MEMBANGUN KEMBALI RUMAH IKAN DI BATU PUTIH, ALOR DENGAN ROCKPILE
“Awalnya saya dan Bli (I Made Dharmajaya, WWF-Indonesia) hanya jalan sore ke Pantai Batu Putih. Kemudian muncul ide membangun rumah ikan dengan rock pile untuk kembalikan wilayah perairan yang telah rusak.,” jelas Denny Lalitan, anggota DPRD Kabupaten Alor.
Siang hari itu (13/8/2018), kami bersama Om Denny — begitu pemerhati lingkungan satu ini biasa disapa – serta Dinas Kelautan Perikanan Alor, Universitas Tribuana Kalabahi, Dinas Pariwisata Alor, dan masyarakat setempat berkumpul bersama di Pantai Batu Putih, Desa Alila Timur, Kecamatan Kabola, Alor.
Kali ini tidak hanya bersantai menikmati indahnya pemandangan salah satu obyek wisata favorit di Kabupaten Alor ini, namun bersama melakukan aksi pengembalian batu (terumbu karang yang sudah mati) ke laut.
Tua-muda, bapa-mama, hingga anak-anak kecil bersama-sama bahu-membahu mengangkat batu tersebut ke laut. Susunan batu tersebut hendak dikembalikan ke laut, guna disusun menjadi tumpukan batu di dasar laut (rock pile). Bebatuan tersebut pertama-tama dimobilisasi satu persatu dan diangkat ke dalam perahu bermotor, kemudian dilemparkan ke dasar perairan.
Penyelam SCUBA maupun penyelam tradisional yang telah berada di dasar perairan kemudian mengambil dan merapihkan bebatuan tersebut untuk disusun bertingkat dengan dimensi 3×1,5×0,5 meter kubik. Seluruh proses dilakukan selama kurang lebih 4 jam dimulai saat laut mulai pasang pukul 12.00 WITA. Terdapat 2 orang personil penyelam SCUBA dan kurang lebih 4-5 orang penyelam tradisional yang terlibat dalam pembuatan rockpile ini.
Keberhasilan Rock Pile
Rock pile merupakan salah satu metode rehabilitasi terumbu karang secara alami. Penyusunan batu bertujuan untuk memberikan substrat bagi menempelnya anakan (juvenile) biota karang dan biota bentik lainnya. Susunan rock pile pun dibuat dengan adanya rongga guna memberikan ruang bagi tumbuhnya organisme.
Pada tahun 2013, metode tersebut juga dipakai dalam rehabilitasi bawah air di perairan Desa Marica, Pulau Kangge. Pertumbuhan juvenile (anakan) karang mencapai 12 cm dalam 5 bulan pada substrat bebatuan kapur.
Namun, berbeda dengan Pulau Kangge, kali ini penyusunan rock pile dilakukan menggunakan batu (terumbu) karang (mati) yang sebelumnya diangkat dari bawah laut ke darat dan dikumpulkan oleh masyarakat. Saat ini, bongkahan dan patahan karang, kerikil, serta pasir masih dikumpulkan oleh masyarakat setempat sebagai bahan bangunan.
Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai komponen penyusun rumah pribadi, maupun dijual ke luar. Satu ret (satuan untuk kumpulan susunan batu) dihargai Rp 250.000,00 untuk bongkahan batu ukuran besar, Rp 350.000,00 untuk kerikil dan Rp 500.000,00 untuk pasir.
“Meskipun dinyatakan terancam karena pemboman dan penambangan, secara umum kondisi terumbu karang di kawasan pesisir Batu Putih cukup bagus. Dapat diperkirakan rock pile di wilayah ini dapat ditumbuhi terumbu karang dalam waktu 2 tahun mendatang,” ujar I Made Dharmajaya — Alor-Flotim MPA Coordinator for WWF LSS.
Kondisi terumbu karang yang beraneka jenis dapat memberikan ketersediaan “bibit” alami hewan karang. Karang yang sedang memijah di kolom perairan akan menembakkan sel jantan dan telurnya pada kolom perairan, selanjutnya sel anakan yang telah tumbuh dan menjadi larva akan menempel pada substrat bebatuan.
Berdasarkan eksperimen Fox et al (2005) di Taman Nasional Komodo, larva karang cenderung lebih mudah tumbuh pada rock pile karena merupakan substrat yang paling alami. Hal inilah yang salah satunya menjadi pertimbangan pemilihan metode rock pile, dibandingkan dengan proses buatan manusia seperti transplantasi karang.