POTENSI BESAR LABENGKI KECIL
Oleh: Nisa Syahidah (WWF-Indonesia)
Dinggi merapat perlahan ke pulau ini, yang dari jauh bentuknya seperti ibu penyu, berhadapan dengan pulau karang kecil yang menyerupai anakan penyu. Lucu. Rasanya saya mau memekik girang ketika bahkan tak jauh dari pantai, dari atas kapal terlihat slope terumbu karang berwarna-warni. Pasir putihnya lembut sekali, dengan air yang bening – dan dingin. Selamat datang di Pulau Labengki Kecil.
Nama Labengki sebenarnya sudah tidak asing di kalangan traveler. Acara televisi My Trip My Adventure pernah meliput keindahan Labengki Besar – nama pulau di seberang pulau kecil ini, Labengki Kecil. Keduanya adalah bagian dari Taman Wisata Alam (TWA) Teluk Lasolo, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara.
Tak ada sinyal di Desa Labengki. Listrik dari genset hanya menyala dari pukul 18.00 sampai 23.00. Sejak tahun 2011, penduduk tiga dusun di Desa Labengki hanya mendiami sebagian kecil pulau ini. Tidak sampai 500 jiwa jumlah mereka, yang mayoritas adalah Suku Bajo, disusul Muna, Buton, Tolaki, dan Bugis.
“Nama Labengki ini dari Bahasa Buton. ‘La’ itu ‘ada’, ‘bengki’ itu ‘guci’ – peninggalan sejarah,” cerita Pak Guru Kesenian SD Labengki. Dikepung oleh reef di sisi barat, timur, dan utara pulau, masyarakat Labengki mendiami pulau penuh potensi, terutama dalam hal pariwisata bahari. “Di sini turis datang ada mungkin sekali sebulan,” sambungnya. “Mereka biasa datang untuk pergi ke Pulau Labengki Besar.”
Labengki Kecil seperti gerbang menuju Teluk Cinta dan Pasir Panjang – dua spot wisata terkenal yang ada di Pulau Labengki Besar yang tak berpenghuni. Beberapa kapal kecil bertuliskan Labengki Wisata tampak sandar di sisi lain pulau. Tapi, Labengki Kecil sebenarnya lebih dari itu.
“Kaka, kita jadi pi Goa Kolam Renang sekarang? Ayo!” Dalam sekejap, bocah-bocah habis sekolah mengepung kami, termasuk anak Kepala Desa Labengki. “Kita ke mercusuar juga!” ajak mereka, bergerombol lebih dari sepuluh orang.
Kami berjalan kaki menuju Goa Kolam Renang, sebuah goa dengan kolam air asin di dalamnya. Sedikit menaiki tangga batu-batu karang, kami sampai di pintu goa. Cukup gelap di dalam sana, sambil menyalakan headlamp, saya mencelupkan kaki di airnya yang berwarna tosca muda.
Batu-batu menyerupai marmer banyak ditemukan di sekitar goa. Kata Bu Rahma (Universitas Halu Oleo), kemungkinan batu-batu karang dan goa ini tadinya berada di bawah laut.
Kami lanjut berjalan mengitari pulau, menyusuri pantai menuju mercusuar. Mengamati macam-macam aktivitas warga di hari yang hampir sore – renang, mengambil air sumur, mandi, membuat kapal, membersihkan ikan tangkapan, dan menjemur ikan.
Kami memang tidak bisa masuk ke dalam mercusuar, tapi perjalanan menanjak ke tempat ini sangat indah. Kan, Labengki Kecil lebih dari sekedar gerbang. Labengki Kecil adalah destinasi tersendiri.