KISAH PETUALANGAN SI GAJAH BRANDAL
Brandal adalah nama ku. Aku adalah seekor gajah Sumatera yang hidup di Provinsi Riau. Umur saya kurang lebih 15 tahun, aku besar, lincah dan kuat, Aku suka berpetualang dalam mencari jati diri dan mencari wilayah jelajah. Mungkin itulah yang menjadi alasan manusia menamaiku “si Brandal”
Aku berasal dari kantong gajah Giam Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Riau. Di sanalah rumahku dan tempatku dibesarkan oleh ibu dan saudara saudaraku yang lainnya. Saat aku beranjak dewasa aku mulai merasakan puber pertamaku dan di saat itu pun aku mulai menjauh dari kelompokku dan memisahkan diri dari ibu dan saudara saudaraku yang lain. Memang begitulah siklus kehidupan kami.
Saat aku berjalan dan memulai petualanganku, aku memasuki daerah Buatan -Siak , dan melanjutkan perjalananku menuju kompleks Chevron-Rumbai. Aku pertama kalinya muncul di Gate II Chevron- Rumbai, pada 14 Juli 2015 sekitar 11:01:30 malam aku pun mematahkan pohon palem yang ditanam di pinggir jalan. Aku bertahan di sini selama 2 hari 2 malam.
Di hutan Chevron ini aku juga tidak nyaman dan aku pun melanjutkan perjalananku dan sampai lah aku ke Danau Buatan-Rumbai. Pada saat aku di Danau Buatan-Rumbai di sana juga tidak banyak makanan, hanya ada semak belukar. Aku pun berjalan lagi, akhirnya sampailah di daerah Kulim -Pekanbaru. Di Kulim aku selalu di kejar-kejar oleh manusia dan menjadi tontonan oleh manusia aku juga berjalan diantara perumahan-perumahan manusia di sana tidak ada makanan dan tempat untuk aku tinggal. Dsinilah inilah aku pertama kali ditangkap oleh Sengarun dan Indah (gajah jinak) yang didatangkan oleh petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau dari Pusat Latihan Gajah -Minas. Akhirnya aku pun dibawa dan dilepaskan kembali ke konsesi HTI Arara Abadi di Duri, tepatnya pada tanggal 24 Juli 2015.
Pada suatu hari di bulan April 2016, aku mengulagi petualanganku. Aku melewati banyak sekali pemukiman dan desa. Desa-desa yang aku lalui adalah Selodang, Muara Kelantan, Lubuk Jering, Olak, Suluk Bongkal, Lingkar Naga, kabupaten Siak. Dari semua desa yang aku lalui aku hanya memakan umbut sawit dan pohon pisang agar aku bisa hidup, di desa-desa yang ku lewati ini aku selalu diusir, dimusuhin, diteriakin, dilemparin bahkan dilukai oleh manusia, padahal aku tidak mengganggu dan melukai mereka.
Karena aku selalu diusir dan dimusuhin oleh manusia, ku terus berjalan dan sampailah aku kembali ke Danau Buatan- Pekanbaru untuk yang kedua kalinya. Kenapa ? karena aku masih mencari daerah jelajahku, dan kekuasaanku. Di sana juga aku diusir oleh manusia. Untung di sana ada semak belukar dan rawa tempatku bersembunyi dari gangguan manusia dan berteduh dari panasnya sinar matahari. Tetapi di tempatku istirahat tidak ada makanan buat perutku yang besar ini, terpaksa aku keluar dan makan sawit dan pepaya agar perutku yang besar ini terisi kembali dan aku bisa bertahan hidup.
Selama 4 hari aku bertahan di sini. Untuk keamanan masyarakat, petugas Kepolisian BBKSDA Riau dan WWF mengevakuasi masyarakat dari rumahnya untuk sementara karena gajah selalu mondar mandir di sekitar rumah mereka. Masyarakat di sini banyak yang memelihara anjing dan selalu menggonggong ku. Gajah tidak suka dengan suara anjing. Tidak jauh dari lokasi itu terdapat kebun pepaya, untuk bertahan ku memakan pepaya-pepaya ini, sekitar 20 batang pohon pepaya.
Karena aku terus diganggu dan diusir oleh manusia membuat aku tidak nyaman tinggal di situ, akhirnya aku pergi. Aku melewati Danau Buatan, Okura, Bokum,Garingging, Kampung Gudang, menyeberangi jalan lintas Minas- Perawang, lalu aku masuk ke hutan milik Arara Abadi dan RAPP.
Di konsesi Hutan Tanaman Industri Arara Abadi dan RAPP di Siak ini aku tidak bertahan lama, karena tidak ada makanan yang banyak untuk mengisi perutku yang besar ini, Aku berjalan dan akhirnya sampai di kebun sawit, karena lapar aku memakan beberapa pohon sawiti. Aku berjalan lagi dan akhirnya sampailah di Merempan Hulu-Siak, di sanalah aku diganggu oleh manusia. Karena aku sudah resah dan bingung, lalu aku mengejar manusia dan akibatnya aku masuk ke dalam kanal yang dibuat oleh manusia. Di dalam kanal ini aku susah bergerak karena kanal yang cukup dalam, aku terjebak selama hampir 3 jam. Dalam kebingunganku, aku ditonton, difoto dan diteriakin oleh manusia. Sebagian mereka menghentikan aktifitas paginya hanya untuk menonton diriku. Aku berjalan perlahan lahan di dalam kanal sejauh 1 kilometer mencari tempat untuk naik.
