MENEMBUS HUTAN DEMI SURVEI ORANGUTAN KALIMANTAN
Oleh: Tim Survei Orangutan Kalimantan
Mobil yang membawa rombongan tim survei Orangutan Kalimantan bergerak dari Palangka Raya menuju wilayah Desa Takaras. Kendaraan tersebut kemudian berhenti di sebuah perkebunan sawit. Ya, beberapa lokasi di wilayah ini memang terdapat perkebunan sawit skala kecil. Kami pun diantar menggunakan mobil penjaga perkebunan sawit menuju titik terdekat memasuki hutan.
Survei Orangutan Kalimantan yang berlangsung pada periode Desember 2017-Juni 2018 silam tersebut dilaksanakan WWF-Indonesia bekerja sama dengan beberapa peneliti dari berbagai bidang keahlian, di antaranya, ahli tumbuhan, ahli mamalia, ahli burung, ahli serangga terbang, dan ahli orangutan. Kelengkapan tim ini mendukung untuk meneliti seluruh potensi keanekaragaman hewan dan tumbuhan, terutama keberadaan orangutan dan jumlah populasinya.
Anggota tim yang melakukan survei orangutan di koridor TN Sebangau-TN Bukit Baka Bukit Raya (TN BBBR) adalah Rantawan (WWF-Indonesia ), Abraham (WWF-Indonesia), Azim Ariadi (WWF-Indonesia), Davit Purwodesrantau (WWF-Indonesia), Jojon Surianata (WWF-Indonesia), Agus Salim (WWF-Indonesia), Agusti Randi (ahli tumbuhan), Khaleb Yordan (ahli burung), Taufik Mei Mulyana (ahli mamalia), Ismail (ahli serangga terbang), Ari (MAPALA SYLVA), Agung (MAPALA SYLVA), Beni (MAPALA SYLVA), dan masyarakat yang berada di sekitar tempat lokasi titik koordinat berada.
[Baca juga: Survei Orangutan Kalimantan di Kawasan Hutan Koridor TN Sebangau-TN Bukit Baka Bukit Raya]
Menjelang sore hari, tim membuat camp sementara (flying camp) di pinggir hutan untuk beristirahat. Keesokan paginya, tim melanjutkan perjalananan dengan berjalan kaki menyusuri hutan rawa gambut air merah dengan sebagian kawasan hutan dataran rendah dan kondisi air yang jernih.
Melakukan survei di hutan belantara bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada banyak tantangan yang dihadapi. Dalam perjalanan menuju lokasi titik survei, tim menghadapi kendala jalan rusak dan jembatan yang sudah tidak dapat diakses. Namun kerja keras dan kerja sama anggota tim dapat membuat tantangan tersebut mampu untuk dilewati.
Selama berhari-hari, kami bisa tidak berjumpa dengan jalan manusia karena tim berjalan hanya menyusuri hutan belantara yang kadang melewati bukit dan kadang melewati rawa. Sesekali juga kami membuat rakitan untuk menyeberangi sungai. Apabila sudah mendekati pukul 15.30, tim mulai membuat camp sederhana tempat beristirahat dan mempersiapkan tenaga untuk keesokan harinya.
Dalam perjalanan, kami juga sering menjumpai pekerja tambang skala kecil atau yang lebih dikenal dengan istilah PETI (Pertambangan Tanpa Izin) di dalam hutan. Mereka menatap dan memperhatikan tim kami dengan penuh kecurigaan karena menurut cerita, mereka sering didatangi wartawan dan juga intel dari kepolisian rata-rata pekerja tambang di situ adalah pelaku tambang ilegal.
Setiap pagi, rutinitas anggota tim adalah menuju titik transek untuk melakukan pendataan di jalur yang sudah ditentukan, baik itu mendata orangutan maupun keanekaragaman hayati lainnya. Setelah selesai, tim kembali ke camp dan beristirahat untuk melanjutkan ke titik pembuatan camp sementara selanjutnya dengan membawa seluruh peralatan.
Saat menuju titik transek, tim sering berjumpa hewan seperti orangutan, babi hutan, tupai, burung, jejak beruang, jejak kijang, burung rangkong badak, dan lainnya. Selain itu, tim juga sering menemukan bekas-bekas tambang ilegal, bekas jalan ekskavator untuk membuka areal tambang, serta areal perusahaan sawit yang baru disurvei. Kegiatan illegal logging di daerah tersebut masih banyak. Hal ini nampak dengan terlihatnya banyak bekas jalan kuda-kuda untuk mengeluarkan kayu. Berdasarkan informasi masyarakat yang bekerja di lokasi tambang dan lokasi perencanaan untuk perkebunan sawit, mereka sering melihat orangutan di lokasi sekitar itu.
Akhirnya, setelah melakukan survei selama enam bulan, tim berhasil menyelesaikan 22 transek pengamatan dari 30 total transek yang direncanakan. Dengan hasil tersebut, sudah dapat dianalisis menggunakan program Distance dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Jumlah sarang yang terdata di dalam transek pengamatan adalah sebanyak 170 sarang. Kondisi sarang yang dijumpai saat survei beragam, mulai dari kondisi sarang kelas 1 atau masih segar sebanyak 9 sarang, kelas 2 sebanyak 10 sarang, kelas 3 sebanyak 63 sarang, dan kondisi sarang kelas 4 atau sudah cukup lama sebanyak 95 sarang.
Setelah dianalisis, didapatkan hasil bahwa koridor TN Sebangau-TNBBBR mempunyai kepadatan orangutan sebesar 0,59 individu/km² dengan total jumlah populasi orangutan sebanyak 700 individu orangutan. Menurut ahli orangutan, jumlah orangutan sebanyak itu sangat baik untuk kelangsungan hidupnya ke depan. Mudah-mudahan upaya untuk membuat koridor antara TN Sebangau yang memiliki jumlah populasi orangutan sebanyak 6.000-an dengan TN Bukit Baka Bukit Raya segera terwujud, sehingga keberlangsungan orangutan di ketiga habitat orangutan ini semakin terjaga.