PELESTARIAN GAJAH BORNEO MELALUI PENDEDIKASIAN KORIDOR DI UTARA JANTUNG BORNEO
Oleh: Agus Suyitno
Human-Elephant Conflict Mitigation Officer North Kalimantan, WWF Indonesia
Editor: Regina Nikijuluw
WWF HoB Communications Manager
Pagi baru saja mulai, dan matahari perlahan muncul memulai tugasnya. Tas ransel saya gantung ke punggung serta sepatu saya kenakan. Saya melangkah ringan menuju ke ruang makan untuk mengisi tenaga demi kegiatan saya hari ini. Di sana, 8 orang sudah berkumpul untuk nantinya bersama melakukan perjalanan panjang menelurusi kawasan milik perusahaan di Sabah, Malaysia yaitu Zillion Fortune Sdn Bhd dan Sabah Softwood Berhard.
Dalam 2 hari ke depan, saya menemani 1 orang dari Pemerintah Indonesia, 3 dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), termasuk 8 orang dari WWF-Indonesia dan WWF-Malaysia memasuki wilayah habitat gajah borneo. Kunjungan ini kami lakukan sebagai kelanjutan dari kunjungan Pemerintah Sabah ke habitat gajah di Kecamatan Tulin Onsoi, Kabupaten Nunukan, Kaltara bulan Februari 2018 lalu.
Gajah borneo merupakan gajah yang masuk sebagai satwa yang terancam punah dalam IUCN Red List. Sejauh ini berdasarkan informasi dari Pemerintah Sabah, populasi gajah yang ada disana berkisar 1.500 individu, sedangkan menurut survei yang dilakukan oleh WWF-Indonesia pada tahun 2012, populasi di Kaltara berkisar 30-80 iIndividu.
Banyak kegiatan dan keputusan yang berdampak langsung terhadap keberadaan populasi gajah. Konversi habitat untuk pengembangan sektor perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri merupakan isu utama yang menyebabkan berkurangnya habitat gajah borneo, baik di Sabah maupun di Kalimantan. Konversi habitat juga menyebabkan adanya konflik antara gajah dan manusia karena adanya penggunaan ruang secara bersama.
Dalam perjalanan 2 hari ini, saya dan perwakilan pemerintah mendapatkan banyak pembelajaran. Beberapa langkah adaptasi dan mitigasi dilakukan oleh yang kawasannya kami kunjungi. Bagian yang paling menarik dari perjalanan ini adalah dedikasi dari perusahaan untuk menyediakan koridor khusus bagi gajah di wilayah mereka.
Perusahan Zillion Fortune yang bergerak dalam bidang hutan tanaman industri, mendapatkan ijin pada tahun 2014 selama 100 tahun dengan luas areal 10.833 Ha di wilayah Sepulut FMU 25. Keberadaan gajah juga menjadi bagian isu utama dimana mereka harus terlibat dalam upaya konservasinya.
Pada bagian bawah konsesi mereka yang berbatasan langsung dengan Nunukan, Kaltara, pemerintah Sabah telah membuat koridor penyangga dengan lebar 500 meter. Selain itu, Zillion Fortune menyediakan 1.692 Ha untuk menjadi koridor pergerakan gajah di Sabah dan Kalimantan. Hal ini bertujuan agar gajah-gajah yang berada di sana memiliki daerah pergerakan sendiri tanpa perlu memasuki kawasan masyarakat tinggal.
Kami mengunjungi wilayah perusahaan lain yakni Sabah Softwoods Berhard, mendapat kesempatan untuk melihat gajah secara langsung sekitar 20-25 individu gajah. Perjumpaan gajah banyak ditemukan di dalam dan sekitar koridor. Interaksi gajah dan manusia menjadi hal biasa di dalam kawasan tersebut.
Membiarkan gajah-gajah tetap berada dalam konsesi mereka adalah sesuatu yang unik. Perusahaan ini mencadangkan areal konservasi untuk gajah melalui koridor gajah seluas 1.228 Ha yang dapat menghubungkan pergerakan mereka ke kawasan hutan.
Lebih lanjut, pengelolaan konflik oleh Sabah Softwoods Berhard dilakukan melalui penyediaan pangan. Jika 1 individu gajah dalam sehari memerlukan makanan 150 kg, maka perusahaan ini telah memikirkan penyediaan 750 kg – 900 kg makanan di wilayah ini. Bahkan di beberapa tempat telah dilakukan pengayaan tanaman untuk menjaga ketersediaan pakan gajah.
Sabah Softwoods Berhard adalah perusahaan yang memiliki ijin usaha dalam pengembangan hutan tanaman industri dan perkebunan kelapa sawit di bawah Yayasan Sabah selama 60 tahun sejak tahun 1997 dengan luas areal 60.700 Ha. Pembagian area untuk ijin usaha tersebut meliputi 26.998 Ha untuk kegiatan hutan tanaman industri, 28.489 untuk perkebunan kelapa sawit dan 5.213 untuk area konservasi.
Walaupun intensitas konflik gajah masih rendah namun langkah antisipasi dilakukan oleh kedua perusahaan melalui pemasangan pagar listrik pada areal yang baru dilakukan penanaman. Monitoring dan patroli secara regular dilakukan oleh keduanya untuk menggiring gajah agar tidak masuk kawasan yang sudah ditanami. Tanaman yang dimakan atau dirusak gajah adalah sebuah resiko bagi mereka dan biasanya akan dicoba untuk ditanam kembali.
Mereka sadar bahwa gajah perlu ruang untuk bergerak dan juga perlu sumber makanan. Mereka juga paham bahwa keberadaan gajah bisa menimbulkan konflik dengan manusia. Membuat koridor dan menyediakan kawasan hutan adalah hal penting buat gajah. Saat ini total jumlah gajah liar dalam konsesi mereka adalah 50-60 individu, dan mereka terus mengelola gajah-gajah tersebut untuk menekan resiko kepunahannya.
Jufri, staff Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kaltara, menyatakan, “Saya sangat bersryukur dan senang bisa terlibat dalam kunjungan ini, apalagi bisa bertemu dengan gajah secara langsung.” Penampakan gajah di wilayah Nunukan sangat jarang karena populasinya kecil dan habitatnya cukup luas.
“Pembelajaran yang didapat bahwa manusia sebetulnya bisa hidup berdampingan dengan gajah. Kegiatan usaha manusia di bidang kehutanan dan perkebunan bisa dilaksanakan, sementara ruang untuk gajah disediakan,” demikian Jufri melanjutkan pernyataannya.
Pemerintah Kaltara tentunya akan berkomitmen dalam menjaga dan melestarikan Gajah Borneo. Program HoB akan menjadi jembatan dalam membangun kerjasama lintas batas pengelolaan koridor di Sabah dan Kalimantan.
Perjalanan 2 hari ini memang melelahkan buat saya. Namun, kepuasan yang saya lihat dari semua peserta, serta pembelajaran yang saya dapatkan tidak sebanding dengan kelelahan tersebut. Pemandangan gajah melintas di koridor yang disediakan menimbulkan kebahagiaan tersendiri bagi saya. Upaya ini mungkin sederhana, tetapi dari yang sederhana ini bisa membantu melestarikan gajah borneo yang terancam punah ini.