EKSPEDISI ‘MABOK’ DATA
Penulis: Terry Endropoetro (travel blogger http://negerisendiri.com/2016/web/)
Mengumpulkan data menjadi hal yang sangat penting selama #XPDCKOON di 20 titik penyelaman di Pulau Gorom, Panjang, Koon, Grogos, Geser, Neiden, dan Nukus, Kabupaten Seram Bagian Timur. Kapal Menami milik WWF-Indonesia menjadi ‘rumah’ bagi kami. Tempat mandi, beristirahat, mengisi perut, dan tentunya mengumpulkan data.
Ada 4 titik penyelaman dalam Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Koon (perairan Pulau Koon, Grogos, Nukus, dan sebelah timur Neiden) dengan koordinat titik penyelaman yang harus tepat, karena merupakan titik pemantauan tahun lalu dan data yang diambil tahun ini akan menjadi perbandingan dengan data yang diambil tahun lalu. Sementara 16 titik penyelaman lainnya adalah pendataan awal di dalam kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi.
Tim penyelam yang terdiri dari 13 penyelam yang terdiri dari anggota Dinas Kelautan & Perikanan Seram Timur, Balai Taman Nasional Wakatobi, TNI AL Ambon, WWF-Indonesia, Yayasan Terangi (Terumbu Karang Indonesia), dan blogger yang kemudian dibagi menjadi 2 tim. Di sisi kapal Menami selalu terikat 2 buah perahu. Perahu karet dipakai oleh satu tim untuk titik penyelaman yang berjarak paling jauh 5 kilometer, speed boat harus menjangkau titik-titik penyelaman yang mencapai 15 kilometer jauhnya dari kapal Menami.
Selama 5 hari ekspedisi, setiap tim penyelaman melakukan 2-4 kali penyelaman setiap hari. Berangkat pagi-pagi sekali, bolak-balik dari titik penyelaman ke kapal Menami milik WWF-Indonesia untuk berisitrahat dan pengisian tabung kembali, sudah termasuk jadwal ketat di ekspedisi ini. Beruntung cuaca mendukung, hanya beberapa kali saja hujan deras turun, namun penyelaman pun tetap berlangsung setelah hujan reda.
Setiap penyelam membawa selembar kertas berisi data-data yang harus dicatat selama penyelaman. Mulai dari kecerahan perairan, bentuk pertumbuhan kategori bentik, jenis dan kelimpahan ikan karang, kecepatan arus, juga kedalaman terumbu karang. Selain itu dicatat pula tipe terumbu, tipe dan derajat kemiringan tempat terumbu karang tumbuh, dan derajat kemiringannya, posisi karang dan daya jangkauan pandangan dari penyelam ke arah karang. Tak hanya karang, tim penyelam juga harus mengingat jenis-jenis ikan yang mereka lihat sekaligus ukurannya.
Setiap selesai penyelaman, lembaran berisi data pun harus secepatnya dikumpulkan agar tak hilang terbawa angin. Lucunya, seorang penyelam malah sempat kehilangan lembar data saat penyelaman berlangsung, terlepas dari ikatan dan hanyut terbawa arus. Sebenarnya ada sebuah aplikasi android yang menggunakan sistem GPS. Selain bisa digunakan di tempat-tempat yang tak terjangkau sinyal telepon, aplikasi ini jelas menghemat kertas, mengurangi kesalahan, dan juga mencegah terjadinya kehilangan data. Sayangnya, aplikasi ini belum bisa dipakai dalam penyelaman karena belum ada telepon genggam pintar yang bisa digunakan di bawah air.
Setiap selesai makan malam semua anggota tim penyelaman biasanya naik ke lantai atas kapal Menami. Sambil menahan kantuk dan menahan badan yang sudah lelah. Meng-input data dan menyeleksi ratusan foto yang mereka ambil selama penyelaman pagi hingga sore hari. Biasanya menjelang tengah malam mereka baru tidur, lalu bangun pagi-pagi sekali untuk kembali mempersiapkan peralatan selam. Melihat keseriusan mereka, saya tak habis berdecak kagum, bangga rasanya melihat betapa mereka mengabdikan diri untuk kekayaan bawah laut Indonesia.