PULAU BOKORI DULUNYA TEMPAT PENYU
Oleh: Syarif Yulius Hadinata (WWF-Indonesia)
Desa Bokori adalah desa pertama yang kami – tim spesies dan perikanan, kunjungi. Dulunya, penduduk Desa Bokori menetap di Pulau Bokori, pulau kecil tak seberapa jauh dari desa ini. Karena abrasi oleh ombak, penduduk pun direlokasi dan Pulau Bokori menjadi destinasi wisata.
“Boko dalam Bahasa Bajo berarti penyu, dan ri menunjukkan tempat. Jadi, Bokori adalah tempat bertelurnya penyu sebelum dihuni manusia,” jelas Pak Ruslan, Kepala Desa Bokori yang menjabat sejak 2014 lalu.
Sepanjang perjalanan menuju desa ini, kami menemukan banyak sekali jasa penyeberangan ke Pulau Bokori, pulau seluas 2,7 hektar.
Saat mulai dikembangkan sebagai destinasi wisata, penduduk pun direlokasi; pertama kalinya pada tahun 1984. Sebagian penduduk dipindahkan dan membentuk sebuah desa, yaitu Desa Mekar. Menyusul pada tahun 1987, pemindahan penduduk membentuk Desa Bokori ini, yang kemudian juga mekar lagi menjadi Desa Bajo Indah tiga tahun setelahnya.
Ketiga desa tersebut berada di pesisir daratan utama Sulawesi Tenggara; sekitar satu jam perjalanan dari Kendari. Tepatnya, di sebelah barat Pulau Bokori yang kini sudah tak ada penduduknya. Kenangan yang tinggal, seindah daya tarik pulau ini bagi wisatawan lokal, nasional, hingga turis asing.
Untuk mendatangi Pulau Bokori, butuh waktu 15 menit menyeberang dari Desa Mekar, Desa Bajo Indah, ataupun Desa Bokori. Biaya yang diperlukan sebesar Rp10.000 – Rp15.000/orang. Sama dengan objek wisata lainnya, dalam pengelolaan potensi wisata, pengunjung yang datang ke Pulau Bokori dikenakan biaya karcis masuk Rp5.000/orang. Jika ingin bermalam untuk menikmati keindahan Pulau Penyu ini, pengunjung bisa berkemah atau resor dengan tarif Rp 750.000 – Rp 1.500.000/malam.
Menurut keterangan Pak Ruslan, dalam pengelolaan Pulau Bokori, Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Konawe menggandeng pihak ketiga yaitu kontraktor untuk membantu pengembangan potensi wisata.
Nantinya, tahun 2018, barulah akan diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Daerah untuk pengelolaan secara berkelanjutan. “Nanti, juga ada rencana dipasangi jaring keliling pulau agar sampah tidak masuk,” terangnya.
Dengan komitmen sebagai destinasi wisata, nelayan tak lagi melaut di sekitar Pulau Bokori, tetapi ke Pulau Saponda dan sekitarnya. Dengan komitmen sebagai destinasi wisata jugalah, kita harap semoga pengelolaannya tak hanya menguntungkan pengunjung, tetapi juga menebar manfaat bagi masyarakat setempat.