MENYELAM SAMBIL DI-BOM
Oleh: Bima Prasena (Escapade)
Pernah merasakan nyelam sambil “di-bom”? Sepertinya, jarang yang punya pengalaman seperti saya, kecuali para veteran perang dunia ke-2. Para prajurit perang susah payah memasuki wilayah pantai yang dikuasai Jerman dengan ledakan sana-sini, dan timah panas beterbangan di mana-mana. Tapi jelas, pengalaman saya berbeda. Saya bukan seperti pasukan amfibi yang berlomba-lomba dengan mortir dan peluru.
Hari itu, pada penyelaman hari ketiga kami di Flores Timur, kami menyelam tak jauh dari Teluk Hading. Jika dilihat di peta, maka termasuk ke dalam Zona Perikanan Berkelanjutan Sub-budidaya. Namun, kami malah dikejutkan dengan suara ledakan di bawah air.
Kecepatan rambat suara di dalam air itu lebih cepat 4x lipat dari pada di udara, jadi suara sekecil apapun bisa sampai di telinga dengan jelas, termasuk suara ledakan. Beruntungnya kami, suara ledakan itu mengindikasikan kalau ledakan berada jauh dari kami. Para kru speedboat Simba yang berada di atas kami bahkan tidak mendengarnya. Bayangkan, jika kru kapal Simba bisa mendengarnya, lalu dikalikan dengan kecepatan rambat suara di dalam air. Hasilnya pasti fatal bagi kami.
Ledakan terdengar saat kami melakukan penyelaman kedua. Setelah puas memotret, kami melakukan safety stop di kedalaman lima meter selama tiga menit. Hal ini untuk mengurangi risiko dekompresi akibat gelembung nitrogen dari udara termampatkan yang kami hisap.
Sambil melayang, aku melihat-lihat sekelliling, mencari objek yang siap untuk dibidik. Tiba-tiba, ada suara seperti gelembung udara besar yang dilepaskan dari bawah kami. Kaget, hal pertama yang saya cek adalah octopus. Nihil. Kedua kalinya saya mendengar suara yang sama tanpa ada wujud gelembung yang keluar, octopus pun tidak bermasalah.
Setelah kami semua berada di atas Simba, curhatan serupa dari rekan-rekan peneliti pun menjawab kebingungan saya mengenai asal suara gelembung besar tersebut. Itu adalah suara ledakan bawah air!
Saya jadi ingat, pada evaluasi hari sebelumnya, tim bercerita bahwa mereka sempat menjumpai kapal mencurigakan di lokasi penyelaman. Saat tim bersiap turun, awak kapal kayu tersebut tampak mengendap bersembunyi, dan menghilang begitu tim selesai melakukan penyelaman.
Meski sedih, harus diakui bahwa praktik pengeboman ikan masih kami jumpai di kawasan yang dicadangkan menjadi Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur ini. Saya jadi berpikir, apakah Flores Timur punya pabrik bahan peledak? Atau mungkin, banyak orang pintar peracik bom yang tidak punya jala? Memang, menyelam di tempat terpencil yang bahkan bukan dive spot pariwisata memiliki banyak risiko. Tetap tenang dalam keadaan apapun, adalah kuncinya.