TAK SEKEDAR TEORI, TETAPI PENDAMPINGAN LANGSUNG PADA NELAYAN TANGANI BYCATCH PENYU DI ATAS KAPAL
Oleh: Wahyu Teguh Prawira (Bycatch Hook & Line Officer, WWF-Indonesia)
Indonesia adalah salah satu negara anggota Indian Ocean Tuna Commision (IOTC), organisasi perikanan tuna global yang mengatur kebijakan aktivitas penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia. Sebagai angggota IOTC, Indonesia dituntut untuk menerapkan upaya penanganan dan mitigasi hewan Endangered, Threatened, Protected (ETP) khususnya penyu, pada aktivitas penangkapan ikan tuna.
“Implementasi rencana aksi nasional dalam upaya mitigasi bycatch penyu akan kita galakkan bersama WWF-Indonesia dan mitra lainnya, agar nantinya bisa kita tunjukkan ke IOTC – dan dunia,” ungkap Fahmi, Kepala Loka Penelitian Perikanan Tuna, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI pada diskusi pembahasan PKS WWF-LPPT di aula rapat LPPT Mertasari.
Karena itulah, pada tahun 2017 ini, WWF-Indonesia tidak berhenti melakukan pendampingan terhadap nelayan, dalam rangka penerapan Better Management Practices (BMP) penanganan bycatch penyu di atas kapal.
Dimulai dengan Pelatihan
Nelayan nusantara menggunakan jenis alat penangkapan ikan (API) yang beragam. Pada perikanan skala besar dan artisanal, rawai tuna dan jaring insang (gill net) merupakan dua jenis API yang berpotensi tinggi terhadap bycatch hewan laut dilindungi dan terancam punah (Endangered, Threatened, and Protected/ETP) – khususnya penyu.
Kemungkinan tertangkapnya penyu pada kedua API tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis API lainnya. Semakin tingginya interaksi hewan laut dilindungi dengan aktivitas penangkapan ikan, berbanding lurus dengan ancaman dan risiko kematian hewan-hewan tersebut.
Peluang kematian hewan ETP yang tertangkap tidak sengaja jauh lebih tinggi ketika tidak diberikan penanganan yang tepat. Peran aktif nelayan dalam memberikan penanganan yang tepat pada bycatch hewan ETP akan memberikan peluang hidup yang lebih besar pada hewan ETP tersebut.
Dalam upaya peningkatan kapasitas nelayan, WWF-Indonesia bersama partner lokal telah melatih setidaknya 1647 nelayan longline dan gill net di lebih dari 83 lokasi, mengenai cara terbaik menangani dan upaya mitigasi bycatch penyu di atas kapal, sesuai dengan BMP Penanganan Bycatch Penyu. Diketahui, kapasitas nelayan rata-rata meningkat 45% setelah pelatihan, yang diukur melalui pre test dan post test.
Dilanjutkan dengan Pendampingan Langsung di Atas Kapal
Untuk memastikan nelayan mampu menerapkan materi pelatihan, WWF-Indonesia melakukan pendampingan terhadap nelayan di atas kapal. Pendampingan kepatuhan (compliance) BMP Penanganan Bycatch Penyu ini dilakukan selama tiga bulan penuh, yaitu Februari hingga April 2017, dengan target utama nelayan longline dan gill net.
Sebanyak lima orang pendamping akan ditempatkan di lokasi pendampingan, yaitu Desa Bonto Lebang, Bonto Borussu, dan Kahu-Kahu di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan; dan dua desa di Kalimantan Barat - Desa Liku dan Desa Mentibar, Kecamatan Paloh. Di Bali, pendampingan juga diberikan pada nelayan kapal longline yang berbasis di Pelabuhan Benoa.
Melalui hasil survei baseline karakteristik perikanan tangkap dan bycatch ETP pada tahun 2015 dan 2017, lokasi-lokasi tersebut memiliki potensi bycatch tertinggi. Melalui pendampingan ini, kami berharap besar bahwa nelayan-nelayan Paloh, Selayar, dan Benoa mampu menerapkan panduan penanganan bycatch penyu secara mandiri dan kontinyu. Keberhasilan nelayan dalam menerapkan BMP Penanganan Bycatch Penyu ini akan diukur melalui pemantauan berkala dan evaluasi selama sebulan setelah pendampingan berakhir.