PENILAIAN AWAL STANDAR ECOLABEL MSC TERHADAP PERIKANAN UDANG DI KOTABARU
Oleh: Faridz Rizal Fachri (Capture Fisheries Officer)
Sertifikasi produk perikanan ramah lingkungan dan berkelanjutan merupakan pendekatan dengan memposisikan pasar sebagai kunci yang mempengaruhi akitivitas perikanan secara global. WWF-Indonesia mengacu pada standar Marine Stewardship Council (MSC) sebagai kriteria ideal pengelolaan perikanan berkelanjutan melalui implementasi Fisheries Improvement Program (FIP), yang berlandaskan pada tiga prinsip lestari, yakni keberlanjutan stok (P1), meminimalisir dampak lingkungan (P2), serta pengelolaan yang efektif (P3). Menurut Annual Report MSC tahun 2015, dari total 286 perikanan yang telah tersertifikasi MSC di dunia, masih belum ada yang mewakili dari sektor perikanan Indonesia. Padahal potensi nilai ekonomi yang muncul dari produk perikanan tersertifikasi ecolabel mencapai US$4.6 billion.
Penilaian awal perikanan yang menjadi Unit of Assessment (UoA) MSC telah dilaksanakan pada tanggal 3-9 November 2016 untuk perikanan udang di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pelaksanaan ini dilakukan bersama auditor pihak ketiga untuk sertifikasi MSC di Indonesia, yakni Dr Zairion dan Dr Diah Permata. Penilaian dilakukan melalui depth interview melibatkan pihak yang berpengaruh dalam pengelolaan perikanan udang, yakni Dinas Kelautan dan Perikanan, penyuluh perikanan, pegusaha, dan nelayan, yang fokus pada pusat perikanan udang di Desa Rampa Lama, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Komoditas udang menjadi penggerak ekonomi di Kotabaru terlihat dari produksi udang tangkap mencapai 4.930,5 ton pada tahun 2015 (Kotabaru dalam angka, 2015), tertinggi dari hasil laut lainnya. Ketersediaan data stok udang memiliki posisi yang penting sebagai dasar penyusunan pengaturan penangkapan udang, ini menunjukkan keterkaitan antara keberlanjutan stok (P1) terhadap kebijakan dalam pengaturan perikanan udang (P3) di Kotabaru. Belum tersedianya data hasil produksi dari berbagai jenis udang yang tertangkap menjadi perhatian utama dalam program perbaikan kedepan. Hal yang sangat penting lainnya adalah penentuan UoA perikanan udang, karena telah teridentifikasi terdapat dua alat tangkap yang digunakan oleh nelayan, yakni dari jaring gondrong (trammel net), dan lampara dasar (mini trawl), tentunya ini berpengaruh terhadap analisis komposisi tangkap dari masing-masing alat tangkap karena kontribusi pada dampak habitat dan ekosistem (P2), terlebih pengaturan zonasi wilayah tangkap belum tersedia, sehingga saling tumpang tindih antara satu sama lain.
Jenis udang yang digunakan sebagai bahan baku industri adalah jenis udang lampis yang tertangkap menggunakan lampara dasar, dengan komposisi jenis ikan lain yang ikut tertangkap cukup banyak, lebih dari 10 spesies. Operasional alat tangkap yang lebih selektif adalah jaring gondrong, dengan 85% komposisi tangkap didominasi oleh jenis udang putih (Panaeus marguiensis), sisanya dari jenis rajungan dan ikan kembung. Udang putih menjadi komoditas utama ekspor menuju pasar China dan Jepang, sedangkan udang lampis kupas untuk pemenuhan pasar domestik dengan tujuan pasar ke wilayah Jawa Timur via Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Melihat hasil ini, muncul rekomendasi bagi UoA yang didorongkan untuk mendapatkan sertifikasi MSC, antara lain: perubahan penggunaan bahan baku utama dari udang lampis menjadi udang putih, atau mengganti alat tangkap udang lampis yaitu lampara dasar ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan. Mengingat juga lampara dasar termasuk mini trawl yang berbenturan dengan Kepmen KP No. 2 tahun 2015. Hasil penilaian awal ini akan dikomunikasikan kepada perusahaan mitra yang akan/telah tergabung dalam Seafood Savers, kesenjangan yang ada akan dilengkapi melalui implementasi FIP sebelum full-assessment MSC dilakukan. WWF-Indonesia sebagai pendamping teknis berkomitmen menjadi mitra yang paling tepat bagi perusahaan hingga meraih sertifikasi MSC di masa yang akan datang. Koordinasi dua arah antara perusahaan, Seafood Savers dan WWF-Indonesia sangat diperlukan untuk menjaga komitmen bersama menuju pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di Indonesia.