TIM MONITORING HARIMAU: MELACAK DATUK BELANG AGAR TETAP LESTARI
Oleh: Natalia Trita Agnika
Sumatera bagian tengah merupakan rumah terbesar bagi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Namun kawasan ini sedang mengalami tekanan dahsyat akibat maraknya pembalakan, baik legal maupun liar, serta konversi hutan menjadi berbagai macam bentuk lahan yang mendorong hilang maupun terfragmentasinya habitat serta konflik manusia dan satwa. Hal tersebut menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup harimau. Karena itu, sebagai upaya konservasi Harimau Sumatera, WWF membentuk Tim Monitoring Harimau dan Tim Perlindungan Harimau.
Tim Monitoring Harimau sendiri mendapatkan julukan sebagai FTT (For the Tiger, Fancy Tiger Team ataupun kepanjangan bebas lainnya) sedangkan Tim Perlindungan Harimau dikenal sebagai Tiger Protection Unit (TPU). Semuanya mulai beroperasi secara efektif sejak 2004 dan bekerja beriringan bersama mitra kerjanya masing-masing untuk memantau dan melindungi harimau, serta meningkatkan pemahaman dan dukungan publik terhadap konservasi Harimau Sumatera.
Monitoring harimau merupakan kegiatan fundamental penting untuk memberikan arahan upaya konservasi yang dapat mengakomodir kebutuhan banyak pihak. Harapannya, harimau akan lestari dan akan tercipta kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam. Tim ini dikoordinir oleh Febri Anggriawan Widodo sebagai Research and Monitoring (Tiger and Elephant) Module Leader WWF-Indonesia atau Koordinator Program Penelitian dan Pemantauan Harimau dan Gajah. Pemuda kelahiran Klaten, Jawa Tengah ini memiliki semangat tinggi dalam kegiatan konservasi satwa liar dan habitatnya. Selama lebih dari empat tahun berkiprah dalam kegiatan konservasi satwa liar dan habitatnya, ia memiliki harapan supaya manusia dan alam dapat saling menjaga. “Manusia menjaga alam, begitu juga sebaliknya,” harapnya.
Bersama Febri, ada anggota tim lainnya yang memiliki dedikasi dan semangat tinggi untuk mengupayakan kelestarian harimau dengan menjadi anggota Tim Monitoring Harimau. Mereka di antaranya adalah Kusdianto, Rahmad Adi, Eka Septayuda, Effendi Panjaitan, Yansen Gultom, Fazrin Habil, Heri Priatna, Jeri Iriawan, Andi Sumarno, Dede Suhendri, Amrizal, Maraus, Hamdani Renanda, Amir, Yukasdi, Werda Syahrudin, Asri, Adi Saputra, Yusroh, Jonnedi, Faizal Syafri, Damri, Rexsi Gustaf Saputra, dan Hermanto. Hermanto sendiri yang akrab dipanggil Gebok merupakan anggota tertua tim dengan usia hampir 50 tahun dan saat ini masih aktif menempuh beratnya belantara rimba Sumatera.
Kegiatan Tim Monitoring Harimau diawali dengan pengenalan wilayah, baik melalui studi pustaka dan peta serta melihat langsung ke lapangan dan berdiskusi dengan masyarakat tentang kondisi harimau dan habitatnya. Saat melakukan pemantauan, tim ini menggunakan perlengkapan, seperti camera trap (kamera jebak) dan GPS (Global Positioning System).
Hasil pemantauan tim ini menjadi aset penting bagi upaya konservasi harimau. Hasil gambar yang diperoleh dari kamera jebak yang dipasang oleh Tim Monitoring Harimau menjadi bukti berharga keberadaan harimau. Video yang kemudian dipublikasikan akan menggugah kepedulian publik untuk memedulikan nasib harimau. Hasil utamanya adalah informasi ilmiah terkait dengan populasi harimau, kelimpahan mangsa serta kondisi habitatnya yang berguna untuk menentukan arah kebijakan konservasi harimau mendatang.
[Tonton: Video Harimau Sumatera Sukses Berkembang Biak di Alam Liar]
Untuk memperkirakan populasi harimau, Tim ini memasang camera trap yang diletakkan secara sistematis. Setiap individu harimau yang tertangkap kamera dapat diidentifikasi melalui pola belangnya yang unik. Selain itu, penggunaan camera trap dapat membantu mendokumentasikan kondisi habitat, ancaman yang dialami, serta perilaku harimau dan satwa kunci lain yang hidup dalam wilayah jelajah harimau.
Meneliti keberadaan Harimau Sumatera bukanlah hal yang mudah. Tim Monitoring Harimau masuk hutan setiap bulan dengan rentang waktu 14-21 hari di dalam hutan. Berbagai persiapan, mulai dari koordinasi, administrasi, hingga persiapan logistik harus sudah dilakukan sebelum mencapai titik target lokasi. Tim dituntut untuk dapat menghitung secara cermat alokasi waktunya. Oleh karena itu, anggota tim mendapat berbagai perbekalan pengetahuan dan keterampilan, seperti navigasi, survival atau ketahanan hidup di rimba belantara serta tentunya teknik riset dan monitoring satwa. Yang tak kalah penting yang harus dimiliki dalam tim ini adalah kerja sama tim yang kuat.
Berbagai tantangan sering ditemui oleh tim ini. Sebut saja sengatan tawon yang pernah membuat mata salah satu anggota tim monitoring bengkak. Medan yang berat bahkan pernah membuat mobil yang mereka tumpangi terperosok ke kubangan air. Beratnya beban ransel tak menyurutkan semangat saat harus memanjat tebing dan mendaki bukit demi mengumpulkan data berharga. Motivasi yang kuat adalah motor penggeraknya. Effendi Panjaitan, contohnya. Pemuda berdarah batak ini mulai berjuang demi konservasi satwa liar sejak 2005 hingga kini. Dia tetap konsisten menjaga hati dan perbuatannya untuk kelestarian alam. “Motivasi utama saya adalah belajar untuk mengenal, menghargai alam dan isinya untuk masa depan yang baik,” tuturnya.
Semangat pantang menyerah Tim Monitoring Harimau terus dikobarkan dengan harapan agar Harimau Sumatera tetap lestari. Terima kasih karena telah mendukung tim ini dengan menjadi Tiger Warrior WWF-Indonesia.