MENGUATKAN PETANI, MENINGKATKAN NILAI HASIL KEBUN KARET!
Oleh: Darmansyah Lubis
Desa Siguntur, Kabupaten Dharmasraya, bukan hanya dikenal karena kerajaan Dharmasraya saja. Desa Siguntur mulai mengembangkan konsep perkebunan karetnya agar lebih ramah lingkungan dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat petani.
Para petani karet di Dharmasraya selama ini menghadapi tantangan berat dengan panjangnya rantai distribusi dalam produksi karet. Setidaknya ada empat lapis, mulai dari petani, lalu tengkulak pertama tingkat kampong, kemudian masuk ke tengkulak kedua dan kemudian tauke. Setelahnya baru ke pabrik. Sehingga bila harga beli di pabrik Rp 2.000 per kilogram misalnya, maka harga karet di tingkat petani akan jauh dari angka di tingkat pabrik.
WWF-Indonesia dan tim MCA-Indonesia menemukan bahwa petani sulit mendapat harga yang lebih baik karena rantainya terlalu panjang. Menurut para petani, setiap simpul penampung karet pasti akan ambil untung.
WWF melalui program MCAI RIMBA sejak 2016 mendampingi 9 kelompok tani karet di kabupaten Dharmasraya. WWF memberi pelatihan sustainable rubber cultivation (praktek budidaya karet berkelanjutan) yang diharapkan bisa memberi peningkatan nilai pada hasil panenan karet. Sejauh ini, ada sebanyak 209 petani karet swadaya yang berasal dari 9 kelompok tani di 6 nagari dan 4 kecamatan yang berpartisipasi.
Di samping itu, persoalan utama dari para petani di Dharmasraya ini adalah perlunya pengelolaan kebun karet yang lebih efektif, ekonomis tanpa merusak lingkungan. Sehingga ada kebutuhan yang tinggi terhadap peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengelola perkebunan mereka.
Tentu saja hal itu tidak bisa dilakukan oleh satu individu. Para petani menyadari bahwa mereka harus berkelompok. Dengan berkelompok mereka juga lebih memiliki kemampuan melawan arus kuat tekanan para tauke dan tengkulak. Bahkan mereka meyakini bisa menjadi pemasok langsung ke pabrik. Kesadaran berkelompok inilah yang juga sedang dibangkitkan melalui pendampingan oleh WWF.
“Kami sadar, tanpa berkelompok, kami tidak bisa apa-apa. Mulai menanam hingga mengumpulkan karet bersama. Kalau kami bisa terus bersama-sama, maka kami akan lebih baik. Contohnya, kami bisa dapat harga karet yang lebih baik bila tetap bersama-sama,” kata Sriyati, seorang perempuan petani karet yang menjadi salah satu peserta program pendampingan dari WWF. Sriyati memimpin Kelompok Berkah Tani di Nagari Koto yang beranggotakan 30 petani, baik laki-laki maupun perempuan, dengan luas kebun 38 hektar.
Kebersamaan ini diyakini mereka sebagai cara menyatukan seluruh kekuatan yang ada. Dengan kebersamaan pula, mereka bisa langsung akses ke berbagai pabrik karet yang ada di Dharmasraya ataupun sekitarnya.
“Kita akan mendorong para petani berupaya memangkas rantai pasar yang panjang. Sehingga para petani berhak atas harga yang lebih baik,” kata Manager Cluster1 Program WWF MCAI RIMBA, M Yudi Agusrin.