Dengan berupaya sekuat tenaga akhirnya aku bisa keluar dari dalam kanal tepat pukul 10 pagi pada 9 Maret 2016. Dari dalam kanal, aku masuk ke dalam semak belukar. Aku bertahan, beristirahat, sembunyi di situ sampai sore hari untuk mengumpulkan tenaga. Setelah sore tiba, aku mulai melangkah dan melanjutkan petualanganku, kali ini aku menyeberangi sungai yang cukup dalam agar menjauh dari manusia. Tetapi aku sudah terkepung oleh rumah dan perladangan.
Pada jam 02.00 subuh, aku berhasil keluar dari kepungan manusia, dan melanjutkan perjalanan ku ke Desa Rawang Air Putih dan akhirnya aku sampai ke kota Siak, tepatnya di hutan belakang kantor DPRD-Siak Aku bingung kenapa tidak ada hutan lagi untuk aku mencari makan dan berlindung, dulu ini masih hutan dan tempat aku bermain, tapi kini sudah berubah. Aku memutuskan bertahan di hutan itu sebelum sore harinya melanjutan perjalanan melewati gambut yang dalam dan kebun sawit milik manusia. Sampailah aku di paket I, paket J , paket K, dan Desa Sabak Au.
Aku sembunyi dan beristirahat di kebun karet, bertahan di situ, dan sore harinya berjalan lagi dan menyebrangi Sungai Linau. Lalu, aku masuk ke kebun sawit yang semak tidak terurus, aku bertahan dan beristirahat di situ, sore harinya aku kembali berjalan dan sampailah di perkebunan sawit PT. SURYA DUMAI. Di sini pun tidak ada tempat untuk aku beristirahat dan makan. Dan akhirnya aku masuk ke hutan Giak Siam Kecil untuk beristirahat, makan dan menjauh dari manusia, di sinilah aku tinggal. Kondisi hutan GSK ini sangat bagus dan nyaman untuk aku tinggal tetapi dengan dalamnya rawa gambut, membuat aku tidak leluasa untuk berjalan, bergerak dan mencari manakan.
Kantong GSK itu berada di dalam konsesi Hutan Tanaman Industri APP dan APRIL, dan hanya terdapat akasia dan ekaliptus. Wilayah ini sangat berpotensi untuk gajah bertahan hidup dan berkembang karena sumber makanan yang banyak, dan tingkat keamanan untuk gajah juga sangat baik. Tetapi di dalam konsesi ini juga terdapat perambah yang sudah cukup meresahkan. Masyarakat yang merambah Hutan Tanaman Industri milik APP dan APRIL menanam sawit yang mana kebun mereka itu langsung berbatasan dengan Hutan Tanaman Industri milik APP dan APRIL. Kebun sawit mereka juga sering dimakan oleh gajah.
Di lokasi sekitar ini sering terjadi konflik gajah dengan manusia antara lain di konsesi sekitar konsesi APP (Duri II) seperti Desa Tasik Serai, Serai Wangi,Dusun Suluk Bongkal,Beringin, Koto Pait,Melibur,Dusun Cimandak, dan Serai Wangi Barat, (Duri I), Bencah Umbai, Lubuk Umbut,Tasik Betung, Melibur,Tasik Serai Timur. Di sekitar konsesi APRIL seperti Desa, Olak, Selodang,Muara Kelantan, Lubuk jering,Seluk Bungkal, di lokasi- lokasi ini gajah dianggap hama oleh masyakarat pendatang, tidak sedikit gajah yang mati di daerah itu. Di sana sebagian masyarakat menggunakan racun,tombak, jerat untuk membunuh dan melukai gajah.Di sisi lain akses masuk ke dalam konsesi juga tidak di jaga ketat oleh pihak perusahaan yang menyebabkan para pemburu leluasa masuk ke dalam Hutan Tanaman Industri kedua perusahaan tersebut.
Setelah beberapa hari bertahan di gambut dengan kondisi aku yang sudah lelah dengan jumlah makanan yang sangat sedikit aku melangkahkan kakiku ke Kota Siak. Tanggal 26 April 2016, aku berada di SPBU yang tidak jauh dari Kota Siak. Di belakang SPBU itu ada semak belukar yang sangat rimbun di sanalah aku bertahan dan beristirahat. Dan pada malam harinya aku berjalan menuju hutan yang berada di belakang kantor DPRD Siak.
Ternyata pihak berwenang punya keputusan dan tentunya aku berharap dengan pertimbangan yang matang untuk menetapkan nasibku. Tanggal 27 April 2016 malam aku ditembak bius oleh petugas BBKSDA –Riau. Aku kemudian diantar ke Pusat Pelatihan Gajah di Minas. Sepertinya inilah akhir dari petualanganku, terhenti di sini. Dan aku punya nama baru “GIAM” nama baruku ini pemberian dari Bupati Siak.