KEHIDUPAN MALAM DI MENAMI
Oleh: Nisa Syahidah (WWF-Indonesia)
Apa yang terjadi setiap harinya setelah para peneliti kembali ke Menami?
Biasanya, sore hari Menami jadi hidup lagi karena seluruh anggota tim sudah kembali. Biasanya, Om Rais (Universitas Muhammadiyah Kendari) dan Pak Putu (Balai Besar Taman Nasional Wakatobi) akan ngelawak sampai bikin kita lupa sudah berlayar seminggu lebih.
Biasanya juga, kalau belum bosan, sebagian akan berdiri di geladak atas untuk menikmati matahari yang hampir habis. Kalau lagi ada sinyal, sebagian tampak mojok untuk bicara dengan orang tercinta di daratan sana.
Di atas hal-hal tersebut, ada satu hal yang selalu dilakukan oleh semua: menginput data.
Setiap harinya, baik tim darat maupun tim laut, harus merekap hasil pengamatan mereka dalam tabel-tabel excel.
Pengamat bentik harus menuliskan bentuk pertumbuhan karang yang ia temui setiap 0.5 meter, sejauh 150 meter. Pengamat rugositas harus menganalisis kompleksitas struktur karang.
Pengamat ikan besar dan ikan kecil harus menuliskan spesies dan estimasi ukuran ikan yang ditemui sepanjang 5 x 50 m transek, ditambah saat renang jauh 15 menit atau sekitar 300 meter. Mereka juga perlu memotret catatan yang mereka bawa ke bawah laut, sebagai data jaga-jaga. Begitupun dengan tim darat yang merekap hasil wawancara dengan nelayan.
Ada tiga jenis peluit yang akrab dengan kami selama ekspedisi. Peluit satu kali, saatnya turun dari Menami untuk pengambilan data. Peluit dua kali, yang selalu dinanti, adalah feeding time. Sementara peluit tiga kali biasa dibunyikan Taufik (WWF-Indonesia) setiap jam delapan malam. Menandakan deadline pengumpulan data ke Riri (WWF-Indonesia), sekaligus waktu berkumpul di ruang briefing. Semua temuan harian masing-masing tim pun dilaporkan, dan rencana penelitian esok harinya diumumkan.
Terkadang, para penyelam bersorak bonus ketika menemukan transek dengan substrat pasir – datanya jadi sedikit. Paling sedihnya, kalau malam itu mereka cerita sambil menyelam mendengar dentuman bom ikan. Menemukan karang mati, atau blooming Crown-of-Thorns Starfish (COTS) yang memangsa karang.
Jadi, kehidupan malam di Menami memang diwarnai dengan cerita temuan masing-masing tim peneliti. Dengan semangat mereka untuk menyelam lagi esok harinya. Dengan suara menguap di mulut, tetapi tangan-tangannya masih bekerja menginput data.
Kehidupan malam Menami kadang ditemani suara musik dari speaker ruang briefing, kadang ditemani angin kencang dan hujan, kadang juga suara ombak berdebur pelan. Kadang ditemani sinyal 3G, tapi kebanyakan Edge. Tapi yang selalu ada, semangat mereka menginput data.
Malam itu, saya tertidur sambil mendengar Bu Rahma (FPIK UHO) dan Yusran (Yayasan Bahari) mengoreksi data sambil mengeja inisial demi inisial kategori bentuk pertumbuhan karang di titik penyelaman mereka hari ini. “ACB, ACD, CS, CF, SC, CM, …”