PERAYAAN HARI KEBANGKITAN NASIONAL DI BUMI PANDA
Oleh: Natalia Trita Agnika
Ada yang berbeda di Bumi Panda pada Jumat (20/05). Bertepatan dengan perayaan Hari Kebangkitan Nasional, rumah informasi lingkungan hidup milik WWF-Indonesia ini dipenuhi oleh sekelompok mahasiswa, media, dan beberapa perwakilan mahasiswa yang berasal dari Papua. Mereka mengikuti sebuah diskusi bertema “Kebangkitan dari Indonesia Timur”. Diskusi ini merupakan talkshow series “Meet the Experts” yang dilakukan di Bumi Panda.
Acara diawali dengan menyanyikan lagu “Aku Papua” yang dipandu oleh Fransisco Yassie dan Roviana, dua mahasiswa asal Papua yang sedang mengenyam pendidikan di Universitas Padjadjaran, Bandung. Semua yang hadir nampak larut dalam lagu sembari membayangkan Papua. Usai menyanyi, Roviana mengungkapkan kerinduannya akan tanah kelahirannya. “Makanannya yang unik seperti papeda jarang bisa didapatkan di daerah lain. Selain itu, alamnya yang sangat indah dan tidak dapat dilihat di tempat lain,” ungkapnya. Fransisco juga menambahkan bahwa salah satu hal yang membuatnya bangga adalah toleransi yang ada di tanah kelahirannya, Papua. Ia mengatakan bahwa Papua adalah miniatur Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
Pada kesempatan tersebut, Piter Roki Aloisius, Sustainable Forest Development Coordinator WWF-Indonesia Program Papua hadir sebagai narasumber. Ia membawakan materi “Kebangkitan dari Indonesia Timur Melalui Pengelolaan Hutan Secara Lestari bagi Masyarakat Adat di Papua”. Keberadaan hutan di Papua merupakan benteng pertahanan terakhir bagi eksistensi hutan di Indonesia, mengingat kondisi hutan di Sumatra dan Kalimantan yang sudah makin mengkhawatirkan. Supaya hutan di Papua tidak bernasib serupa, diperlukan “kebangkitan” untuk menjaga dan melestarikan hutan Papua.
Roki membuka presentasi dengan menjelaskan tentang filosofi pohon dan hutan bagi masyarakat adat di Papua. Ada yang memanfaatkan pohon sebagai rumah tempat tinggal, pohon sebagai bahan obat-obatan, pohon sebagai sumber pangan, bahan bangunan, dan bagian dari budaya. Penjelasan yang disampaikan menarik perhatian para peserta diskusi, khususnya bagi mereka yang baru pertama kali mengenal budaya di Papua. Bahkan tak sedikit peserta yang kagum ketika diberi tahu bahwa di Papua ada sekitar 248 suku dan 260 bahasa.
Selanjutnya, Roki menceritakan bahwa pemanfaatan hasil hutan di Papua selama ini tidak memberikan keuntungan yang layak bagi masyarakat adat yang ada di sana. Salah satu upaya yang dilakukan untuk pelestarian hutan di Papua yang sekaligus dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat adat adalah dengan melakukan program Community Forestry. Program tersebut merupakan program pengelolaan hutan berkelanjutan terintegrasi berbasis masyarakat yang memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat adat. Melalui Community Forestry, masyarakat adat dapat mempertahankan haknya untuk mengelola hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka melalui kegiatan usaha dari pengelolaan hasil hutan, baik kayu maupun non kayu tanpa harus menjadi bagian dari aktivitas illegal logging. Selain itu, pemerintah daerah juga memperoleh tambahan pendapatan untuk kegiatan pembangunan daerah yang bukan berasal dari pajak (non pajak) maupun investasi swasta.
Diskusi berlangsung hangat. Para peserta yang selama ini minim sekali informasi tentang Papua, memuaskan rasa ingin tahu mereka dengan bertanya langsung kepada narasumber yang memang mengetahui kondisi di sana. Berbagai pertanyaan bermunculan. “Pada pengelolaan hutan secara lestari, apakah setelah ditebang, ada pohon yang ditanam untuk menggantikan?” tanya Nisa, mahasiswa dari Universitas Padjadjaran. Roki pun menjelaskan bahwa setiap kelompok binaan WWF-Indonesia dalam program Community Forestry wajib membuat persemaian sehingga ketika menebang satu pohon, mereka harus menanam 10 pohon. Pertanyaan-pertanyaan lain juga dilontarkan oleh para mahasiswa, di antaranya seputar illegal logging, konflik yang ada di Papua, tentang agroforestry, hingga bagaimana caranya melakukan pendekatan kepada masyarakat adat. Suasana makin meriah ketika sesi kuis berlangsung. Peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar mendapat hadiah suvenir khas dari Papua, yaitu kopi Wamena dan tas khas Papua. Mereka pun berebut menjawab pertanyaan.
Mahasiswa dan publik yang menghadiri perayaan Kebangkitan Nasional di Bumi Panda sangat terkesan dengan diskusi yang telah diselenggarakan. Banyak informasi baru yang mereka dapatkan. Salah satu peserta diskusi yang sangat terkesan adalah Evan Lysandra, Putri Indonesia 2016 Jawa Barat. “Papua itu tempat yang jauh, yang kita dapat informasinya dikit banget dan informasinya belum tentu benar. Dan melalui ini (diskusi “Kebangkitan dari Indonesia Timur” –Red) kita bisa dapat informasinya langsung dari sumbernya di sana. Itu yang nggak bisa dibayar. Berharga banget,” ungkap mahasiswi lulusan Teknik Penerbangan ITB tersebut.
Menutup diskusi, Devy Suradji selaku Direktur Marketing WWF-Indonesia berharap semoga publik lebih mengenal Papua melalui berbagai informasi yang disampaikan langsung oleh ahlinya. Devy Suradji juga mengatakan bahwa Bumi Panda terbuka untuk menjadi tempat berbagai diskusi terkait lingkungan hidup. "Silakan bila ada yang memiliki ide atau saran tema-tema diskusi yang ingin diangkat. Langsung saja hubungi tim Bumi Panda," pesannya.