PEMODELAN KONEKTIVITAS LARVA IKAN UNTUK OPTIMASI DESAIN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
Penulis: Estradivari (Marine Conservation Science Coordinator, WWF-Indonesia)
Sebagai negara kepulauan yang didominasi perairan, Indonesia terus mendorong pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dan meningkatkan efektivitas pengelolaannya. KKP merupakan salah satu solusi efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati laut dan mendukung perikanan berkelanjutan, di tengah besarnya tekanan antropogenik terhadap ekosistem pesisir.
Hingga bulan Oktober 2016, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KemenKP) telah membangun 154 KKP di Indonesia dengan total luasan mencapai 17,3 juta hektar. KemenKP akan terus menggenjot pembentukan KKP baru agar mencapai target 20 juta hektar KKP di tahun 2020, sekaligus meningkatkan efektivitas pengelolaan KKP tersebut.
Salah satu tantangan besar dalam mendesain Kawasan Konservasi Perairan (KKP) adalah menentukan lokasi KKP dan zona intinya; serta menetapkan luas minimalnya. Padahal, informasi yang tersedia sangat terbatas. WWF-Indonesia, bekerja sama dengan University of Queensland Australia, membuat beberapa pemodelan berdasarkan konektivitas larva ikan. Pemodelan ini dapat digunakan untuk memperkuat analisa-analisa spasial di Indonesia dalam menjawab tantangan besar tersebut, dan mengoptimalkan desain KKP di Indonesia.
Pemodelan yang dibangun mengacu kepada konektivitas larva ikan untuk mengetahui di mana sumber larva, ke mana larva berpindah dan menetap, serta seberapa jauh larva berenang. Kajian konektivitas larva ikan di Indonesia masih sangat jarang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh sulitnya pengambilan data, besarnya sumber daya yang dibutuhkan, dan besarnya area yang harus diamati. Padahal, informasi konektivitas larva menjadi salah satu informasi kunci dalam mendesain KKP dan jejaring KKP yang tangguh.
Konektivitas larva ikan dapat diperoleh melalui pemodelan berbagai data ekologi dan biologi ikan. Selain itu, melalui data sosial yang didapatkan dari kawasan Sunda Banda Seascape – area seluas 1,5 juta hektar yang merupakan bagian dari pusat keanekaragaman hayati laut dunia yang biasa disebut Segitiga Karang Dunia.Hasil dari pemodelan ini dapat memperkuat desain pembentukan KKP melalui penentuan lokasi prioritas yang memiliki nilai konservasi tinggi dan ukuran minimal zona inti agar KKP bisa berfungsi optimal.
Pemodelan desain KKP berdasarkan konektivitas ini merupakan yang pertama di Indonesia, dan dapat digunakan untuk menentukan lokasi potensial untuk KKP baru. Pemodelan ini juga berguna dalam membuat rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, merevisi ukuran dan zonasi KKP yang sudah ada, serta membentuk jejaring KKP.
WWF-Indonesia telah mengujicobakan pemodelan-pemodelan ini dalam beberapa kajian spasial untuk mencari lokasi potensial untuk KKP di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan di Maluku Barat Daya, serta mendesain jejaring KKP di Provinsi Sulawesi Tenggara dan Maluku.
Pemodelan ini dapat digunakan dengan mudah oleh pemerintah, pengelola KKP, akademisi maupun LSM, karena dibuat menggunakan format excel dan dilengkapi panduan sederhana. Pengguna tinggal membuat skenario yang disesuaikan dengan target pengelolaan yang disepakati. Apakah itu untuk tujuan keanekaragaman hayati, perikanan berkelanjutan, atau keduanya; dengan proporsi bobot yang bervariasi.
Selain telah menggunakan pemodelan ini dalam kajian-kajian analisa spasial tingkat lanjut, WWF-Indonesia dan University of Queensland juga telah mensosialisasikan pemodelan ini kepada 35 orang yang merupakan perwakilan dari 15 institusi pada pelatihan “Spatial Planning for Marine Protected Areas in Indonesia” di Bali, 14 – 21 September 2016.
Kelimabelas institusi tersebut adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta (Direktorat PRL dan KKHL), BPSPL Makassar, BPSPL Denpasar, DKP Selayar, Universitas Hasanudin Makassar, Universitas Halu Oleo Kendari, Universitas Pattimura Ambon, Universitas Papua Manokwari, Universitas Khairun Ternate, TNC, CI, CTC, WCS, Reefcheck Indonesia, dan Yayasan TERANGI. Kini, saatnya bersiap untuk desain KKP di Indonesia yang lebih baik, melalui pemodelan konektivitas larva ikan ini.