LATOHALA OMNO’O, WUJUD SYUKUR DAN HARAPAN PERIKANAN LESTARI DARI NELAYAN MALI, ALOR
Oleh: Tutus Wijanarko (Community Right Based Management Officer, WWF-Indonesia)
Hamparan putih pasir pantai
Menyengat tapak kaki tak beralas
Nyiur melambai kelapa menyapa sang pencari nafkah
Bergegas ke laut luas
Disambut ombak yang berkejar menerjang sampan
Kokoh tekad sang pencari nafkah
Tak peduli ombak dan karang
Demi ibadah yang penuh berkat
(Jakbes Asamau)
Sore itu, muara pesisir Pantai Mali, Kabupaten Alor tampak ramai oleh bapa-bapa yang duduk di bawah tenda. Sementara itu, para mama sibuk memasak aneka masakan dari hasil laut. Tampak beberapa sampan yang sandar dengan diikatkan di pohon tongke (bakau). Beberapa anak serta mama-mama lainnya berlatih bernyanyi dengan iringan alat musik.
“Kami sedang bersiap melaksanakan acara syukuran nelayan – Latohala Omno’o,”jelas Bapa Kideng, Ketua Kelompok Nelayan Pantai Mali. Latohala Omno’o – nama lokal acara tahunan setiap tanggal 16 Desember ini sudah kedua kalinya diselenggarakan sejak tahun 2015.
Beberapa mitra nelayan yaitu Polisi Perairan (Polair), Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas), Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Kabola, pengurus gereja, dan WWF – Indonesia; turut hadir di pesisir pantai hari itu.
Menariknya, tamu undangan nelayan dari Pulau Buaya pun terlihat meramaikan acara. Nelayan Pulau Buaya adalah nelayan andon yang mencari hasil laut di sekitar Pantai Mali. Mereka mendirikan gubug persinggahan di sekitar pantai.
“Acara ini merupakan wujud cinta kasih kepada Tuhan atas segala rezeki dari hasil laut yang telah diberikan selama setahun ini,” ungkap Bapa Kideng, dalam pembukaan acara oleh ketua panitia.
Perairan Pantai Mali adalah bagian dari zona perikanan berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut SAP (Suaka Alam Perairan) Kabupaten Alor. Zona ini dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat, dengan berdasarkan azas perlindungan dan pelestarian.
Nelayan Mali biasa mencari hasil laut di sekitar wilayah laut Kelurahan Kabola dengan menggunakan sampan dan pancing. Pada waktu air laut surut, para mama biasanya melakukan meting (mencari kerang-kerangan atau sejenis siput di pinggir pantai). Hasil meting biasanya digunakan terlebih dahulu untuk konsumsi keluarga. Selebihnya apabila masih sisa, mereka jual untuk menambah penghasilan.
Kondisi laut yang tidak stabil dengangulungan ombak dan arus, menjadikan pendapatan nelayan tidak menentu. Meski sudah melaut dari malam hingga pagi, terkadang mereka harus pulang dengan hasil laut seadanya.
Kondisi inilah yang tergambar dalam lirik yang dinyanyikan para mama dan anak nelayan Mali. Di sela nyanyian, terlihat beberapa mama dan bapa nelayan meneteskan air mata. Suasana haru dirasakan oleh semua, dan semakin khidmat ketika khotbah disampaikan oleh Pendeta.
“Dalam Alkitab diterangkan, ambillah ikan yang bersisik, jangan ambil ikan yang tidak bersisik,” seru ibu pendeta. Maksudnya, nelayan dianjurkan untuk tidak menangkap ikan (yang tidak bersisik) yang memang bukan untuk dikonsumsi; seperti hiu, lumba-lumba, dan dugong (duyung) yang juga tinggal di perairan Pantai Mali.
Dalam khotbahnya, disampaikan bahwa ajaran Kristen mengajak umat untuk menjaga dan melindungi alam, termasuk laut. Masyarakat nelayan Pantai Mali percaya, menangkap hasil laut sesuai kebutuhandengan cara ramah lingkungan, berarti menyelamatkan generasi masa depan. Peran aktif mereka dibuktikan dengan aktifnya konservasi mangrove oleh masyarakat di Pantai Mali dan Pulau Sika di perairan Mali.
""Sejak para nelayan di Mali melakukan penanaman bakau di sekitar Pantai Mali dan Pulau Sika, jumlah tangkapan ikan nelayan pun mulai meningkat,"" tutur Onesimus Laa, Ketua Forum Nelayan Kabupaten Alor.
Acara dilanjutkan dengan perjamuan makan bersama. Hujan yang mulai turun tidak membuat bubar para tamu undangan. Kami menikmati berbagai olahan hasil laut masakan para mama. Acara ditutup dengan pemberian beras dan sembako dari nelayan Mali kepada pengurus gereja.
Patut diapresiasi, bahwa rasa syukur para nelayan Mali menjadi kabar yang menyejukkan umat; untuk terus memanfaatkan, menjaga, melestarikan sumber daya laut, dan mensyukuri karunia Tuhan.