WILAYAH KELOLA ADAT LINDUNGI ZONA PEMANFAATAN TRADISIONAL DI KAMPUNG YOMAKAN, PAPUA
Oleh: Irwanto dan Andini Kusumasari
Sumber daya laut merupakan harapan hidup masyarakat yang menetap di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia. Potensi sumber daya laut dimanfaatkan untuk memenuhi kelangsungan hidup bagi generasi mendatang. Sebagai tumpuan hidup, potensi sumber daya laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan, pariwisata, transportasi, dan jasa lingkungan lainnya. Potensi yang memiliki manfaat paling besar adalah sumber daya perikanan. Potensi ini memerlukan pengaturan pemanfaatan, salah satunya melalui sistem batasan wilayah/ daerah laut.
Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) di Papua memiliki sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona perlindungan bahari, zona pemanfaatan pariwisata, zona pemanfaatan umum, dan zona pemanfaatan tradisional. Hasil survei WWF-Indonesia menunjukkan bahwa 93% nelayan lokal di kawasan TNTC hanya melakukan penangkapan ikan dan sumber daya laut lainnya di kawasan zona tradisional. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak nelayan yang masih melakukan pengangkapan ikan dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Salah satunya terjadi di Distrik Rumberpon, Kabupaten Teluk Wondama.
Hasil survei WWF-Indonesia memprediksikan bahwa Pulau Rumberpon memiliki luas zona tradisional ± 38.752 ha. Dulunya, sebagian besar nelayan Pulau Rumberpon, terutama di Kampung Yomakan menangkap ikan dengan cara yang tidak ramah lingkungan. Maraknya penggunaan alat bantu tangkap bahan peledak atau dopis (nama lokal untuk bom ikan -Red) di Kampung Yomakan menyebabkan kerusakan ekosistem dan menurunnya daya dukung lingkungan di sekitar perairan. Tidak hanya itu, masyarakat juga merasakan dampak seperti berkurangnya hasil tangkapan, ukuran spesies target semakin kecil serta wilayah tangkap yang semakin jauh.
Melalui Kelompok Nelayan Tapapai, sejak tahun 2015, masyarakat Yomakan berkomitmen mengubah pola pemanfaatan yang destruktif tersebut. Kelompok Nelayan Tapapai mengimplementasikan program didampingi oleh Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) dan Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, Badan Pemberdayaan Masyarakat, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
Lambertus Yomaki, salah satu anggota Tapapai menjelaskan, “Kami telah melakukan beberapa program kegiatan seperti penyediaan pondok informasi, restorasi ekosistem melalui metode transplantasi karang, dan pemantauan kondisi ekosistem. Kami juga telah menginisiasi pembentukan Wilayah Kelola Adat yang merupakan daerah pemanfaatan terbatas di zona tradisional di Pulau Apimasum.”
Wilayah Kelola Adat
Pada Oktober 2016, Kelompok Nelayan Tapapai telah menetapkan Wilayah Kelola Adat di Kampung Yomakan. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Bupati Kabupaten Teluk Wondama yang diwakili oleh Asisten II Bidang Kerjasama dan Pengembangan Potensi, BBTNTC yang diwakili oleh Kasub. Perencanaan dan Kerjasama, Kapolsek Teluk Wondama, Danramil, anggota DPR, masing-masing Kepala SKPD Teknis terkait, dan Kepala Distrik Rumberpon.
Seremonial penetapan Wilayah Kelola Adat tersebut sekaligus digunakan untuk peresmian pondok informasi dan penanaman karang di meja transplantasi. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan ini, Kelompok Nelayan Tapapai telah menginisiasi penyusunan rencana tapak penyelaman, dimana telah ditentukan spot-spot selam yang memiliki karakteristik khusus dan unik. Hal ini dilakukan agar potensi-potensi sumber daya laut termanfaatkan dengan optimal bukan hanya pada aspek perikanan tangkap namun juga pada pemanfaatan pariwisata.
Pemantauan terhadap pertumbuhan karang hasil transplantasi oleh Kelompok Nelayan Tapapai dilaksanakan pada awal Desember 2016. Hasil dari pemantauan ini memperlihatkan bahwa sebagian besar pertumbuhan karang dalam kondisi baik dan sehat walaupun masih harus dibersihkan karena banyak media substrat yang ditumbuhi oleh lumut yang dapat menghambat pertumbuhan karang. Selain itu, hasil survei juga memperlihatkan bahwa di lokasi transplantasi karang banyak ditemui spesies ikan ukuran kecil kategori ikan mayor yang berasosiasi.
Wilayah Kelola Adat Kampung Yomakan direkomendasikan sebagai lokasi perlindungan daerah yang diprediksi sebagai Spawning Aggregation Sites (daerah pemijahan ikan) jenis Carangidae, Sphyraenidae, Lutjanidae, Serranidae. Pada musim pemijahan, aktivitas penangkapan tidak boleh dilakukan di tempat ini. Masyarakat adat pemilik hak ulayat berharap agar wilayah kelola adat ini diperluas dan dijaga/dipantau secara kolaboratif agar potensi sumber daya laut tetap terjaga. Masyarakat berharap bahwa pendampingan terhadap implementasi program Kelompok Nelayan Tapapai harus tetap terlaksana agar masyarakat dapat perlahan-lahan meninggalkan pemanfaatan yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Dengan adanya Kelompok Nelayan Tapapai yang berperan sebagai penyambung transformasi pendidikan dan pengetahuan tentang lingkungan, diharapkan dapat menjadi jembatan penerapan Pengelolaan Perikanan Berbasis Hak di Teluk Cenderawasih.