AKSI PENANGANAN DUGONG YANG TERDAMPAR OLEH FIRST RESPONDER NETWORK MALUKU
Oleh: Moh. Nuzul Fachrudin
Minggu, 16 September 2018 seekor mamalia laut jenis Dugong (Dugong dugon) atau yang sering disebut ikan Duyung ini terdampar pada perairan Negeri Buano Selatan. Mamalia laut ini pertama kali ditemukan dalam keadaan mati terapung ± 10 m dari tepi pantai Pukul 09:15 WIT oleh Fredi Pesirahu (masyarakat Buano), dan segera menguhubungi tim First Responder Network, Roberth Hutueli. First Responder Network merupakan jejaring informan yang tersebar di penjuru Maluku. WWF Indonesia sebagai mitra pelaksana Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA) memfasilitasi pembentukan jejaring informan untuk membantu masyarakat Maluku dalam melakukan penanganan mamalia terdampar.
Sebelum melakukan penanganan, Pak Roberth berkoordinasi dengan Pemerintah Negeri Buano Selatan, Ibu Miranda Padan dari Dinas Perikanan Seram Bagian Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku, Ibu Wiwit dari LPSPL Sorong dan drh. Gio untuk melaporkan penemuan tersebut. Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, bangkai Dugong dievakuasi ke tepi pantai oleh Pak Fredi dibantu dengan masyarakat setempat agar dapat dilakukan pengukuran morfometrik dan pengambilan sampel sebelum dikubur.
Pengukuran morfometrik dilakukan oleh Pak Roberth dengan dibantu oleh Enumerator SEA Project - Chaerul Ahadi dan Moh. Nuzul Fachrudin, serta Staf Lembaga Partisipasi Pembangunan Masyarakat LPPM Maluku - Will Tutuarima. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, kondisi bangkai Dugong saat itu terdapat luka goresan pada bagian tubuh dan ekor dan penyakit kulit seperti jamur pada bagian punggung dan terluka dan bangkai Dugong belum berbau artinya Dugong tersebut diperkirakan mati pada Sabtu (15/09/2018) malam, akibat hempasan ombak karena berdasarkan penuturan masyarakat pada Sabtu malam kondisi gelombang laut cukup tinggi. Hasil pengukuran morfometrik menunjukan total panjang Dugong dari kepala hingga ekor adalah 234 cm dan lebar 60 cm, berat Dugong diperkirakan ± 200 kg dan berjenis kelamin betina.
Proses penanganan bangkai dugong tersebut secara penuh merupakan arahan dari Pak Roberth Hutuali, “Puji Tuhan saya bersyukur dengan adanya pelatihan penanganan mamalia terdampar, kami tidak bingung lagi untuk melakukan penanganan terhadap Dugong tersebut, kita sudah tahu apa yang harus dilakukan dan kepada siapa saja kita harus berkoordinasi, akan berbeda ceritanya jika saya dan masyarakat disini belum memiliki pengetahuan mengenai hal tersebut, mungkin saja bangkai dugong sudah kami bagi-bagikan dagingnya untuk dikonsumsi, atau dibiarkan begitu saja dilaut”, ungkapnya.
Selain melakukan pengukuran morfometrik, Tim WWF dibantu staf LPPM Maluku juga mengambil beberapa sampel Dugong pada bagian perut dan bagian punggung yang berjamur dan terluka, tujuannya yaitu untuk melakukan penelitian lebih lanjut, khususnya tentang faktor penyebab kematian dugong tersebut.
Setelah pengukuran morfometrik dan pengambilan sampel selesai, bangkai dugong kemudian dikubur dengan jarak ± 5 m dari tepi pantai yang tak terpengaruh pasang surut laut. Penguburan bangkai dugong ini melibatkan Pak Roberth dan para enumerator SEA-Project, staff LPPM Maluku, Kepala Kewang Negeri Buano Selatan - Yopi Toritora dan masyarakat setempat.
Proses penguburan berlangsung dari pukul 16:00 – 20:00 WIT, prosesi dilakukan secara tidak biasa dimana masyarakat Negeri Buano Selatan mengubur bangkai Dugong dengan kain untuk menghormati Dugong tersebut. Dimana berdasarkan keyakinan masyarakat sekitar, Dugong merupakan jelmaan dari leluhur mereka. Hal tersebut diungkapkan oleh Pak Roberth “Kami disini percaya bahwa Dugong merupakan jelmaan dari nenek moyang masyarakat Buano dan kami percaya bahwa Dugong harus dihormati agar bisa membawa kebaikan terhadap Negeri Buano sendiri”. Pada saat penguburan, dugong tersebut diberi bacaan-bacaan doa dari alkitab (injil). Masyarakat pecaya bahwa dengan melakukan bacaan tersebut kematian Dugong diharapkan tidak membawa marabahaya untuk desa dan bisa membawa kebaikan.