EKSPEDISI BERSAMA PENELITI
Penulis: Trinity (travel blogger http://naked-traveler.com/)
Hari kelima dan keenam diving di sekitar Pulau Koon adalah untuk penelitian SPAGs (Spawning Aggregation Sites – alias tempat ikan kawin). Sayangnya saya tidak diperbolehkan untuk menonton langsung proses pengambilan data SPAGs ini. Tempat ikan kawin sangat penting diketahui untuk keberlangsungan spesies ikan dan harus dijaga agar ikan terus berproduksi sehingga jumlah ikan makin banyak. Karena pentingnya itu lah, hanya peneliti saja yang diperbolehkan turun mengambil data.
Hasilnya di situs itu memang terjadi SPAGs antara lain ikan kakap, GT (Giant Trevally), bumphead, barakuda, dan platax. Ternyata proses ikan kawin itu memang ribet. Dari sekian banyak ikan di dalam laut, peneliti harus tahu tingkah laku ikan. Rupanya ada yang berkelompok dulu, ada yang langsung berpasangan, ada betina yang perutnya buncit, ada ikan yang berubah warna, ada ikan yang menyemprotkan sel telur dan sperma di luar untuk dibuahi (yang sering dimakan oleh ikan lain).
Beruntung saya bisa ikut “tim darat”, yaitu Dirga dan Witha yang mengamati ekologi di Pulau Koon. Dari kemarin saya memang memohon untuk diperbolehkan ke darat Pulau Koon karena ekspedisi ini bernama Koon, masa saya tidak menginjakkan kaki di pulaunya? Saya pun segera melompat ke rubber boat. Pak Budi dan Bang Sam dari TNI AL serta Terry blogger turut serta.
Sekitar jam 10 pagi di hari yang cerah Pulau Koon tampak cantik dari kejauhan. Tapi 200 meter sebelum ke darat, air sedang surut sehingga rubber boat tidak bisa masuk. Bang Sam pun menarik kapal kami dengan tali. Saya dan Terry langsung berlari ke beberapa sand bar (pasir timbul) untuk berfoto.
Pemandangannya indah sekali dengan air berwarna turqoise, pulau-pulau pasir putih kecil, langit biru. Di satu pasir timbul berkumpul burung camar berwarna putih membuat pemandangan sangat sureal. Tak sadar sehabis foto, air pasang datang. Dengan susah payah saya berjalan kaki kembali. Sementara tim berkeliling pulau meneliti, saya memilih untuk berenang-renang di laut.
Setiap malam kami semua berkumpul di ruang meeting untuk “bikin PR” yaitu mengisi data ikan/karang, tapi lama-lama ruang meeting berganti menjadi bioskop. Dari nonton, lama-lama berubah menjadi tempat tidur massal dengan suara ngorok bersahutan.
Akhirnya pada 23 April 2016 siang, kapal Menami kembali berlayar kembali ke Ambon. Lagi asyik-asyiknya nonton bioskop, tiba-tiba hujan badai datang! Suasana ruang meeting acak adul kebasahan. Alat elektronik dimatikan. Tak hilang akal, kami pun mengisi TTS manual. Namun, lama-lama ombak semakin tinggi dan kapal bergoyang kencang sehingga sebagian peserta muntah-muntah. Semua pun menyelamatkan diri dan barang-barang, berhimpitan di ruang makan karena di kamar tidur bawah sangat sumpek. Saya akhirnya mengendap-endap tidur di kamar VIP, yaitu kamar kapten.
Ombak berhenti saat kapal mendekati teluk Ambon keesokan paginya. Sampah plastik banyak mengapung di laut membuat kami miris. Sinyal yang telah seminggu hilang datang lagi. Satu per satu mojok bertelepon. Di depan Jembatan Merah Putih, kami berfoto bersama lagi. Kami bertepuk tangan setelah kapal Menami akhirnya bersandar di Pelabuhan LIPI, Ambon.
Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Saya banyak belajar dari semua orang yang tadinya tidak kenal menjadi seperti saudara sendiri. Saya juga semakin cinta alam Indonesia dan bertekad untuk menjaga kelestariannya, terutama ikan dan terumbu karang. Terima kasih, WWF!
(selesai)