RESPONSIBLE MARINE ESCAPISM: BERSENANG-SENANG YANG BERTANGGUNG JAWAB
Penulis: Annisa S. Ruzuar (Responsible Marine Tourism and Sustainable Seafood Communication Advisor)
Pernah bermimpi tentang liburan di tengah rutinitas dan kesibukan kerja? Tingkat stres dan kompetisi yang makin tinggi memunculkan keinginan pergi berlibur ke lokasi indah, seperti pulau terpencil dan pantai. Panggilan escapism!
Gayung bersambut dengan makin banyaknya paket liburan murah akhir-akhir ini. Mulai dari paket liburan akhir pekan di sekitar Jakarta hingga menjelajah surga pantai dan bawah laut, seperti Karimunjawa dan Raja Ampat. Semua kesempatan tersebut bisa didapatkan dengan harga yang tak (begitu) menguras kocek. Yup! Kini liburan di lokasi yang menawan makin terjangkau bagi semua kalangan.
Wisatawan dan Jejak Ekologis yang Ditinggalkan
Apa barang bawaan yang selalu ada dalam liburan? Air mineral dalam kemasan. Praktis, murah, bisa dibeli di mana saja saat berlibur. Pernah membayangkan dampak benda kecil ini pada lingkungan? Coba hitung berapa botol air mineral yang kita minum per harinya. Kira-kira 6 – 12 botol plastik bekas kita hasilkan dalam liburan pendek berdurasi tiga hari. Ini baru satu orang, padahal lokasi wisata pulau yang ramai bisa dikunjungi 1.500 orang turis tiap akhir pekan.
Ambil Taman Nasional Karimunjawa sebagai contoh. Menurut penuturan Pak Jasmar, pemerhati sampah lokal di Karimunjawa saat dikunjungi Jelajah Biru — mitra WWF-Indonesia dalam mengembangkan sejumlah destinasi wisata bermuatan konservasi — peningkatan jumlah pengunjung sejak 2007 membawa kemakmuran bagi masyarakat di Karimunjawa. Kapal nelayan laris disewakan untuk membawa turis menikmati keindahan laut, homestay menjamur. Dampak positif ini membuat banyak yang tidak sadar ancaman dibaliknya. Menurut Pak Jasmar, Karimunjawa sedang mengalami krisis sampah!
Berkunjung ke rumah Pak Jasmar, Anda akan disambut puluhan bungkusan tinggi botol plastik. Beberapa tumpukan bahkan nyaris setinggi dirinya. Dalam tiga bulan, Pak Jasmar bisa mengumpulkan 300 kg botol plastik dan kemasan styrofoam dari beberapa homestay dan restoran. Menurutnya itu baru sebagian kecil dari sampah botol plastik yang diterima Karimunjawa setiap minggunya. Dengan perkiraan 1.000 – 1.500 pengunjung per minggu, setidaknya ada tambahan 4.000 – 6.000 sampah botol plastik/gelas air mineral per hari di kepulauan seluas 1.500 ha tersebut. Tanpa fasilitas pengolahan sampah yang memadai — saat ini sampah hanya ditumpuk atau dibuang ke laut — lama-lama Karimunjawa akan tertimbun botol plastik!
Sampah hanyalah salah satu dari sekian banyak jejak ekologis yang ditinggalkan wisatawan dan para escapist dalam pelariannya. Masih ada masalah energi, air, hingga pola konsumsi yang patut menjadi perhatian. Tumbuhnya sektor pariwisata, terutama wisata bahari tak hanya membawa keuntungan dari sisi ekonomi, tapi juga dampak negatif yang mempengaruhi kualitas lingkungan dan menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat sekitar daerah wisata. Sebagai konsumen yang mengonsumsi keindahan alam, sudah sepatutnya kita menerapkan praktik yang bertanggung jawab dalam pelesiran yang kita lakukan.
Lets travel with respect. Be a responsible escapist!
Cerita dari Karimunjawa tadi juga terjadi di berbagai lokasi wisata yang ramai dikunjungi di Indonesia, salah satunya di Labuan Bajo. Menjadi wisatawan yang bertanggung jawab (responsible traveler) tidak sulit. Bisa dimulai dengan langkah kecil, seperti membawa botol minum dan tas belanja untuk mengurangi sampah plastik. Selain itu, ada tiga prinsip kepariwisataan bertanggung jawab yang juga dapat diterapkan tiap berwisata: 1. Prinsip tanggung jawab lingkungan—kurangi sampah dan jaga kelestarian lokasi yang dikunjungi; 2. Prinsip tanggung jawab sosial—hormati adat-istiadat dan kearifan lokal; serta 3. Prinsip tanggung jawab bisnis yang berkelanjutan—utamakan transaksi ekonomi dengan masyarakat lokal.
Untuk mendukung hal tersebut, tim WWF-Indonesia program pariwisata bahari yang bertanggung jawab (Responsible Marine Tourism Program) dengan dukungan sejumlah praktisi dan akademisi membuat beberapa seri Best Environmental Equitable Practices (BEEP), salah satunya Seri Jejak Ekologis. Buku panduan ini dapat digunakan sebagai kitab bagi para penikmat alam yang ingin berwisata dan meminimalisasi jejak ekologis yang merugikan.
Yuk, jadi konsumen alam yang cinta lingkungan!