LOKAKARYA III PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN MERAUKE
Oleh: Blandina Isabella Patty (Communication and Environmental Education Officer Program Papua WWF-Indonesia)
Implementasi ESD (Education for Sustainable Development) dalam ruang lingkup pendidikan formal yang dilakukan oleh WWF-Indonesia adalah dengan mengembangkan kurikulum muatan lokal berbasis lingkungan hidup. Kabupaten Merauke merupakan kabupaten ke-9 dalam pengembangan kurikulum muatan lokal, setelah sebelumnya dilakukan di Kabupaten Asmat, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Nabire di sekitar Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak Numfor, dan Kabupaten Kepulauan Yapen.
Seperti di kabupaten sebelumnya, pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat SD dan SMP melibatkan sejumlah guru SD dan SMP perwakilan dari beberapa sekolah di Kabupaten Merauke. Proses pengembangan kurikulum muatan lokal ini telah sampai pada proses lokakarya ke-3 setelah lokakarya pertama dan kedua dilaksanakan beberapa bulan lalu. Pada tahap ini, tim pengembang sedang dalam proses mengembangkan materi yang telah dipetakan sebelumnya di dalam silabus.
Lokakarya ke-3 berlangsung selama tiga hari (10-12 Oktober 2017) di Hotel Megaria Merauke. Kegiatan dibuka langsung oleh Staf Ahli Bupati. Ada sesuatu yang menarik dari tahapan lokakarya ke-3 ini, yaitu pada hari kedua, Rabu (11/10), seluruh tim pengembang yang terdiri dari perwakilan guru-guru SD dan SMP di Kabupaten Merauke melakukan kunjungan lapangan ke beberapa lokasi. Kunjungan lapangan tersebut dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna melengkapi materi dalam penulisan Buku Muatan Lokal Lingkungan Hidup. Kunjungan lapangan di beberapa lokasi ditentukan sesuai dengan isu lingkungan yang akan diintegrasikan ke dalam kurikulum muatan lokal lingkungan hidup.
Tim tersebut dibagi dalam beberapa kelompok saat melakukan kunjungan lapangan. Ada empat kelompok dengan lokasi kunjungan yang berbeda, seperti Rawa Inggun dan Savana Salor; Pantai Payum dan Sungai Maro; sanggar seni dan Dinas Pertanian; serta Taman Nasional Wasur. Empat lokasi kunjungan lapangan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan bahan materi yang akan dikembangkan ke dalam muatan lokal SD dan SMP. Peserta berkumpul di Hotel Megaria Merauke pukul 07.30 WIT. Setiap peserta datang dengan pakaian santai dan semangat yang luar biasa. Tepat pukul 08.00 WIT, setiap kelompok berangkat menuju lokasi kunjungan masing -masing.
Setiap peserta melakukan observasi dengan beberapa aktivitas, seperti mewawancarai masyarakat setempat terkait pengelolaan lingkungan yang dilakukan masyarakat, dokumentasi foto untuk melengkapi konten materi, dan mengidentifikasi kondisi lingkungan untuk dapat dideskripsikan ke dalam materi pembelajaran siswa.
Wanggai, salah seorang peserta tim pengembang muatan lokal Kabupaten Merauke merasa sangat puas dengan kegiatan di hari ke dua tersebut karena dirinya bersama rekan-rekan guru yang lain memperoleh pengalaman baru bersama WWF untuk melihat langsung potensi lingkungan yang ada di Merauke. “Saya sering bersama keluarga liburan ke alam seperti pantai, ataupun Taman Nasional Wasur. Tapi rasanya berbeda dengan kunjungan lapangan hari ini karena kami datang dengan misi yang berbeda, yaitu observasi,” ujarnya. Wanggai dan peserta guru lainnya berpendapat bahwa mereka sangat antusias karena memiliki satu pengalaman yang menarik. “Hal ini menarik dan sangat bermanfaat bagi kami para guru karena dengan kunjungan lapangan ini kami dapat lebih mengenal situasi lingkungan di Merauke dan dapat menjelaskan hal ini kepada anak didik kami dengan maksimal karena kami sudah memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait lingkungan di Merauke,” tambah Salvava, seorang guru lainnya.
Setibanya kembali di hotel, seluruh peserta diarahkan oleh Fasilitator LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) untuk mendistribusikan seluruh data yang mereka dapat di lapangan ke dalam sebuah tabel. Hal tersebut untuk mempermudah penulisan materi pembelajaran muatan lokal. Pada hari ketiga, Fasilitator LPMP memberikan beberapa tugas kecil untuk para guru agar dapat lebih berimprovisasi pada tulisan mereka. Menurut Ati Suciati, fasilitator kegiatan ini, menulis memang bukan perkara yang mudah, akan tetapi jika penulis memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung di lapangan, maka mereka akan lebih mudah mengembangkan tulisan berdasarkan apa yang mereka lihat di lapangan.
Kegiatan Lokakarya III Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Lingkungan Hidup Kabupaten Merauke tersebut berakhir pada (12/10) dan akan dilanjutkan kembali di akhir Oktober. Sekitar 60-70 guru beserta tim pendamping cukup puas dengan apa yang dihasilkan di Lokakarya III. Selain mendapat pengalaman baru, mereka juga memiliki rasa tanggung jawab untuk menyampaikan pesan-pesan lingkungan kepada anak didik dan generasi muda di Kabupaten Merauke.