MEWUJUDKAN HIDUP SELARAS ANTARA MANUSIA DAN GAJAH DI PEUSANGAN
Panik! ini terjadi pada warga Desa Karang Ampar dan Bergang, Aceh Tengah ketika dengar kabar ditemukan jejak Gajah Sumatra di kawasan Daerah Aliran Sungai Peusangan. Warga khawatir gajah tersesat akan masuk ke desa dan area pemukiman. Warga yang mayoritas memiliki kebun, cemas gajah juga akan merusaknya. Sebagian warga pemberani berpatroli hingga sebulan lamanya. Mereka berusaha menghalau gajah meski terbatas pengetahuan, dan dengan mempertaruhkan keselamatan.
Persinggungan antara manusia dan gajah terjadi akibat habitat fauna yang semakin terbatas menyebabkan disorientasi bagi gajah, akhirnya masuk desa karena butuh makan.
Sejak 2010, konflik antara manusia dan gajah di Peusangan mengalami peningkatan. Akibatnya, korban jiwa di kedua belah pihak berjatuhan. Warga Karang Ampar dan Bergang ingin gajah pergi. Merasa juga yang punya wilayah, gajah pun tak sudi.
Mulai Hidup Berdampingan dengan Gajah
Namun, cerita lama itu sudah berlalu. Kini, warga Karang Ampar dan Bergang bersedia hidup berdampingan dengan gajah. Masyarakat merasa lebih tenang setelah ada Tim Pengaman Flora dan Fauna (TPFF) Karang Ampar dan Bergang yang dibentuk sejak 2018. TPFF berperan dalam pemantauan pergerakan gajah yang hidup di sekitar hutan Peusangan. TPFF dibentuk oleh pemerintah desa dan mendapatkan dukungan pendanaan dari desa untuk menjalankan kegiatannya.
Selain itu, TPFF dan masyarakat kedua desa juga mengupayakan terminal gajah seluas 800 hektar. Tujuannya agar kawanan satwa yang biasa mampir ke desa setiap enam bulan sekali itu bisa punya tempat singgah yang nyaman dimana sudah tersedia pakan. “Masyarakat bersedia menyisihkan sebagian tanah adat dan lahan yang biasa digunakan untuk ternak agar bisa dimanfaatkan sebagai terminal gajah. Bahkan, masyarakat mau bergotong royong untuk menanam pakan di terminal gajah,” kata Koordinator TPFF, Muslim pada wawancara 24 September 2021 lalu.
Sejatinya, TPFF adalah kelompok yang beranggotakan 24 pemuda desa yang bertugas mengawal Kesepakatan Karang Ampar dan Bergang untuk Perlindungan Hutan dan Satwa. Konsensus tersebut berisi aturan pelarangan perburuan gajah hingga pengambilan kayu ilegal.
Dalam menjalankan amanahnya, TPFF juga melakukan smart patrol, yaitu pemantauan hutan rutin selama 15 hari dalam sebulan. Tim yang terlibat dalam patroli melakukan pendataan keberadaan satwa dan illegal logging, hingga mengidentifikasi jejak pemburu.Kegiatan smart patrol telah berhasil menghentikan penebangan liar yang terjadi di hutan dekat desa, bekerjasama dengan aparat setempat.
Dengan berakhirnya kerja sama antara TPFF dan Yayasan WWF Indonesia pada Desember 2020, kegiatan smart patrol tidak lagi dilakukan. Namun demikian TPFF bersama masyarakat masih terus melakukan mitigasi konflik mandiri secara swadaya.
Kolaborasi TPFF dengan Banyak Pihak
TPFF juga melebarkan kolaborasi dengan bekerjasama dengan tim mitigasi konflik manusia dan gajah di desa lain dalam Forum Gajah Aceh. Dengan demikian terbentuk jaringan komunikasi untuk penanganan masalah gajah bersama dan berkomunikasi dengan lembaga resmi.
Dukungan untuk keberlangsungan TPFF selalu diharapkan.
Kelompok ini masih punya mimpi untuk mewujudkan terminal gajah di masa depan. Selanjutnya, TPFF juga bercita-cita mengembangkan kawasan ekowisata yang menawarkan pengalaman pemantauan gajah liar. Dari usaha ini, mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan.
Dengan keberadaan TPFF berkelanjutan, maka kehidupan antara manusia dan gajah di Karang Ampar dan Bergang dapat mencapai keselarasan. Manusia bisa menjalankan kehidupan dengan tenang dan nyaman. Sementara gajah tetap dapat hidup dan menjalankan perannya di alam sesuai fungsi ekologisnya, yaitu menjaga keberlangsungan sumber daya hutan.