ANAK IKAN DAN ANAK KARANG (2)
Penulis: Trinity (travel blogger http://naked-traveler.com/)
Penyelaman hari ke-7 dan ke-8 saya pindah ke Tim 1 yang dipimpin Mas Opik. Tim 1 kali ini berganti kapal dari rubber boat menjadi kapal Pesut. Saya memang memilih naik kapal Pesut dengan siapapun timnya karena lebih mudah bagi saya untuk naik ke kapal dari laut. Tak terbayang naik rubber boat, habis diving, badan sebesar saya ini harus digeret naik kapal.
Berbeda dengan Tim 2, Tim 1 lebih gesit dan cepat bergerak. Setiap sebelum penyelaman ada briefing yang ditutup dengan berdoa bersama. Rasanya saya jadi lebih aman. Di Tim 1 saya ikut 2 orang “anak ikan” yaitu Hedra dan Om Ari. Di belakang kami ada Roll Master yaitu Muklis dari TNI AL dan Vero yang meneliti IKW. Di paling belakang “anak karang” dengan buddy Pak Eman dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Di atas kapal ada Dirga dengan urusan GPS-nya dan hewan karismatik.
Hari pertama menyelam bersama Tim 1 saya sungguh hepi! Saya benar-benar menikmati diving karena laut tidak berarus, pemandangan bawah laut yang cantik, wall yang penuh terumbu karang dan ikan, dan anggota tim tidak hanya meneliti tapi juga saling membantu. Di akhir penyelaman 250 meter dan long swim, kami masih sempat foto-foto. Mungkin juga karena saya sudah tahu cara kerjanya ekspedisi bawah laut ini jadi segalanya lebih lancar.
Karena Tim 1 lebih well-planned, diving kedua tinggal ganti tabung di atas kapal dan kami menunggu service interval di laut tanpa harus kembali ke Kapal Menami. Saat makan siang kami baru balik ke Menami, istirahat, dan langsung berangkat lagi. Prinsip Tim 1, “Lebih cepat kelar, lebih baik, bisa istirahat lama dan nggak rebutan kamar mandi”.
Kelar makan siang, kami semangat berangkat meski hujan badai. Di tengah jalan di tengah lautan bergelombang, kami melihat ada sampan kecil terombang-ambing di laut. Kapal mendekati sampan tapi tidak tampak ada orang atau dayung. Kapten kapal memutuskan untuk memutari sampan. Dan… tampak sebentuk tubuh manusia sedang mengapung! Saya sungguh takut kalau itu adalah mayat karena takut trauma. Perut saya sudah bergejolak karena mual. Kapal semakin mendekat… seorang lelaki muda berusia belasan tahun dengan mulut menganga, kaki terjuntai, dan tangan terbentang tak sadarkan diri di permukaan laut. Tim segera mengangkat tubuh kurus itu, meletakkan di atas bangku kapal, mengganti pakaiannya dengan pakaian kering, menutupi tubuhnya dengan terpal, menggosok tubuhnya dengan minyak kayu putih, memberinya oksigen tabung. Dia masih tak sadar. Perahu sampannya juga dinaikkan ke kapal.
Meski ada pulau yang terdekat dari lokasi hanyut, namun Pak Eman mengusulkan untuk membawa dia ke Pulau Grogos karena katanya ada Puskesmas. Kami membawanya ke sana tapi kapal tidak bisa mendekat karena surut. Seorang warga diminta untuk menjemput dengan sampan. Sebagian tim mengantar ke desa. Tak berapa lama, si korban diangkut lagi ke kapal kami. Lho? Kata warga, “Kami mau bantu tapi dia langsung lari kabur!” Namun versi tim, warga desa Grogos menolak menolong korban karena takut disalahkan. Aduh, ke mana hati nurani manusia zaman sekarang ya? Saya pikir hanya terjadi di kecelakaan lalu lintas di Jakarta aja yang orang pada cuek karena takut disalahkan.
Korban yang sudah sadar mengaku dirinya berasal dari Pulau Geser. Mulutnya meracau terus menerus. Sepertinya dia memang kurang waras. Kami memberinya makan, 2 roti besar langsung dimasukkan ke mulutnya. Sebotol minuman isi 2 liter pun ditenggaknya. Pukul 5 sore kami membawanya ke Pulau Geser yang cukup jauh dari kapal Menami. Sampai di sana, warga sudah berkumpul di pelabuhan. Mereka mengenali korban dan memanggil bapaknya. Tak lama bapaknya korban datang dengan muka kencang, menarik si anak, dan… memukulinya! Lha? Saya tidak tahu kelanjutannya karena kapal Pesut segera kembali ke Menami.
Keesokan harinya karena insiden korban, kami terpaksa diving empat kali sehari. Pagi-pagi sekali kami sudah bersiap, langsung dengan tabung ganti. Penyelaman berjalan dengan lancar, kami diberkahi dengan cuaca cerah, visibility bagus dan tak berarus.
Setelah makan siang, kami diving di sekitar Pulau Koon – nama ekspedisi ini. Namun dari atas kapal terlihat air berombak dan arus sangat kencang. Kami semua turun perlahan melalui tali jangkar. Arus memang gila kencangnya! Kami berlindung di balik terumbu, merapat sedekat mungkin, yang kemudian tangan kami kena tumbuhan gatal. Semua perjuangan terbayar dengan situs yang sangat bagus, baik dari terumbu karangnya maupun ikannya yang sangat banyak dan variatif. Ikan kecil malah sedikit, dengan arus kencang begini surganya ikan besar. Ada schooling GT (Giant Trevally), barakuda, dan sweetlips bak tornado. Ada penyu, bobara, kerapu, dan lain-lain berseliweran di depan kami! Tak heran situs ini dinamai warga setempat sebagai Pasar Ikan. Nama yang sangat cocok!
Penyelaman keempat dan terakhir hari itu mulai pukul 16.00, masih di sekitar Pulau Koon dengan arus yang tidak begitu kencang tapi masih banyak ikan besar. Namun rasa lelah mulai melanda, saya mulai menggigil kedinginan. Gigi dan rahang saya sakit karena kelamaan menggigit mouth piece regulator. Saya berusaha berenang santai dan menikmati pemandangan.
Total 10 kali diving dalam 3,5 hari. Berada di kapal lebih dari seminggu. Semua peserta masih semangat. Pukul 21.00 masih ada briefing tentang diving besok untuk meneliti SPAG alias ikan kawin.