UPAYA MENYELAMATKAN ORANGUTAN KALIMANTAN
Oleh: Stephan Wulffraat
A landscapes ecology specialist for the Heart of Borneo Programme, WWF-Indonesia
Banyak orang saat ini merasakan simpati yang mendalam bagi orangutan, kera terbesar se-Asia Tenggara yang membawa kita pada kenangan terdahulu yaitu leluhur manusia di jaman purbakala. Namun demikian, populasi primata ini telah mengalami penurunan drastis dalam beberapa dekade terakhir ini.
Hal ini disebabkan terutama oleh berlanjutnya perusakan wilayah tempat mereka hidup serta perburuan dan perdagangan satwa illegal. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) merespon dengan meningkatkan status orangutan dari sebelumnya “endangered” menjadi “critically endangered”.
Berikutnya, apa yang dapat kita lakukan guna memastikan bahwa orangutan akan terus bertahan hingga beberapa generasi yang akan datang? Pertama, kita harus terlebih dahulu mengidentifikasi kondisi orangutan saat ini, selanjutnya menindaklanjuti dengan mengidentifikasi serta merencanakan aksi yang mutlak diperlukan dalam tindakan intervensi melalui konservasi. Baru-baru ini ditemukan 78 kelompok orangutan yang tersisa di Kalimantan. Analisis kami mengungakp bahwa dari kelompok tersebut hanya 20 saja yang dapat dikatakan aman, hidup berkecukupan di area yang luas, terlindungi, dan terkelola secara berkelanjutan.
Kelompok orangutan yang tersisa terancam oleh terpecahnya serta alih fungsi lahan habitat mereka. Satu-satunya berita positif adalah populasi terbesar hidup dalam habitat yang relatif aman serta memperoleh banyak perhatian dari organisasi konservasi dan pemerintah daerah.
Penerapan sistem informasi geografis yang mutakhir dikomnbinasikan dengan data lapangan memberi kemudahan untuk mengetahui dimana dan berapa banyak habitat orangutan yang hilang selama periode 2005 dan 2016, sebagaimana dipublikasikan dalam “Environmental Status of Borneo”.
Hal ini memberi kita kesempatan untuk mengidentifikasi tren serta actor-aktor pelaku konversi lahan. Lebih jauh lagi, hampir 2 juta hektar habitat orangutan telah hilang dan sebagian besar konversi lahan terjadi di dataran rendah hutan hujan dan hutan gambut, dimana kedua jenis hutan tersebut merupakan habitat yang cocok untuk tempat tinggal orangutan. Konversi lahan tersebut dilakukan dengan tujuan pengembangan lahan sawit serta perkebunan kayu pulp.
Hal yang mungkin dilaksanakan untuk mengetahui perencanaan tata ruang daerah guna mengetahui ancaman dan kesempatan di masa yang akan datang. Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi telah mengembangkan rencana penggunaan lahan, yang mengindikasikan dimana hutan alami masih tetap dipertahankan, baik sebagai hutan lindung atau hutan produksi, serta dimana hutan dapat dialihfungsikan guna pengembangan-pengembangan untuk tujuan lainnya, semisal industri perkebunan, pertanian lokal, dan infrastruktur.
Namun demikian, masih terdapat area habitat orangutan yang cukup luas yang dialokasikan untuk dikonversi dalam rencana penggunaan lahan terkini. Di Kalimantan Barat, terdapat area seluas 200.000 ha yang merupakan habitat orangutan dialokasikan penggunaannya untuk tujuan lainnya (yang bersifat non-kehutanan).
Di Kalimantan Tengah, lahan habitat orangutan seluas 500.000 ha dialokasikan penggunaannya untuk tujuan lainnya (non-hutan). Saat ini, Pemerintah telah menyadari pentingnya konservasi habitat orangutan, alokasi perubahan lahan yang telah terjadi diperkirakan akibat kurangnya informasi keberadaan orangutan di wilayah yang diubah alokasi penggunaan lahannya. Dengan pendekatan yang tepat, di banyak lokasi masih memungkinkan untuk meyakinkan pemerintah guna merevisi rencana tata ruang.
Hasil penyelidikan di atas telah menghasilkan sejumlah besar rekomendasi tindakan konservasi yang komprehensif. Seluruh orangutan di Kalimantan dimana tindakan yang sifatnya mendesak diperlukan dilakukan identifikasi, dan untuk masing-masing lokasi tindakan konservasi perlu diselidiki.
Sebagian besar rekomendasi diformulasikan sebagai tindakan untuk menghentikan kehancuran habitat, menghubungkan habitat yang terpecah-pecah, dan mengembangkan rencana pengelolaan dengan perusahaan-perusahaan guna memastikan kelangsungan hidup orangutan di area-area tersebut.
Sebanyak ¾ populasi orangutan hidup di luar wilayah yang terlindungi, dan inisiatif konservasi dalam skala besar memiliki sumber daya untuk terlibat dengan pemegang konsesi di seluruh wilayah.
Pada tingkat yang lebih luas, perencanaan wilayah memberikan kepastian bahwa area orangutan tetap tertutup oleh hutan dan habitat yang tersisa dapat terhubung satu sama lain sehingga orangutan memiliki kebebasan untuk bergerak.
Hal ini sangat penting untuk wilayah yang terfragmentasi, sebagaimana terjadi di Kalimantan Barat, dimana populasi orangutan dalam jumlah yang sedikit diperkirakan mengalami kehilangan habitat secara total tanpa adanya upaya perencanaan wlayah, dikombinasikan dengan pendekatan terintegrasi kepada para pemangku kepentingan termasuk pemegang konsesi hutan yang harus mengelola hutan mereka secara berkelanjutan. Pada tingkat kewilayahan, inisiatif seperti Heart of Borneo dapat berkontribusi untuk memastikan konektivitas di antara habitat orangutan.
Beberapa proyek penangkaran orangutan yang dilakukan oleh WWF Indonesia di Kalimantan Barat menunjukkan hasil yang efektif ketika penduduk lokal turut dilibatkan. Kegiatan ini masih berlanjut sampai dengan saat ini termasuk pengembangan koridor kehidupan alam liar untuk menyambungkan dengan hutan-hutan yang masih terpecah-pecah.
Penduduk lokal memainkan peran utama guna menjaga habitat orangutan yang berada di sekitar lingkungan mereka. Pembangunan komunitas serta proyek ekoturisme berpotensi menghasilkan manfaat baik sekarang maupun di masa yang akan datang.
Apabila seluruh pemangku kepentingan bersedia menghargai orangutan dan habitatnya di Kalimantan maka masih terdapat harapan untuk menyelamatkan populasinya.