MENYELAMATKAN HIU DAN PARI TAMAN NASIONAL KOMODO DENGAN KOPERASI SAMPAH
Oleh: Susilo Wati (Field Facilitator for Waste Management, WWF-Indonesia) dan Jensi Sartin (Site Coordinator Komodo MPA, WWF-Indonesia)
“Lebih baik hidup dari sampah, daripada hidup menjadi sampah,” begitu prinsip Thomas Aquino, Ketua KSU (Koperasi Serba Usaha) Sampah Komodo. Di taman nasional yang dijagokan sebagai ujung tombak pariwisata nasional menurut Kawasan Strategis Pariwisata Nasional ini, sampah memang menjadi salah satu polemik utama.
Harapan percepatan pembangunan Taman Nasional (TN) Komodo di ujung barat Pulau Flores ini tak lepas dari produksi sampah yang mencapai 13 ton per bulan. Baik itu bersumber dari rumah tangga, maupun industri.
Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat, mengingat tren pembangunan yang berkembang. Jika dibiarkan tanpa solusi, sampah akan menjadi momok besar bagi nafas pariwisata, ekonomi, dan kesehatan masyarakat di Labuan Bajo, Komodo.
Situasi ini mendorong lahirnya KSU Sampah Komodo yang dimotori oleh beberapa warga Labuan Bajo yang peduli dan ingin menjadi solusi permasalahan sampah. Diresmikan pada 2015 dengan dukungan pendampingan dari WWF-Indonesia, koperasi ini terus bergerak membersihkan Labuan Bajo melalui penyediaan jasa pengangkutan, pemilahan, daur ulang, dan pengiriman atau penjualan sampah dari Labuan Bajo.
“Jika permasalahan sampah di Labuan Bajo tidak tertangani, TN Komodo -- serta pariwisata hiu dan manta yang menjadi daya tarik utamanya -- akan berada dalam ancaman besar,” ungkap Thomas Aquino – akrab disapa Om Tos, yang mengepalai koperasi ini. “Kami memilih untuk tidak tinggal diam, kami memilih untuk bekerja dan menjadi solusi lewat KSU Sampah Komodo.” pungkasnya.
KSU Sampah Komodo menggagas gerakan edukasi pengelolaan sampah melalui kampanye 3R (Reduce-Reuce-Recycle). Langkah strategis yang diambil koperasi ini adalah memberlakukan insentif ekonomi dalam mengelola sampah melalui jasa pengangkutan, daur ulang sampah menjadi produk yang bernilai jual, dan tabungan sampah.
KSU Sampah Komodo juga menekankan pentingnya pemilahan sampah langsung di sumbernya, dan membuka keanggotaan bank sampah bagi warga yang ingin mengelola sampahnya. “Dengan adanya insentif ekonomi untuk mengelola sampah, warga tidak hanya akan lebih peduli, tapi dapat menjadi bagian dari solusi sampah itu sendiri,” ungkap Ibu Bekti, sekretaris KSU Sampah Komodo, optimis.
Saat ini, KSU Sampah Komodo terus memperluas keanggotaan untuk memperkuat permodalan usaha. Wakil Bupati Manggarai Barat, Maria Geong, juga telah mendaftar menjadi salah satu anggota koperasi saat mengunjungi Rumah KSU Sampah Komodo di Condereng, Kelurahan Wae Kelambu, Kecamatan Komodo
Dilengkapi dengan dua motor roda tiga pengangkut sampah, mesin press sampah manual, dan mesin cacah manual, KSU Sampah Komodo terus bekerja dengan sumber daya yang masih minimal – untuk dampak yang maksimal di Labuan Bajo.
“Peralatan manual ini menuntut kami bekerja lebih keras. Karena dengan volume dan penyebaran sumber sampah yang ada, kami harus menggunakan tenaga manusia,” kata Frans yang bertanggung jawab untuk proses lanjutan sampah.
“Kalau kita memiliki mesin press sampah hidrolik dan alat pengangkutan yang lebih besar, pekerjaan pun akan lebih efektif. Kerja keras kami membutuhkan dukungan lebih besar agar kita bisa bersama-sama menikmati Labuan Bajo yang bersih dan Taman Nasional Komodo yang lestari,” lanjut Frans.
Irene Reynolds, salah satu supporter WWF-Indonesia dari Swiss yang beberapa waktu lalu (25/2) mengunjungi Rumah KSU sangat antusias melihat besarnya komitmen pengurus dan anggota KSU Sampah Komodo.
“Saya sangat berharap, koperasi ini berhasil menjadikan Labuan Bajo jauh lebih bersih,” jelas Irene di sela kunjungannya – sama optimisnya dengan kita semua.