WWF- INDONESIA DORONG DIGITALISASI KETELUSURAN INDUSTRI KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN MELALUI APLIKASI HAMURNI
Gambar 1.1 Direktur Program Iklim dan Transformasi Pasar WWF-Indonesia, Irfan Bakhtiar menjadi salah satu pembicara dalam talkshow di Palmex 2025
Indonesia dikenal sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia. Berdasarkan data GAPKI, produksi CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil) yang dihasilkan sektor sawit Indonesia pada tahun 2024 mencapai 52,76 juta ton. Besarnya volume ini menggarisbawahi urgensi bagi Indonesia untuk memperkuat komitmen terhadap produksi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Hal ini juga sebagai upaya menjaga daya saing di pasar global dan memenuhi tuntutan konsumen yang semakin peduli lingkungan dan sosial. Prinsip sustainability (keberlanjutan) yang dimaksud ialah produksi yang memperhatikan keseimbangan ekonomi, sosial, dan ekologi, serta memastikan ketertelusuran dalam rantai pasok kelapa sawit.
Menjawab permasalahan ini, WWF-Indonesia mendorong alternatif solusi untuk keberlanjutan minyak sawit dengan memanfaatkan teknologi berbasis aplikasi bernama Hamurni sejak 3 tahun lalu. Hamurni, adalah perangkat digital yang praktis, inklusif dan terukur untuk pemetaan dan ketelusuran rantai pasok komoditas, termasuk kelapa sawit. Aplikasi Hamurni bertujuan untuk memberdayakan para petani sawit mandiri dan mentransformasikan industri kelapa minyak sawit menuju industri yang transparan, inklusif dan lestari.
Penjelasan detail mengenai aplikasi Hamurni ini disampaikan oleh, Irfan Bakhtiar, Direktur Iklim dan Transformasi Pasar WWF-Indonesia dalam Talkshow dengan tema “Beyond Traceability: Strategi Teknologi untuk Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan” pada event Palmex 2025, 15 Mei 2025 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta.
Ia menjelaskan bahwa aplikasi Hamurni yang dikembangkan oleh WWF-Indonesia mampu melacak asal-usul TBS (buah kelapa sawit yang sudah matang) yang sudah siap dipanen sehingga pada akhirnya diterima oleh pabrik kelapa sawit (PKS) untuk diolah menjadi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Sebagai lanjutan, disampaikan juga bahwa Hamurni adalah salah satu bentuk eksplorasi dan inovasi bagaimana teknologi digital dapat melampaui ketertelusuran untuk mendorong transformasi sistemik yang nyata di sektor minyak sawit.
Gambar 1.2 Narasumber talkshow Beyond Traceability: Strategi Teknologi untuk Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan. (Dari Kiri) Dr M. Windrawan (RSPO), Pujuh Kurniawan (Wilmar International), Ainu Rofiq (Koltiva), Irfan Bakhtiar (WWF Indonesia)
WWF-Indonesia telah melakukan pengambilan data dari 3.132 petani sawit di berbagai daerah di Indonesia seperti:
1. Pelalawan, Riau
2. Kuantan Singingi, Riau
3. Katingan, Kalimantan Tengah
4. Kapuas Hulu, Kalimantan Barat
5. Sintang, Kalimantan Barat
dalam perjalanan 3 tahun Hamurni beroperasi, tantangan yang dihadapi diantaranya rendahnya petani yang melakukan pencatatan, terbatasnya tenaga pendamping bagi pengguna, serta terbatasnya akses internet di lokasi.
Gambar 1.3 Direktur Program Iklim dan Transformasi Pasar WWF Indonesia, Irfan Bakhtiar menjelaskan mengenai aplikasi Hamurni
WWF-Indonesia turut melihat peluang besar dibalik tantangan, terutama melihat ada 2,4 juta rumah tangga yang membudidayakan 6,21 juta hektar sawit atau 40,5% dari total luas lahan kelapa sawit nasional (BPS, 2023) yang membutuhkan aplikasi ketertelutusuran dan berpotensi menggunakan Hamurni.
Untuk saat ini WWF-Indonesia akan menghubungkan Hamurni dengan Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan Indonesia. Kedepannya WWF-Indonesia akan mengembangkan aplikasi ketertelusuran untuk komoditas lain seperti karet dan kopi, yang akan mendukung upaya keberlanjutan komoditas perkebunan di Indonesia.