MENGUKUR PERKEMBANGAN PERIKANAN TUNA INDONESIA DALAM KOMPETISI PASAR TUNA BERTANGGUNG JAWAB DUNIA
Fransiska Sonya Puspita & M. Maskur Tamanyira (Capture Fisheries Program, WWF-Indonesia)
Sebagai usaha perbaikan perikanan tuna di Indonesia, sejak tahun 2010, standar sertifikasi Marine Stewardship Council (MSC) mulai diterapkan. Penilaian MSC berfokus untuk menilai kesiapan perikanan tuna di Indonesia dengan prinsip yang meliputi, 1) stok tuna yang aman di lautan; 2) dampak minimal terhadap lingkungan, dan; 3) tersedianya tata kelola yang baik dan menggunakan pendekatan kehati-hatian (precautionary approach). Penerapan MSC kemudian menghasilkan langkah aksi yang dijadikan sebagai panduan perbaikan perikanan tuna, yaitu Fisheries Improvement Program (FIP).
Guna memantau perkembangan dari pelaksanaan perbaikan perikanan tuna di Indonesia, pada 19 - 20 Oktober 2016 lalu, Yayasan WWF-Indonesia membuka diskusi peninjauan perbaikan perikanan tuna Indonesia dengan mengacu kepada standar MSC. Kegiatan yang didukung oleh Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap - Kementerian Kelautan dan Perikanan, memiliki lima puluh usulan langkah perbaikan (milestone) yang direkomendasikan dalam melaksanakan FIP tuna di Indonesia. Dari hasil diskusi yang dilakukan, 21 langkah dinilai layak dan sesuai dengan standar MSC, sementara 29 milestones lainnya sudah mulai bergerak ke arah yang lebih baik.
Bahasan yang menjadi sorotan penting dalam diskusi adalah mengenai Harvest Strategy (HS) dan Harvest Control Rules (HCR). Kepala Sub-direktorat (Sub-dit) Pengelolaan Sumberdaya Ikan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Laut Lepas, Saut Tampubolon, menyampaikan, “Akan ada workshop mengenai Harvest Strategy dan Harvest Control Rules pada bulan November 2016 untuk menyempurnakan draft yang sudah ada. Rencananya, kedua pengaturan tersebut akan selesai pada Desember 2017”.
Tak hanya itu, diskusi ini juga merumuskan capaian penting untuk perbaikan tata kelola perikanan tuna, yaitu pelaksanaan lokakarya risk assessment perikanan tuna. Harapannya, selepas lokakarya ini pemerintah dapat mengidentifikasi resiko yang berpotensi mengancam perikanan tuna di Indonesia. Sehingga, tata kelola perikanan tuna yang lebih baik dapat diterapkan di tingkat nasional, regional, hingga internasional.
Untuk mewujudkan rencana besar tersebut, tentunya dibutuhkan dukungan dan komitmen semua pihak dari berbagai bidang untuk secara kontinyu memperbaiki perikanan tuna. Komitmen awal ini dapat terlihat dalam diskusi mengenai review perbaikan perikanan tuna (FIP) Indonesia. Diskusi yang berlokasi di Bali ini turut dihadiri beberapa instansi di luar pemerintahan yang bekerja sama memperbaiki praktik perikanan tuna. Mereka adalah perwakilan dari adalah Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI); Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI); Asosiasi Perikanan Tangkap Terpadu (ASPERTADU); International Pole and Line Foundation (IPNLF); Sustainable Fisheries Partnership (SFP); dan Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI).
Kolaborasi pemerintah, industri, dan organisasi nirlaba sepanjang dua hari pelaksanaan review ini patut diapresiasi. Selain suasana hangat yang terbangun, diskusi dan pertukaran informasi antar seluruh pihak berjalan aktif dan konstruktif. Semoga ke depannya, keadaan ini dapat menjadi pijakan yang kuat dalam membangun kerjasama yang baik antar pihak terkait, demi terwujudnya perbaikan perikanan tuna di Indonesia agar siap menuju MSC (full assesment).