BERKENALAN DENGAN SUDIN, KEWANG LAUT PULAU BUANO
Pulau Buano adalah salah satu pulau besar yang dikelilingi berbagai gunung dan berbagai pulau kecil yang berada di Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Pulau Buano merupakan pulau yang memiliki kualitas air laut yang jernih serta habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Hal inilah yang membuat Sudin Mahelatu, seorang nelayan yang terus semangat menjaga potensi laut di Pulau Buano agar terus lestari dan berkelanjutan.
Selain memiliki latar belakang sebagai nelayan, Sudin Mahelatu juga merangkap profesi sebagai Kepala Soa (Kepala Adat dalam istilah Bahasa Maluku) dan “Kewang Laut” (dalam istilah masyarakat Maluku artinya Penjaga Laut). Sudah 32 tahun Sudin diamanatkan sebagai Kewang, sejak pemerintahan Raja Mahmud Hitimala sampai pemerintahan Raja sekarang yaitu Abdul Kalam. Kewang merupakan salah satu lembaga sosial yang diterapkan oleh hampir semua desa/negeri yang memegang teguh pada adat istiadat. Tujuan diterapkannya Kewang di Negeri Adat tersebut adalah untuk melindungi kawasan perairan beserta biota laut yang ada di dalamnya dari perbuatan orang-orang yang melakukan penangkapan bersifat merusak seperti bom, bius dan potasium sianida untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak dengan modal yang sedikit.
“Potensi laut harus katong (kami) jaga dan lindungi, kalau katong seng (tidak) jaga bagaimana katong pung (punya) anak cucu nanti kedepan,” ujar Sudin yang berjuang dengan sukarela tanpa pamrih menjaga dan melindungi laut Pulau Buano. Profesi ini masih ia tekuni sampai sekarang suka duka ia jalani meski tanpa bantuan orang lain, ia merasa sangat bangga menjaga pulau tanah kelahirannya.
Sudin Mahelatu juga merupakan salah satu anggota Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) di Negeri Buano. Dengan terbentuknya Pokmaswas di Negeri Buano beliau merasa semakin semangat untuk terus menjaga pulau Buano. “Alhamdulillah dengan adanya WWF, CTC dan LPPM di Negeri ini, beta (saya) banyak dapat ilmu baru lai (lagi) supaya katong terus menjaga katong pung laut dan jenis-jenis ikan, macam (seperti) ikan pari, ikan lumba-lumba, kaluyu, teteruga deng da pung telur,” jelasnya.
Seringkali beliau menemukan nelayan dari luar Pulau Buano yang datang melakukan penangkapan dengan menggunakan bahan kimia yaitu potassium sianida yang disuntikkan di terumbu karang sehingga ikan yang berada di terumbu karang tersebut akan pingsan, dengan begitu mereka akan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak dan modal yang sedikit dalam satu kali aktivitas penangkapan. “Beta su (sudah) berapa kali dapat nelayan yang molo (menyelam) pake kompresor dan dong bawa potasium lai par (untuk) suntik di karang, tapi pas beta dapat lihat, dong langsung kasi bunyi (menghidupkan) mesin lalu dong kabur (melarikan diri)” ujarnya.
Dengan keterbatasan perahu dan mesin yang dimilikinya, ia tidak bisa mengejar nelayan tersebut untuk diberi penyadartahuan, alat komunikasi yang ia miliki pun tidak mendukung untuk melakukan pengambilan dokumentasi. “Katong dari negeri ini su seringkali kasi tau dong nelayan jang (jangan) ada lai (lagi) nelayan yang pi (pergi) mengail (memancing) pake obat kimia karena kalo (kalau) sampe katong dapat tau da pung orang, katong langsung lapor di Kantor Polisi Kecamatan”, tambahnya.
Kegiatan Sudin yang kesehariannya menjaring ikan cendro (Tylosurus acus) untuk kebutuhan makan sehari-hari demi mencukupi 8 orang anak dan 2 orang cucu serta istrinya, dan untuk menunjang kebutuhan keluarga lainnya. Kesibukannya menjadi nelayan tidak menjadi hambatan baginya untuk terus berjuang melawan nelayan ilegal yang sering kali memasuki kawasan Pulau Buano.
“Beta pernah dapat nelayan dari Pulau Kasuari datang molo (menyelam) di Tanjung Putia baru beta lihat dong (mereka) pake kompresor. Beta langsung kasi cepat body (percepat armada) pi (pergi) dekati dong pung body (armada mereka), langsung beta suruh da pung tamang (temannya) satu par kasitau nelayan yang molo di dalam naik ke atas body, setelah itu beta langsung tanya-tanya dong asal darimana dan beta kasitau katong pung aturan dalam Negeri ini,” ujar Sudin.
Tujuan diterapkannya Kewang pada satu desa/negeri secara langsung mendorong dan menegakkan peraturan pemerintah tentang larangan penggunaan bom, potasium dan kompresor yang tercantum dalam UU RI Nomor 45 Tahun 1009 tentang Perikanan.
Setelah adanya Kewang laut yang diterapkan di Negeri Buano, hampir tidak ditemukan lagi nelayan yang melakukan illegal fishing khususnya pemboman, pembiusan, dan kompresor. Pengetahuan Kewang laut dan Pokmaswas semakin bertambah karena adanya WWF-Indonesia dan CTC sebagai mitra pelaksana dari Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA), yang memberikan pengetahuan tentang sistem masyarakat pengawas, pentingnya menjaga ekosistem laut, jenis-jenis hewan yang dilindungi, hingga penanganan mamalia yang terdampar.