PENGISAP MADU ELOK YANG RENTAN DI ALAM LIAR
Oleh: Deddy R. Luanmasar (Coordinator Park Management Papua Program)
Kawasan Taman Nasional Lorentz di Papua adalah rumah bagi sekitar 45 spesies burung dengan sebaran terbatas dan sembilan di antaranya merupakan spesies burung endemik. Salah satunya adalah spesies endemik pengisap madu elok (Macgregoria pulchra). Burung tersebut hanya dapat dijumpai pada semak-semak di zona sub alpin dan barisan Pegunungan Princes Willem V Range dan juga di kawasan Trikora (WWF-Indonesia Lorentz, 1996). Burung ini oleh masyarakat dikenal sebagai cenderawasih elok madu. Tidak salah, karena sebelumnya burung ini dikategorikan dalam famili Paradiseae yakni famili burung cenderawasih. Namun para peneliti burung pernah menjumpai burung ini sedang mengisap madu pada bunga, sehingga burung ini dimasukkan dalam burung pengisap madu (melifaagidae), dan akhirnya dimasukkan ke dalam famili Meliphagidae.
Berdasarkan hasil survei habitat dan populasi burung cenderawasih di sekitar Danau Habema kawasan Taman Nasional Lorentz, terdapat beberapa aktivitas yang menjadi ancaman bagi populasinya. Meskipun habitat burung ini termasuk dalam zona inti TN Lorentz, ternyata masyarakat masih tetap melakukan penebangan kayu yang hasilnya selain untuk untuk digunakan sendiri, juga dijual kepada pihak lain.
Ancaman juga datang dari aktivitas pembukaan jalan dalam kawasan yang menghubungkan beberapa kota dan distrik pemekaran baru yang melintasi sisi timur dan barat Danau Habema. Dampak keberadaan jalan dalam kawasan selain mempermudah upaya pembangunan masyarakat, juga mempermudah akses perburuan burung ini untuk dikonsumsi karena ukurannya yang relatif besar dan berbobot.
Pembangunan jalan yang ada pun ternyata telah menimbulkan fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat ini dapat memperbesar terjadinya efek tepi berupa turunnya kelembaban udara, mengeringnya serasah sehingga dapat menimbulkan stres terhadap beberapa vegetasi yang ada. Akibat selanjutnya adalah berdampak terhadap berkurangnya pakan dari burung pengisap madu elok dan burung lain. Bahkan terjadinya fragmentasi habitat dapat berdampak semakin stresnya burung dan terpaksa melakukan migrasi ke tempat yang lebih sesuai dan lebih aman.
Tidak sampai di situ, ancaman alami berupa kematian pohon habitatnya pada beberapa tempat secara bersamaan dengan luasan 1 sampai 2 Ha. Dari hasil pengamatan secara seksama, tidak ditemukan bekas terbakar seperti arang pada batang pohon yang telah mati sehingga dipastikan kematian pohon habitat itu bukan karena kebakaran hutan. Menurut informasi dari masyarakat, kematian ini adalah biasa karena perubahan cuaca. Apakah kematian tersebut berhubungan dengan terjadinya perubahan suhu berupa peningkatan temperatur atau yang dikenal sebagai dampak dari pemanasan global, perlu ada data dan penelitian lebih lanjut terkait hal tersebut.