KORIDOR WABUBI: PENGHUBUNG HABITAT SATWA DI SELATAN PAPUA
Oleh: Andhiani M. Kumalasari (Communication, Campaign, & Outreach Coordinator Papua Program)
Merauke - Hamparan hutan di selatan Papua mengundang keingintahuan untuk menyibak kekayaan keanekaragaman hayati di dalamnya. Bukan hanya satu, tetapi terdapat tiga area hutan kawasan konservasi yang menjadi habitat berbagai jenis flora dan fauna unik. Taman Nasional (TN) Wasur, Cagar Alam (CA) Bupul, dan Suaka Margasatwa (SM) Bian, yang semuanya berada di Kabupaten Merauke. Hingga saat ini, ketiga kawasan konservasi tersebut masih dalam kondisi yang baik sehingga sangat mendukung kelestarian berbagai flora dan fauna yang hidup di dalamnya.
Potensi kekayaan keanekaragaman hayati di ketiga wilayah tersebut dapat dianalisa melalui kualitas habitat. Analisa ini dilakukan untuk melihat sejauh mana wilayah-wilayah tersebut mendukung kelangsungan hidup flora dan fauna di dalamnya. Keberadaan ketiga wilayah tersebut perlu untuk bersama-sama dikelola dengan baik, salah satunya melalui inisiasi pembentukan zona koridor.
Marthinus Wattimena selaku Acting Southern Papua Leader, WWF-Indonesia Program Papua menjelaskan, “konsep koridor difungsikan sebagai penghubung antar kawasan konservasi untuk melihat keterkaitan hubungan antara satu kawasan konservasi dengan kawasan konservasi lainnya. Konsep ini melihat kawasan sebagai suatu ekosistem atau habitat penting yang harus saling berhubungan dan utuh sehingga dapat dikelola secara berkelanjutan. Selain itu, konektivitas kawasan konservasi juga terbentuk agar tidak terjadi pemutusan hubungan secara ekologi.”
Pembentukan konsep koridor ini diawali dengan kajian potensi kawasan. Kegiatan studi potensi kawasan koridor Wasur-Bupul-Bian (WABUBI) diawali dengan survei lapangan di level kampung dengan metode pemasangan kamera jebak (camera trap), survei keanekaragaman hayati, survei potensi karbon, grup diskusi terfokus (FGD), dan wawancara mendalam dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Pada Februari-April 2016, WWF bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua, Balai Taman Nasional Wasur, dan Universitas Musamus Merauke melakukan kajian spasial untuk memetakan potensi jasa ekosistem di wilayah kajian yang menghubungkan antara TN. Wasur dan CA. Bupul, Kab. Merauke, Papua. “Tim melakukan survei keberadaan satwa dengan menggunakan camera trap. Karena kendala non teknis, survei di wilayah Bian belum dapat dilaksanakan sehingga fokus wilayah kajian menjadi daerah sekitar Wasur dan Bupul saja. Dengan menggunakan camera trap, kita dapat menyibak keberadaan berbagai jenis satwa tanpa merusak habitatnya” jelas Marthinus.
Terdapat 10 camera trap yang dipasang di koridor Wasur-Bupul, tepatnya di lima kampung, yaitu Tanas (2 kamera), Bupul (2 kamera), Kweel (1 kamera), Toray (3 kamera), dan Erambu (2 kamera). Dari kelima kampung yang disurvei, Erambu merupakan wilayah yang relatif sangat baik kondisi habitat satwanya. Namun dari keseluruhan, kelima lokasi survei masih memiliki kondisi habitat satwa yang baik dan tutupan hutan di kawasan juga masih terjaga. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan satwa dilindungi yang masih banyak dijumpai seperti kanguru, kasuari, burung kakatua raja, mambruk, babi, rusa, maleo, dan berbagai spesies burung lainnya. Namun, ancaman terhadap spesies dipicu akibat munculnya perburuan dengan menggunakan senjata api dan alokasi lahan untuk kegiatan budidaya.
Dari hasil kajian juga diperoleh data luasan koridor. Luas indikasi koridor Wasur-Bupul adalah 117.797 ha dan koridor Bian-Bupul adalah 100.175 ha. Berdasarkan luas tersebut, dapat diidentifikasi bahwa wilayah ini didominasi oleh area dengan kualitas habitat yang tinggi. Koridor Wasur-Bupul meliputi wilayah adat Kampung Bupul, Tanas, Kweel, Toray, dan Erambu sedangkan untuk Koridor Bian-Bupul meliputi wilayah adat Kampung Kaiza.
Lebih lanjut, hasil kajian ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya di koridor Wasur-Bupul untuk Kawasan Koridor WABUBI telah didiseminasikan melalui kegiatan lokakarya yang dilaksanakan pada 21-22 September 2016. Pada kesempatan yang sama, WWF bersama Balai Taman Nasional Wasur, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, dan Seksi KSDA Bidang Wilayah I melaksanakan inisiasi pembentukan koridor Wasur-Bupul-Bian (WABUBI) sebagai penghubung antar kawasan konservasi TN. Wasur, CA. Bupul dan SM. Bian.
Berkaitan dengan pembentukan koridor, masyarakat sangat mendukung inisiasi pembentukan koridor sebagai model pengelolaan kawasan berkelanjutan bagi keanekaragaman hayati, kearifan lokal, dan ekonomi lokal. Masyarakat memberikan pandangan bahwa perlu adanya alternatif ekonomi untuk jangka pendek, menengah, dan panjang. Untuk jangka pendek, masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi dari hutan untuk kebutuhan beberapa hari (berburu dan meramu). Untuk jangka menegah, masyarakat dapat beternak, bercocok tanam, berkebun (rambutan dan kemiri), dan perikanan. Sedangkan untuk jangka panjang, masyarakat dapat memperoleh pendapatan melalui perkebunan karet, gaharu, gambir, dan ekowisata pengamatan satwa liar seperti burung cenderawasih.
Pemerintah Kabupaten Merauke sangat mendukung hasil kajian ini. Kajian ini terkait dengan masuknya Kabupaten Merauke dalam skema kawasan strategis ekonomi rendah karbon di Provinsi Papua dan implementasi pembangunan rendah karbon dimana lokasi WABUBI merupakan lokasi prioritasnya termasuk juga hasil rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
Secara regulatif, kawasan koridor juga bisa dimasukkan dalam skema pembentukan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) baik berupa fungsi konservasi, lindung, maupun budidaya yang disesuaikan dengan hasil diskusi para pihak. Dengan adanya inisiasi pembentukan KPH diharapkan adanya kelembagaan yang mengelola kawasan secara baik dan lintas sektor. Kelembagaan untuk koridor bisa menggunakan beberapa pendekatan, yaitu KPH Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), dan KPH Produksi (KPHP), dan bahkan melalui pendekatan kawasan pedesaan.