NELAYAN KEPITING BAKAU BELAJAR PRAKTIK PENANGKAPAN RAMAH LINGKUNGAN
Penulis: Windy Rizki A.P (Capture Fisheries Officer, WWF-Indonesia)
Luasnya lahan mangrove yang masih tersedia dan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan untuk menangkap kepiting bakau menjadikan komoditas dengan nama lokal ketang bakau ini produk unggulan di kawasan Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Untuk mendukung usaha memajukan usaha penangkapan kepiting bakau agar lebih ramah lingkungan dan menaikkan nilai jual dengan penanganan pascatangkap yang tepat, pada bulan Mei lalu pada tanggal 12 Mei 2016 di Pulau Mantehage dan selang sehari, yaitu tanggal 13 Mei 2016 di Desa Popareng, dilakukanlah pelatihan BMP Kepiting Bakau. Pulau Mantehage dan Desa Popareng ini adalah dua lokasi dampingan WWF-Indonesia di Minahasa Selatan.
BMP atau Better Management Practices adalah seri panduan penangkapan dan penanganan untuk berbagai komoditas, baik perikanan tangkap maupun budidaya, yang diterbitkan oleh WWF-Indonesia dan telah melalui proses panjang yang melibatkan para praktisi dan akademisi. Kegiatan pelatihan yang melibatkan para nelayan di sekitar kawasan Taman Nasional Bunaken ini merupakan salah satu tahapan dalam program perbaikan perikanan kepiting bakau yang difasilitasi oleh Forum Masyarakat Peduli Taman Nasional Bunaken/FMPTNB dengan dukungan dari WWF-Indonesia.
Acara pelatihan BMP kepiting bakau ini diawali dengan pretest untuk menjadi tolok ukur pemahaman nelayan akan pengelolaan kepiting bakau berkelanjutan. Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan penyampaian materi dari perwakilan WWF-Indonesia dan diakhiri dengan posttest untuk mengetahui seberapa jauh penyerapan materi yang bisa diterima oleh nelayan. Yang menarik dari pelatihan BMP kali ini, walaupun selama kegiatan berlangsung tidak ada listrik baik di lokasi Pulau Mantehage dan Desa Popareng hal tersebut ternyata tidak menjadi hambatan. Para nelayan tetap bersemangat mengikuti pelatihan walaupun hanya melihat materi dari laptop dan buku BMP yang dibagikan.
Dari pretest dan posttest yang dilakukan, ada peningkatan nilai hasil dari Desa Popareng sebesar 0,22%. Angka tersebut memang tidak cukup tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan nilai di pelatihan BMP yang pernah dilakukan sebelumnya di tempat lain. Namun, setidaknya terlihat adanya penambahan pengetahuan dari para nelayan terkait praktik penangkapan kepiting bakau yang ramah lingkungan walaupun tidak terlalu besar. Sedangkan untuk nilai pretest dan posttest test di Pulau Mantehage justru mengalami penurunan sebesar 0,46%. Usut punya usut, penurunan ini disebabkan karena beberapa nelayan banyak yang tidak mengikuti posttest karena harus pulang terlebih dahulu. Selain itu, banyaknya nelayan di Pulau Mantehage yang tidak bisa membaca dan menulis juga menjadi faktor. Hal inipun menjadi pembelajaran dan catatan untuk pelatihan BMP selanjutnya.
Pak Joko selaku perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Utara pun turut hadir pada kegiatan ini. Ia mengatakan bahwa DKP sangat mendukung adanya pendampingan kelompok dan pelatihan semacam ini untuk peningkatan kapasitas nelayan di Manado. Harapannya, di masa yang akan datang nelayan dapat mempunyai wawasan yang lebih tentang praktik penangkapan yang ramah lingkungan, khususnya tentang penangkapan kepiting bertelur yang masih marak terjadi. Dalam rencana ke depan, DKP Kabupaten Minahasa Selatan pun akan hadir dalam pengesahan kelompok nelayan di Popareng dengan tujuan agar kelompok tersebut dapat lebih kuat secara organisasi dan bisa menerapkan nilai-nilai ramah lingkungan dari BMP ini dengan baik.