TINGKATKAN PRODUKSI RUMPUT LAUT GRACILARIA DI BONE MELALUI PELATIHAN BMP BUDIDAYA
Penulis: Ghamal Nasser Wahab (Fasilitator AIP Budidaya Gracilaria Sulawesi Selatan)
Kabupaten Bone merupakan penghasil rumput laut Gracilaria verrucosa terbesar ketiga di Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bone tahun 2015, produksi rumput laut Gracilaria verrucosa di kabupaten ini menunjukkan stabilitas produksi tiap tahunnya, yaitu 49.408 ton (2012), 62.899 ton (2013), dan 75.724 ton (2015). Hal ini didukung oleh tingginya potensi area budidaya tambak air payau di Kabupaten Bone yang mencapai luas hingga 15.244 ha, serta berkembangnya permintaan pasar akan rumput laut.
Pada tahun 2016, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bone menargetkan produksi rumput laut naik hingga 85.543 ton. Namun kemungkinan tercapainya target tersebut cukup rendah, karena kondisi cuaca pada awal hingga pertengahan 2016 ini cenderung hujan sehingga menyebabkan penurunan produksi di area potensial produksi rumput laut, yaitu Kecamatan Cenrana, yang mana juga merupakan daerah sungai. Selain itu, kemungkinan tidak tercapainya target juga dipengaruhi oleh harga rumput laut yang dinilai rendah hingga pertengahan tahun.
Budidaya rumput laut dapat meningkatkan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar pesisir dan muara sungai. Namun dengan masifnya aktivitas budidaya tersebut juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti aktivitas yang menggunakan pestisida/bahan kimia berbahaya, pemberian pupuk secara berlebihan, dan penebangan mangrove untuk pembukaan lahan tambak.
Selain itu, upaya budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa juga dihadapkan pada berbagai permasalahan. Mulai dari serangan hama, kualitas bibit yang rendah, hasil produksi yang minim, legalitas usaha, hingga belum adanya kelompok pembudidaya.
Hal ini melatarbelakangi WWF-Indonesia untuk melakukan pendampingan perbaikan perikanan budidaya rumput laut Gracilaria berdasarkan praktik-praktik terbaik (Better Management Practices/BMP) di Desa Latonro, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, awal Agustus 2016 lalu. Program pendampingan ini dilakukan bersama dengan PT. Celebes Seaweed Group (CSG), sebuah perusahaan anggota Seafood Savers yang berbasis di Sulawesi Selatan dan bergerak di bidang ekspor rumput laut Gracilaria. Kegiatan ini dihadiri oleh 34 peserta, termasuk petambak, Badan Penyuluh Kabupaten Bone, dan DKP Kabupaten Bone.
Pelatihan BMP ini merupakan langkah awal upaya pendampingan, yang mana bertujuan untuk meningkatkan target produksi budidaya rumput laut Gracilaria yang dikelola secara berkelanjutan. WWF-Indonesia menyebutkan bahwa kualitas rumput laut yang buruk serta permasalahan lingkungan yang sering dihadapi petambak dapat diatasi dengan menerapkan BMP sejak awal proses budidaya.
BMP merupakan panduan praktis yang dapat menghasilkan produk berkualitas dan menjaga kelestarian lingkungan. Penyusunan BMP telah disesuaikan dengan standar nasional seperti Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Sutamin, S.Pi, M.Si, Assesor CBIB di Kabupaten Bone, juga menjelaskan bahwa prinsip budidaya yang baik wajib memenuhi tiga unsur, yaitu bio security, food safety, dan suistainibility. Pemenuhan tiga unsur ini menjadi jaminan bahwa produk yang nantinya dihasilkan adalah produk yang aman dan berasal dari proses-proses yang berkelanjutan. Namun untuk memenuhi tiga unsur ini, petambak tentunya memerlukan pendampingan teknis di lapangan.
Pelatihan BMP Gracilaria turut menghadirkan paparan materi oleh pelaku usaha yaitu Asdar Marzuki dari PT. Celebes Seaweed Group. Asdar berujar, “Peningkatan kualitas produk diperlukan untuk melangkah lebih jauh dalam industri Gracilaria. Kualitas ini mencakup yield, viskositas dan gel strength yang bisa diperoleh melalui manajemen dan inovasi budidaya yang tepat.”
Selain pemaparan materi oleh para narasumber, pelatihan ini juga dilengkapi dengan kunjungan ke lapangan untuk meninjau proses budidaya rumput laut Gracilaria secara langsung. Para petambak mendapatkan kesempatan untuk mempraktikkan metode pengukuran kualitas air (DO, pH dan salinitas) menggunakan DO meter, pH meter, dan refraktometer. Selanjutnya, para petambak mendapatkan penjelasan mengenai kondisi kualitas air tambak dan intervensi yang mungkin dilakukan untuk mengatasinya.
Pelatihan ini mendapatkan respon positif dari para peserta, terutama petambak, yang mana aktif bertanya mengenai permasalahan budidaya yang mereka hadapi dan antusias mencoba penggunaan alat pengukur kualitas air. Bahkan, beberapa petambak meminta diadakannnya pertemuan rutin antara petambak, pemerintah, pelaku usaha, dan WWF-Indonesia.
DKP Kabupaten Bone pun menyambut baik pelatihan ini. Dalam pidato sambutannya, Muh. Amin, Kepala Bidang Budidaya DKP Kabupaten Bone, menyampaikan, “Pemerintah Bone mengapresiasi sepenuhnya upaya WWF-Indonesia dalam pelaksanaan kegiatan ini. Semoga seluruh pihak dapat bekerja sama mengawal usaha budidaya Gracilaria yang pro lingkungan”.