MENGENAL HABITAT DAN CARA MENJAGA HARIMAU SUMATERA DI BUMI PANDA
Oleh: Kesia Amelia (Volunteer Bumi Panda)
Dalam rangka peringatan Global Tiger Day, Bumi Panda WWF-Indonesia menyampaikan kampanye #DoubleTigers kepada para pengunjung. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Minggu (31/07) ketika menerima kunjungan 52 anak dari Panti Asuhan Yayasan Al-Husainiyah, Bandung. Dengan didampingi fasilitator dari Komunitas Beruang Matahari, mereka memulai kegiatan dengan acara perkenalan dan tur Bumi Panda.
“Saat ini, dunia sedang merayakan Globay Tiger Day (Hari Harimau Sedunia) supaya masyarakat mengetahui keadaan harimau di seluruh dunia, termasuk Indonesia,” ujar Sani Firmansyah, tim dari Bumi Panda ketika menyambut anak-anak yang datang. Sani juga menjelaskan bahwa Indonesia memiliki harimau Sumatera, satu-satunya kucing besar yang masih tersisa di Indonesia karena harimau Bali dan harimau Jawa sudah terlebih dahulu punah. “Saat ini, harimau Sumatera jumlahnya tinggal 371 individu dan makin terancam karena maraknya perburuan liar dan makin sempitnya hutan tempat tinggal mereka,” tambah Sani.
Selain menjelaskan tentang harimau, Sani juga menjelaskan tentang satwa lain yang menjadi fokus kerja konservasi WWF-Indonesia dan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem. “Kak, bagaimana cara kita untuk menjaga harimau tetap ada?” tanya Dani. “Pertanyaan yang bagus Dani. Caranya mudah, salah satunya yaitu dengan mulai hemat menggunakan tisu dan kertas. Barang-barang tersebut dibuat dari pohon (yang diambil dari hutan),” jawab Sani.
Setelah melakukan tur Bumi Panda, anak-anak menuju ke Laboratorium Air Bumi Panda untuk melakukan pengujian terhadap sampel air. Ketika memasuki laboratorium, anak-anak diperkenankan untuk mengenakan jas laboratorium dan topi yang sudah disediakan. Tidak hanya peserta anak-anak saja yang memasuki laboratorium, para fasilitator dari Komunitas Beruang Matahari juga ikut masuk ke laboratorium untuk melakukan pengujian air.
Sebelum mulai mengamati sampel air, Sani menjelaskan tentang Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Riau, salah satu habitat asli harimau Sumatera. “Di Rimbang Baling, kakak-kakak dari WWF-Indonesia mengajak masyarakat di sana untuk menjaga air bersih (sungai) karena bila kualitas airnya rusak tentunya akan berpengaruh pada populasi harimau Sumatera yang ada di sana,” ujar Sani.
Diskusi seputar air pun bergulir usai penjelasan tentang Rimbang Baling. Para peserta diajak berdiskusi tentang asal mula air bersih itu didapat. Diskusi ini semakin menarik dengan adanya infografis mengenai air. Selanjutnya, mereka melakukan pengamatan air menggunakan kertas lakmus merah dan biru untuk mengetahui apakah air tersebut dalam kondisi asam atau basa. Pengamatan menggunakan miskroskop membuat anak-anak antusias. Mereka dapat melihat beberapa mikroorganisme yang terkandung dalam sampel air.
Kegiatan hari itu diakhiri dengan menonton film yang berkisah tentang hubungan antara manusia dan hewan, video tentang perilaku yang akan berbalik terhadap diri kita sendiri, pemburu harimau, serta kehidupan manusia pada masa kini. Pemutaran video singkat dengan berbagai tema tersebut bermaksud agar para peserta dapat mengetahui akan pentingnya peranan manusia dalam menjaga lingkungan dan pentingnya menjaga keberadaan satwa, terutama yang sudah langka.
“Harimau itu diburu untuk diambil kulit, taring, serta tulangnya untuk dijadikan pernak-pernik dan obat-obatan tradisional. Padahal, berdasarkan penelitian, obat dari hewan-hewan itu tidak ada khasiatnya,” jelas Amel, volunteer Bumi Panda. Anak-anak merasa senang dapat lebih mengenal harimau Sumatera. Mereka berharap harimau tetap lestari di alamnya.