan kelautannya cukup tinggi. Produksi ikan lautnya tercatat mencapai 10.543 ton menurut data DKP Provinsi NTB tahun 2013.
Hasil produksi ikan laut ini dipasarkan untuk kebutuhan lokal, dan dikirim ke daerah lain seperti Pulau Bali, yang merupakan kantor pusat salah satu perusahaan calon anggota Seafood Savers yang bergerak di bidang pengolahan tuna.
Dari hasil identifikasi ini, tercatat beberapa hal masih perlu dibenahi dalam menjalankan praktik penangkapan tuna oleh perusahaan calon anggota Seafood Savers. Salah satunya adalah melakukan pencatatan hasil tangkapan melalui skema log book, sesuai dengan PermenKP RI Nomor 48/Permen-KP/2014.
Rencana perbaikan praktik perikanan akan disusun sesuai dengan hasil identifikasi yang tertuang dalam Rencana Kerja Perbaikan Perikanan Tuna yang akan dilaksanakan oleh calon anggota Seafood Savers nantinya, dan dikawal bersama dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait yang berhubungan dengan perikanan tuna.
Program perbaikan praktik perikanan ini diharapkan menjadi kolaborasi kegiatan perbaikan perikanan tuna antara perusahaan dengan stakeholder lain, untuk memastikan keberlangsungan sumber daya tuna di masa depan. Tentunya, agar dapat menjadi sumber pendapatan berkelanjutan bagi nelayan di Lombok Timur, pada khususnya.