BUMI PANDA, TEMPAT DISKUSI BERBAGAI TEMA SEPUTAR LINGKUNGAN HIDUP
Oleh: Sani Firmansyah (Koordinator Bumi Panda) & Natalia Trita Agnika
Bumi Panda, rumah edukasi lingkungan hidup milik WWF-Indonesia memang terbuka untuk menjadi tempat diskusi berbagai tema terkait lingkungan hidup. Semua ide atau saran tema diskusi seputar lingkungan hidup dapat diangkat menjadi sebuah diskusi bersama komunitas terkait. Caranya pun cukup mudah. Pihak yang ingin mengadakan diskusi dapat menghubungi tim Bumi Panda untuk melakukan kolaborasi. Mulai dari tema satwa langka, air, hingga permasalahan sampah pernah menjadi topik diskusi komunitas di Bumi Panda. Salah satu contohnya adalah Diskusi “Hubungan Sampah dan Konservasi” yang berlangsung pada Minggu (28/08) silam.
Diskusi hasil kolaborasi dengan Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) tersebut menghadirkan narasumber Anilawati Nurwakhidin, trainer fasilitator Zero Waste. Mengawali diskusi, tim Bumi Panda memperkenalkan WWF-Indonesia dan program konservasinya kepada para peserta yang hadir. Lebih lanjut, tim Bumi Panda yang diwakili oleh Sani Firmansyah sebagai Koordinator Bumi Panda memaparkan tentang pencemaran sampah di laut. “Kondisi laut saat ini sudah mulai tercemar yang disebabkan oleh perilaku manusia yang masih membuang sampah sembarangan. Berdasarkan data WWF-Indonesia, 70% sungai di Indonesia itu tercemar. Tentunya hal ini mempengaruhi kondisi air laut yang merupakan hilir dari sungai-sungai tersebut,” papar Sani.
Sani juga memaparkan dampak sampah plastik terhadap kehidupan satwa laut. Salah satu yang merasakan dampaknya adalah penyu laut. Satwa laut ini sering salah mengira sampah plastik sebagai ubur-ubur yang biasa menjadi makanannya, padahal sampah plastik yang dimakan oleh penyu dapat mengakibatkan kematian, baik karena tersedak maupun mengandung racun. Selain menjaga ekosistem yang ada di laut, WWF-Indonesia juga mengedukasi masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sebagai bentuk dukungan terhadap upaya konservasi yang dilakukan oleh WWF-Indonesia.
Selanjutnya, Anilawati Nurwakhidin memaparkan materi tentang pengelolaan sampah. Berdasarkan riset yang dilakukan YPBB, pengelolaan sampah itu sebetulnya sangat mudah, dimulai dengan memilah sampah dari sumbernya, antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik yang sudah terpilah kemudian dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos dengan cara membuat lubang biopori atau keranjang Takakura. Sedangkan untuk sampah anorganik dapat didaur ulang dan digunakan kembali. Sementara itu, sampah berbahaya seperti kemasan obat, baterai, dan lain-lain harus diproses lebih lanjut.
Namun faktanya, masyarakat di kota-kota besar, seperti Bandung, kurang mengolah sampah dengan baik. Hampir seluruh sampah langsung dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) tanpa dilakukan pemilahan terlebih dahulu. “Akibatnya, sampah Kota Bandung dalam setahun itu mencapai 55x Candi Borobudur. Maka dari itu, solusi dari permasalahan sampah adalah pengelolaan dari sumber sampah itu sendiri. Dengan demikian fenomena penyu makan kantong plastik pun dapat diminimalisir,” pesan Anilawati Nurwakhidin.
Dalam sesi tanya jawab, para peserta diskusi yang kebanyakan adalah mahasiswa dari Kota Bandung banyak melontarkan pertanyaan. “Untuk sampah baterai, kemasan obat-obatan dan lainnya itu bagaimana pengelolaannya?” tanya Syifa, mahasiswa Universitas Pasundan Bandung. “Sampah tersebut termasuk dalam sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sehingga perlu pengelolaan lebih lanjut agar tidak merusak lingkungan,” jawab Anilawati Nurwakhidin.
Melalui diskusi komunitas tersebut, Anilawati menyampaikan kepada para peserta agar informasi mengenai pengelolaan dan kondisi persampahan dapat tersebar dengan luas sehingga dampak negatif dari sampah tersebut dapat diminimalisir. Usai berdiskusi, beberapa peserta yang baru pertama kali mengunjungi Bumi Panda berkeliling ke bangunan yang terletak di Jl. Geusan Ulun No. 3 Dago, Bandung itu untuk melihat berbagai fasilitas yang ada.