PENINGKATAN PRODUKSI SAWIT INDONESIA BERBASIS TIPOLOGI INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI KEBUN SAWIT BARU
Sampai dengan saat ini, Kelapa sawit telah merupakan komoditas strategis untuk mendukung perekonomian Indonesia, merupakan primadona ekspor dan menguasai lebih dari 50% pasar dunia dalam satu dekade terakhir. Pada sisi lain, pada tahun 2020 disebutkan bahwa sekitar 20% dari luas tutupan sawit di Indonesia terindikasi berada dikawasan hutan (illegal)[1][2], kondisi ini memunculkan kekhawatiran dampak deforestasi, biodiversity loss dan konflik social. Disaat yang sama, Indonesia sedang terfokus untuk memenuhi target capaian NDC, salahsatunya melalui transisi energi dengan percampuran bahan bakar nabati dari kelapa sawit. Tentunya kondisi ini tidak ideal, karena satu sisi kita akan menurunkan emisi dengan transisi energi, pada sisi lain ada indikasi ancaman deforestasi karena kebutuhan sumber bahan baku dari kelapa sawit. Maka dari itu, WWF Indonesia Bersama team peneliti dari Fakultas Kehutanan, Universitas Gajah Mada (UGM) menyusun policy paper untuk memberikan rekomendasi aksi stragtegis kepada Pemerintah Indonesia serta stakeholder terkait, untuk bagaimana memenuhi kebutuhan minyak sawit sebagai bahan baku biofuel, tanpa meningkatkan tekanan dan kerusakan hutan.
Indonesia, menyusun kebijakan biodiesel dimulai pada era 1970-an sebagai respons terhadap krisis minyak dunia. Serangkaian kebijakan, seperti Inpres nomor 1 Tahun 2006 hingga Permen ESDM Nomor 24 Tahun 2021, telah diterapkan untuk mendukung pengembangan biodiesel. Pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada tahun 2015 juga memperkuat implementasi kebijakan ini. Dalam hal ini, biodiesel merupakan strategi transisi energi sekaligus peluang pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia.
Analisis kebutuhan dan ketersediaan Crude Palm Oil (CPO) mengindikasikan penurunan ketersediaan nasional dan produktivitas sawit. Faktor seperti program replanting yang lambat, keterbatasan tenaga kerja, manajemen nutrisi dan kesehatan tanah yang tidak optimal, serta serangan hama-penyakit, semuanya berkontribusi pada tren penurunan produksi. Selain itu, peningkatan konsumsi CPO nasional diperkirakan menyebabkan defisit hingga 5 juta ton pada tahun 2030.
Strategi Peningkatan Produksi
Empat strategi utama untuk meningkatkan produksi sawit melibatkan peningkatan produktivitas, akselerasi program replanting, peningkatan produksi dari kebun kelompok tani hutan perhutanan sosial, dan skenario ekstensifikasi. Peningkatan produktivitas melibatkan tiga tahap, termasuk pengelompokkan kebun, karakterisasi yield gap, dan implementasi skenario intensifikasi sesuai kategori yield gap.
Program replanting menjadi kegiatan utama untuk menutup yield gap. Namun, target replanting pemerintah belum tercapai sepenuhnya, memicu peningkatan luasan kebun uzur. Oleh karena itu, akselerasi program replanting pada kebun sawit rakyat menjadi kunci untuk meningkatkan produksi CPO. Ekstensifikasi dilakukan sebagai opsi terakhir, melibatkan perluasan lahan di area konsesi yang belum direalisasikan dan di area konsesi baru. Namun, perlu dipastikan bahwa ekstensifikasi tidak menyebabkan deforestasi dan dilakukan secara berkelanjutan.
Aspek Kebijakan
Penyusunan kebijakan perlu mempertimbangkan tiga aspek utama. Pertama, kebijakan peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit harus diperbarui. Kedua, peremajaan sawit rakyat membutuhkan perbaikan, termasuk regulasi mengenai bahan tanam bermutu. Ketiga, kebijakan perluasan perkebunan sawit harus diarahkan pada optimalisasi lahan konsesi yang belum tergarap.
Peran petani kelapa sawit perlu diperkuat melalui revisi Permen ESDM 24/2021. Ini mencakup keterlibatan petani sebagai penyedia bahan baku biodiesel, standar mutu sawit rakyat, dan kerjasama dengan koperasi petani kelapa sawit.
Rekomendasi
Untuk meningkatkan produktivitas sawit Indonesia diperlukan pendekatan terpadu berbasis intensifikasi, replanting/peremajaan, ekstensifikasi yang menerapkan aspek berkelanjutan, dan perbaikan kebijakan yang terintegrasi antara kementerian dan lembaga. Upaya ini harus sejalan dengan pelestarian lingkungan dan pemberdayaan petani kelapa sawit untuk mencapai keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.
[1] https://sposindonesia.org/wp-content/uploads/2019/11/Buku-Hutan-Kita-Bersawit.pdf
[2] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210617131224-20-655637/18-juta-hektare-sawit-di-kawasan-hutan-disebut-tak-berizin