MASYARAKAT PEMERIHAN DAN SUKARAJA TNBBS BELAJAR MITIGASI KONFLIK MANUSIA - GAJAH
Oleh: Hijrah Nasir
Meningkatnya laju deforestasi di kawasan TNBBS dalam beberapa dekade terakhir menjadi ancaman besar bagi satwa liar yang berada di sana, termasuk gajah Sumatra. Memburuknya kondisi habitat mereka menimbulkan masalah karena gajah keluar mencari pakan di saat musim panen. Derajat konflik gajah manusia ini juga berhubungan dengan faktor tutupan lahan, jarak sungai, tingkat lereng, curah hujan dan waktu pergerakan gajah. Salah satu yang berpengaruh adalah keberadaan lahan pertanian, dimana konflik gajah-manusia meningkat 7,37 kali untuk setiap pertambahan lahan pertanian 0,52 ha.
Salah satu tantangan yang dihadapi masyarakat di Desa Pemerihan dan Desa Sukaraja, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung yang langsung berbatasan dengan TNBBS adalah gangguan dan serangan gajah ke kebun milik warga di saat musim panen. Masyarakat desa di sini umumnya menanam komoditas padi dan jagung selain kakao dan lada. Jenis tanaman dan musim panen ini sangat berpengaruh terhadap frekuensi kehadiran gajah liar di kebun mereka yang berujung pada konflik yang terjadi. Sepanjang 1999 hingga 2015, ada 64 kasus konflik gajah manusia yang ditemukan di sekitar wilayah TNBBS, khususnya di Desa Pemerihan, Kabupaten Pesisir Barat, Tanggamus. Puncaknya adalah di tahun 2003 yang mencapai 13 kasus, namun menurun secara signifikan menjadi 9 kasus, hingga menjadi 4 kasus di tahun 2015. Kurang beragamnya metode penanganan yang cukup efektif menyebabkan kejadian yang sama terulang hampir setiap tahun dan menimbulkan kerugian masyarakat.
Oleh karena itu, melalui pelatihan mitigasi konflik gajah manusia (Human Elephant Conflict), WWF Indonesia mengharapkan kegiatan ini dapat meningkatkan kapasitas masyarakat terkait HEC dan diharapkan mampu mensinergikan aturan pemerintah dan masyarakat terkait kelembagaan dalam penanganan konflik ini.
Pelatihan ini dilakukan di 2 desa yaitu Desa Sukaraja, Kecamatan Semaka, Tanggamus dan desa Pamerihan, Kabupaten Pesisir Barat yang berlangsung dari tanggal 6 – 11 Februari 2017. Di Resort Pemerihan, ada 20 orang peserta yang terdiri dari masyarakat (kelompok masyarakat peduli konflik Dusun Srimulyo), 8 orang anggota forum sahabat gajah dusun sukoharjo, MMP dan petugas resort pemerihan.
Dalam pelatihan di 2 desa ini, Syamsuardi dari WWF Jambi selaku pemateri menjelaskan tentang pentingnya langkah-langkah pencegahan agar gajah tidak masuk ke ladang warga serta cara menangani ketika gajah terlanjur masuk. Selain itu, pemateri juga menekankan tentang pentingnya dibentuk suatu kelompok dalam masyarakat yang berfungsi untuk menanggulangi konflik antara manusia dan gajah serta penekanan untuk tidak berkebun di jalur utama gajah.
Selama ini teknis penanganan gajah yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sukaraja adalah dengan menggunakan mercon, belerang, sirine, dan spiritus. Sementara di Desa Pemerihan, metode mitigasi yang telah digunakan oleh masyarakat adalah dengan menggunakan bola api, petasan, meriam karbit dan spiritus. Umumnya masyarakat sudah sering menghalau gajah, namun masih belum terkoordinasi dengan baik. Sehingga masih menimbulkan dampak kerusakan yang cukup parah. Selama ini upaya pendampingan juga sudah sering dilakukan oleh petugas resort Pemerihan dan NGO seperti WWF dan WCS. Namun dukungan peralatan masih dirasa kurang cukup. Hingga saat ini, masyarakat juga sudah menggunakan menara pemantau untuk memonitoring pergerakan gajah liar yang mengancam perkebunan dan ladang masyarakat.
Dalam pelatihan ini, masyarakat juga belajar merakit meriam karbit dan melakukan simulasi pengoperasian di sekitar sungai pemerihan yang dilanjutkan dengan simulasi penggiringan gajah liar. Saat ini pihak Balai TNBBS menjelaskan bahwa penanganan konflik di Pemerihan sudah lebih baik dengan terbentuknya Forum Sahabat Gajah di Dusun Sukoharjo yang kini membentuk Kelompok Masyarakat Peduli Konflik yang berada di Dusun Srimulyo.
Diharapkan ke depannya, penanganan konflik dapat melibatkan seluruh masyarakat pekon melalui forum dan kelompok yang telah terbentuk. Bapak Wishnu sukmantoro menyampaikan bahwa penanganan konflik gajah harus mengutamakan keselamatan dan kesehatan gajah liar, disamping itu juga keselamatan asset dan ekonomi masyarakat. Oleh Karena itu, pencegahan sangat diutamakan dan penggunaan metode yang tepat serta pentingnya dukungan dan bantuan dari pihak lain terutama Balai Besar TNBBS dan mitra NGO dalam penanganan konflik. Pendampingan dan pembekalan kepada masyarakat sangat membantu dalam menurunkan konflik manusia dan gajah. Dalam penjelasannya, Kepala Pekon Pemerihan mengungkapkan bahwa pihak pekon sudah memiliki rencana untuk memasukkan upaya penanggulangan konflik manusia gajah kedalam RPJMDes agar usaha penanggulangan konflik ini mendapat bantuan pendanaan dari dana desa untuk memaksimalkan upaya mitigasi konflik gajah manusia.